Pastikan cinta datang pada tempat yang tepat.
***Savara baru keluar dari perpustakaan sehabis mengembalikan buku yang ia pinjam. Di dekat lapangan ia melihat dua D alias Danish Damian tengah memperhatikan beberapa siswa yang sedang bermain bola.
Mendapati keberadaannya, Danish langsung menarik Damian yang hendak menendang bola yang menggelinding ke dekat kakinya. Cowok itu mengumpat karena aksi tebar pesonanya gagal. Savara jadi ingin tertawa melihatnya.
"Anjir! Tinggal gue tendang padahal." Damian terus menggerutu. Danish tak peduli, malah terus berjalan menghampiri Savara.
"Dari mana?" tanya Danish penasaran. Ia sering melihat Savara berkeliaran sendiri.
"Perpus."
"Rajin amat!" Damian berseru dengan nada meledek. Savara yang jadi merasa kesal hendak menginjak kakinya, tapi Damian dengan sigap melompat mundur.
"Udah! Kalian kenapa sih tiap ketemu berantem terus?" tanya Danish lalu menatap sahabatnya, "lo juga Dami, katanya mau damai!"
Savara melemparkan senyum puasnya pada Damian. Cowok itu berdecak, tak terima disalahkan. "Emang gue ngapain dia? Orang gue muji dia rajin."
Merasa tidak akan selesai jika terus meladeni, Danish mengembuskan nafas lelah. Melihat sahabatnya seperti itu, Damian jadi merasa bersalah. Ia kemudian menarik tangan Savara dan berujar, "Ya udah deh, sorry. Cuma bercanda juga."
Savara hanya menanggapi dengan deheman.
"Dimaafin gak? Gue tulus loh minta maaf," ucap Damian dengan raut berubah serius. Danish yang melihatnya malah berdecih.
"Cuma tulus aja? Pasti entar gitu lagi." Savara menatap ragu.
"Ya ... bercanda dalam pertemanan itu wajar," balas cowok itu tak mau kalah, "tapi- ya udah deh gak gitu lagi."
"Jangan percaya!" sergah Danish. Tentu ia sangat tahu bagaimana kelakuan sahabatnya. "Damian itu tukang bohong, paling dia tobat cuma hari ini doang, besok jailnya kumat lagi."
Damian melotot sebelum kemudian wajahnya berubah serius dan meyakinkan. "Beneran Aqueena. Masa sih lo gak percaya sama gue? Liat nih! Wajah gue aja udah serius banget atau lo liat tatapan gue yang tulus ini."
Savara tertarik mengikuti perintah cowok itu. Memperhatikan wajah Damian juga matanya yang memancarkan ketulusan hingga-
"Jangan percaya, Savara!" Lagi-lagi Danish mengatakan hal seperti itu membuat Savara mengernyit bingung. "Nih anak pinter sandiwara. Lo jangan percaya sama apa pun yang dia lakuin."
"Heh! Ngomong apa lo? Sembarangan!" Damian menyenggol bahu cowok di sebelahnya tak terima.
Mengabaikan ucapan sahabatnya, Danish kembali berbicara. "Dia juga gak sepolos yang lo liat, Ra."
"Anjir! Lo sebenernya temen gue atau musuh gue sih, Nish?" sebal Damian merasa dijatuhkan oleh sahabatnya sendiri.
Danish dengan entengnya menjawab. "Gue temennya Savara."
Jika di film kartun, pasti tubuh Damian sudah mengeluarkan api. "Dah lah, terserah. Gue pergi aja daripada lo makin fitnah gue."
Damian ngeloyor begitu saja membuat Savara menaikkan sebelah alisnya. Padahal tadi cowok itu berbicara dengan menggebu-gebu.
"Dih? Kabur," ujar Danish yang tak merasa bersalah sama sekali.
"Elo sih ngomong sembarangan!"
Danish malah tertawa. "Gue serius kali. Papanya Dami tuh mantan pemain teater dan bakatnya turun ke dia. Kalau belum kenal, lo bisa aja dengan mudah ketipu sama tampangnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M (NOT) THE QUEEN ✔️
Teen Fiction(Pemenang dalam event #WWC2020) Aqueena Savara bukanlah seorang ratu selayaknya nama yang ia miliki. Kata sempurna begitu jauh dari jangkauannya. Baik di sekolah, maupun di rumah, ia tak pernah mampu menjadi yang nomor satu. Savara tidak pernah men...