Cinta itu memang aneh.
Kenapa jatuh sendirian rasanya sakit? Sedangkan jatuh berdua malah membuat bahagia.
***Pagi harinya Savara turun dari motor Damian. Cowok itu pagi-pagi sudah berada di depan rumahnya. Katanya kasihan ia berangkat sendiri.
"Dia bakal salah paham gak liat kita barengan gini?" tanya Savara khawatir. Damian yang berjalan di sebelahnya sambil memutar kunci motor berdecak.
"Tinggal jelasin aja ya ampun! Masa harus gue yang ngomong," ucap Damian geregetan, "lain kali minta dia jemput kalau gak mau berangkat sama gue dan bikin salah paham. Gue tuh kasian liat lo berangkat naik kendaraan umum terus."
"Iya iya, gak usah ngegas." Savara mengambil ponsel dan membuka kamera, meletakan di depan wajah. Ia membenarkan rambutnya yang terasa berantakan.
"Udah cantik gak usah ngaca terus!" ujar Damian menggelengkan kepala. Padahal penampilan cewek di sebelahnya sudah terlihat rapi. Heran!
Savara bersedekap dada sembari melesatkan tatapan tajam. "Gak usah iri!"
"Gila kali gue iri sama kecantikan elo." Damian terbahak. Ia masih sangat normal.
Merasa capek berdebat, Damian memilih mengunci mulut dan membiarkan Savara kembali pada kegiatannya. Bercermin. Merasa sudah rapi, cewek itu iseng menyentuh fitur kamera belakang. Pemandangan koridor di pagi hari cukup bagus. Masih bersih dari sampah dengan sinar matahari yang menyoroti sekitar.
Bertepatan dengan dirinya menyentuh tombol untuk memotret, seseorang muncul dari ruang guru.
Cekrek
Savara terkejut dengan kilatan cahaya dan bunyi kameranya. Lebih kaget lagi saat mendapati sosok yang tak sengaja ia foto.
"Anjir! Bisa tepat gitu ya?" ujar Damian yang melihat kedua orang terdekatnya sama-sama tertegun.
Adrian yang lebih dulu sadar segera menormalkan raut wajahnya. Cowok itu menatap kedua orang di depannya bergantian. Damian yang memamerkan tampang innocent hendak beranjak terlebih dahulu. Namun, suara lain menghentikan pergerakannya.
"Savara?"
Sosok Kiandra sudah berdiri di belakang Savara. Cowok itu melambaikan tangan sembari tersenyum lebar. Savara dibuat mati kutu. Ia benar-benar merasa terjebak.
Sedangkan Damian malah menggaruk kepalanya, ikut bingung. Melirik Adrian yang raut mukanya sudah benar-benar tak bisa dikondisikan, Damian bergumam pelan, "Sinetron banget gak sih?" Cowok itu menggelengkan kepala. Prihatin dengan perannya saat ini. "Pemeran pembantu, numpang lewat dengan bayaran lima puluh ribu. Bagus Damian! Wajah ganteng, tapi nasib lo jelek banget."
Tak ingin terseret ke area cinta segitiga, Damian segera berlari dan berteriak, "Gue duluan! Bye!"
Anggaplah Damian kejam meninggalkan Savara yang sedang kesulitan, tapi ia juga harus menyelamatkan dirinya.
"Ra, kenapa telepon semalem gak diangkat?" pertanyaan Kiandra yang kini sudah berdiri di depannya membuat Savara tergagu. Ia melirik Adrian yang kini mendengkus dan membalikan badan.
"Ra? Savara?"
"Ah, i-iya." Savara menatap kakak kelasnya dengan senyum yang dipaksakan. "I-itu em ketiduran."
Bohong. Savara jelas sengaja mengabaikan telepon Kiandra. Ia ingin membuat jarak, tapi cowok itu terus berusaha mendekat. Savara ingin mengakhirinya, tapi ia merasa tidak enak mengatakan langsung.
"Istirahat nanti, mau ke kantin bareng?" tanya cowok itu membuat Savara menggigit bibir bawahnya.
"Ma-maaf, Kak. Gak bisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M (NOT) THE QUEEN ✔️
Ficção Adolescente(Pemenang dalam event #WWC2020) Aqueena Savara bukanlah seorang ratu selayaknya nama yang ia miliki. Kata sempurna begitu jauh dari jangkauannya. Baik di sekolah, maupun di rumah, ia tak pernah mampu menjadi yang nomor satu. Savara tidak pernah men...