Lalu kenapa masih berharap? Padahal kamu jelas tahu bahwa cinta tak mampu membuatnya menetap.
***Savara memperhatikan cowok di sebelahnya yang sedang sibuk mengetik di laptopnya. Setelah kegiatan saling berkirim pesan malam tadi, Adrian tiba-tiba meminta ditemani mengerjakan tugas.
Di sinilah mereka sekarang, sebuah cafe yang berada di dekat taman kota. Setelah bel berbunyi cowok itu sudah menunggunya di depan kelas. Hal tersebut membuat kedua sahabatnya merasa heran. Mereka bahkan langsung menyerangnya lewat chat, mempertanyakan hubungan keduanya yang Savara jawab bahwa mereka hanya berteman.
Bukankah memang saat ini status mereka sebatas itu?
"Bosen?" tanya Adrian melihat Savara yang tengah memainkan sedotan minumannya. Cewek itu balas menatap Adrian dan menggelengkan kepala. "Enggak kok."
Adrian kembali fokus pada tugasnya. Sedangkan Savara beralih pada ponselnya yang bergetar. Chat dari seseorang membuatnya mematung.
"Chat dari siapa?" Adrian yang melihat perubahan di wajahnya membuat Savara tergagu. "Em K-kak Kian."
Gerakan tangan Adrian terhenti. Cowok itu terdiam sejenak sebelum lanjut mengetik. "Kalian ... sedekat itu?"
Savara menelan ludahnya. Dibilang sangat dekat, ia rasa tidak. Namun, Savara melupakan satu hal kalau mereka sedang dalam tahap pendekatan meski akhir-akhir ini sudah jarang berkomunikasi. Savara jadi menjaga jarak, bahkan hanya membalas chat kakak kelasnya itu dengan singkat atau bahkan kadang mengabaikan pesannya jika sekiranya tidak penting. Alasannya mungkin karena hati dan pikiran Savara bukan untuk cowok itu.
"Savara?" panggilan Adrian menarik atensinya, "kalian lagi pendekatan?"
Savara merapatkan bibirnya, kedua tangannya meremas ponsel. Ia kemudian mengangguk tanpa berani menatap wajah cowok di depannya, takut Adrian marah.
Terdengar hembusan nafas dari cowok itu. "Siapa aja yang lagi deket sama lo?"
"Kak Kian aja."
"Yakin?" Adrian memicingkan mata.
"Hm," balas Savara dengan deheman.
"Kalau ...," Adrian memerangkap tatapannya, "gue minta berhenti berhubungan sama dia lo mau? Em ... maksudnya di luar konteks pertemanan."
Savara membulatkan matanya sebelum kemudian mengangguk. Lagi-lagi Adrian mengatakan keinginannya secara terang-terangan. Mereka mungkin tidak ada hubungan apa pun atau tepatnya belum. Namun entah kenapa Savara merasa senang mendengarnya. Adrian seperti seorang pacar yang tengah cemburu.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Adrian curiga.
"Enggak, gak papa." Senyum Savara malah semakin lebar. Ia kemudian berdiri dan berpindah tempat duduk ke sebelah Adrian, melihat apa yang sedang cowok itu kerjakan.
"Tugas Bahasa Indonesia?" Savara menatap Adrian bingung, "Bu Hema, 'kan? Kok ke IPS 3 gak ada tugasnya?"
"Belum, Ra. Ini dikasihnya baru tadi pagi."
Savara berdecak kagum. Adrian rajin sekali langsung mengerjakan tugas yang baru diberikan. Kalau dirinya mungkin menunggu satu hari sebelum dikumpulkan.
Cewek itu menggeser kursinya hingga bahu mereka menempel, ia membaca sederet kalimat yang tertulis di sana. "Resensi buku?"
Adrian hanya mengangguk.
"Bisa tolong ambilin buku di tas?" pinta cowok itu karena tasnya ada di kursi yang ia duduki. Savara mengangguk, mengambil buku dari dalam tas dan menyodorkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M (NOT) THE QUEEN ✔️
Teen Fiction(Pemenang dalam event #WWC2020) Aqueena Savara bukanlah seorang ratu selayaknya nama yang ia miliki. Kata sempurna begitu jauh dari jangkauannya. Baik di sekolah, maupun di rumah, ia tak pernah mampu menjadi yang nomor satu. Savara tidak pernah men...