Karena membuat semua orang menyukai kita hanyalah impian bodoh.
***Savara melangkah ringan melewati koridor yang sesak oleh para siswa. Kebetulan jam pulang sekolah berbunyi empat menit lalu. Hari ini tidak ada kegiatan dengan dua temannya sehingga mereka pulang masing-masing.
Tepat di dekat gerbang ia hendak memesan go-jek, tapi panggilan Alicia membuatnya mengernyit. Cewek itu baru saja pergi dijemput pacarnya yang merupakan anak kuliahan. Savara baru hendak menekan tombol hijau ketika Alicia terlebih dulu mengakhirinya. Hingga sebuah pesan masuk langsung ia baca.
Alicia: Ra, si Damian masih di gudang gak?
Alicia: Katanya dia bukan cuma takut gelap tapi juga trauma
Alicia: Mending lo periksa, gue tiba2 jadi khawatirSavara terdiam membaca chat tersebut. Sebenarnya pas pelajaran berlangsung tadi, ia sempat kepikiran Damian. Ia tidak pernah membalas sampai seperti ini paling parah cuma membalas dengan menendang kaki. Savara baru kali ini mengerjai secara berlebihan, itupun dirinya sudah merasa sangat kesal karena terus dikerjai.
"Ah enggak! Dia pasti gak papa dan udah keluar," gumam Savara meyakinkan. Namun baru satu langkah melewati gerbang, ia kembali berbalik. Gara-gara Alicia, dirinya jadi gusar.
Bagaimana kalau cowok itu benar-benar masih terkurung? Apalagi gudang sekolah letaknya jauh dari keramaian.
Bagaimana juga kalau terjadi hal buruk dan- Savara menggelengkan kepala cepat. Semoga Damian sudah keluar dari tempat itu, tapi bagaimana cara untuk memastikan keadaannya?"Oi Jef! Liat Dami gak?" teriakan seseorang sontak membuat Savara menoleh. Tak jauh darinya dua orang berjalan menghampiri cowok yang sedang berjongkok di bawah pohon rindang dan yang bertanya tadi tentu cowok paling bawel bernama Danish.
"Kagak! Terakhir ketemu pas istirahat," jawab cowok yang dipanggil Jef.
"Dia gak balik dari pas istirahat." Ardan yang baru mendudukkan diri ikut bersuara.
"Udah coba di telepon?" tanya Jefri.
Ardan mengambil sesuatu dari saku celananya. Menunjukan ponsel milik Damian. "Ponselnya ada di gue."
"Tuh anak emang suka ngilang tiba-tiba," keluh Danish seolah Damian memang kerap membuat masalah.
Savara segera berlari kecil setelah mencuri dengar obrolan mereka. Ternyata koridor sudah sepi dalam sekejap. Sampai depan pintu gudang, Savara menggigit kukunya dengan gusar. Pintunya masih terkunci, tapi ia tidak tahu apakah masih ada orang atau tidak di dalamnya.
"Buka gak ya?" ragunya. Savara takut kalau apa yang ia lakukan menimbulkan masalah besar atau bahkan membahayakan orang lain padahal niatnya ia hanya ingin memberikan pelajaran.
Setelah diam di tempat selama kurang lebih lima menit, Savara akhirnya memutuskan untuk masuk. Memutar kunci dan membuka pintu, ia terkejut mendapati sosok Damian yang duduk menempel pada tembok. Cowok itu menenggelamkan wajah pada lututnya yang ditekuk. Badannya tampak bergetar hebat dan itu berhasil membuat Savara terhenyak.
Ia refleks mendekat dan berjongkok di depan Damian. Savara menyentuh lengannya yang terasa dingin. "D-Dami."
Panggilannya membuat Damian mengangkat kepala. Semua terjadi begitu cepat, Savara tidak dapat mengelak saat tiba-tiba tangannya ditarik, berakhir dengan Damian yang memeluknya dengan tubuh gemetar. Cowok itu ... menangis. Andai saja tidak dalam kondisi seperti ini, mungkin Savara sudah mentertawakannya.
Pikiran Savara blank seketika. "Da-dami, lepas!"
Damian tak mendengarkan ucapannya malah semakin mengeratkan pelukan hingga beberapa menit kemudian pelukan tersebut perlahan mengendur. Damian tak sadarkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M (NOT) THE QUEEN ✔️
Teen Fiction(Pemenang dalam event #WWC2020) Aqueena Savara bukanlah seorang ratu selayaknya nama yang ia miliki. Kata sempurna begitu jauh dari jangkauannya. Baik di sekolah, maupun di rumah, ia tak pernah mampu menjadi yang nomor satu. Savara tidak pernah men...