Sebenarnya seperti apa kepercayaan yang selalu dianggung-agungkan itu?
***Keadaan di koridor saat jam istirahat sangat ramai. Savara keluar dari kantin dengan santai sambil memegangi dua buah buku. Kebetulan ia baru selesai makan dan hendak pergi ke perpustakaan. Bu Hema, guru sejarahnya sedang menghadiri seminar di sebuah perguruan tinggi sehingga hanya memberikan tugas. Laras dan Alicia sudah pasti menolak diajak pergi.
Tanpa diduga, beberapa siswa berlari dari arah berlawanan dan tanpa sengaja menubruknya. Alhasil Savara terdorong, berakhir dengan dirinya yang menabrak seseorang. Beruntung orang di belakanganya dapat menyeimbangkan diri dengan menahan tubuhnya. Saat menoleh, Savara membeliakkan mata mengetahui siapa orang tersebut.
"Nyaman ya?" ledek cowok itu membuat Savara tersadar dan segera menegakkan badan. Ia mendengkus, melakukan gerakan mengibaskan tangan seperti tengah membersihkan debu yang menempel.
"Enggak tuh." Savara kemudian bersedekap dada dan kembali berbicara, "Mending gue jatuh sekalian daripada ditolongin lo tuan Ardana Tirtayasa."
Ardan terkekeh. "Oh ya? Kenapa gue gak percaya?"
Tatapan cewek itu berubah dingin. "Lo kira setelah apa yang lo lakuin semua bakal tetep sama?"
Ardan menaikkan sebelah alis, sedangkan Savara kini menggelengkan kepala. "Lo salah. Gue atau mungkin cewek waras di luaran sana gak bakal bisa bertahan buat cinta sama cowok brengsek kayak lo," ucap Savara tajam, "asal lo tau. Selama lo gak ngerubah sikap lo, mungkin lo gak bakal bisa nemuin orang yang tulus. Kalaupun ada, dia bakal berpikir ribuan kali untuk bisa sama lo."
Cowok itu seperti ditampar keras dengan ucapan Savara, padahal selama ini dirinya tak pernah mendengarkan omongan orang yang menasihatinya. Mungkin karena untuk pertama kalinya Savara berani mengatakan hal tersebut. Biasanya ia memilih menghindar.
Savara yang hendak berbalik kembali menatapnya. "Oh ya satu lagi, gue gak sebucin itu. Jadi, berhenti berlagak seolah cuma lo satu-satunya cowok di dunia ini," tambah cewek itu lalu tersenyum miring sambil mengetuk dahinya. "Think smart, Dude!"
Setelah itu, Savara berlalu dengan rasa puas dalam dirinya karena berhasil memukul telak Ardan. Sebenarnya ia tak menduga bisa seberani itu tadi.
***Katanya ada banyak hal indah di dunia ini, gue pernah bermimpi suatu saat dapat mengalami hal itu. Namun, semua hanyalah suatu kebohongan yang ciptakan semata-mata untuk menghibur seorang pesakitan. Gue misalnya.
Dulu sewaktu kecil, mama pernah bilang, saat hujan turun gue harus berdoa dan meminta apa yang gue mau. Gue melakukannya karena menginginkan satu hal. Gak muluk-muluk, gue cuma ingin bahagia.
Satu hari terlewati, gue masih sabar. Mungkin seminggu lagi. Gue masih tetep sabar meski harapan tersebut gak kunjung terkabul, padahal udah melewati batas perkiraan. Hingga akhirnya satu bulan, dua bulan, satu tahun hingga bertahun-tahun gue gak pernah bisa merasakannya. Malah sebaliknya. Gue ngerasa kebahagiaan itu makin menjauh.
Mungkin saat itu ada mama yang nguatin. Hibur gue saat gue bertanya, kenapa gue kebahagiaan itu belum juga dateng? Sampai akhirnya keinginan gue kandas bersama mama yang perlahan gak bisa gue gapai.
Kadang gue bertanya-tanya, apakah mama benar-benar sibuk atau sengaja menghindar. Wajah gue yang katanya mirip sama papa mungkin ngingetin mama sama luka. Tapi, apakah mama tau kalau gue juga gak mau punya kemiripian dengan lelaki itu?
Semoga dugaan gue salah karena sampai detik ini, gue masih nunggu mama kembali, menjadikan gue yang pertama di antara banyak hal yang harus diprioritaskan.
Savara menutup bukunya beriringan dengan matanya yang terasa memanas. Menuangkan perasaannya sama saja dengan membangkitkan luka di hatinya. Namun, hanya ini yang Savara yakini- setidaknya dapat membuat apa yang memberatkan pundaknya sedikit berkurang.
Cewek itu mungkin memiliki Laras dan Alicia, ada juga Danish. Tapi untuk mempercayakan tentang kehidupannya, ia tidak bisa dengan mudah memutuskan. Mereka hanya manusia biasa yang mungkin saja sewaktu-waktu bisa ingkar.
Mendengar bel pergantian jam berbunyi, Savara menghembuskan nafasnya. Ia masih betah berdiam diri di perpustakaan. Sayangnya waktu begitu cepat berlalu.
Mendengar dering ponsel, ia segera mengangkat panggilan dari Alicia.
"Ra cepetan ke kelas! Pak Cahyo udah dateng. Katanya mau ulangan dadakan."
Seketika Savara berdiri dari duduknya, ia menatap beberapa buku yang dijadikan sumber untuk tugasnya tadi. Segera saja Savara menumpuknya hingga tak sadar menjatuhkan bukunya yang lain. Setelah menyimpan kembali ke rak, cewek itu segera mengambil buku tugasnya dan berlari keluar perpustakaan.
Savara tak menyadari bahwa setelah ini rahasia yang ia simpan rapat-rapat, bukan miliknya lagi.
***Cowok itu berjalan malas melewati rak yang berjejer tinggi. Keadaan perpustakaan yang hening cukup enak jika dipakai tidur. Sayangnya ia datang hanya untuk meminjam buku. Setelah mendapatkan apa yang dicarinya, ia mendudukkan diri di kursi. Memilih beberapa buku yang sekiranya sesuai digunakan untuk referensi tugasnya.
Merasakan menginjak sesuatu, ia menunduk. Matanya menyipit mendapati sebuah buku bersampul biru yang ia dapat duga bahwa itu sebuah diary.
Mengambilnya, ia membolak balikan benda itu dengan dahi mengernyit, menimang-nimang untuk melihat isi di dalamnya.
Belum bisa memutuskan, cowok itu akhirnya menyatukan dengan buku yang hendak ia pinjam kemudian bangkit menghampiri penjaga perpus untuk mendata.
"Makasih, Mbak Sandra yang cantik!" ujarnya membuat perempuan pertengahan dua puluhan itu tertawa sebelum kemudian menutup mulutnya. "Bisa aja kamu."
"Bisa dong, asal kalau telat gak bayar denda."
"Jadi ceritanya Mbak lagi disogok sama gombalan receh kamu ya?" Sandra yang merupakan petugas perpustakaan berpura-pura menampakkan raut sedih. "Pasti pacarnya banyak nih!"
Cowok itu hanya tertawa sebelum kemudian pamit. Memasuki kelas, ia mendudukkan diri di kursi paling belakang. Meski sudah disuruh pindah ke depan oleh hampir semua guru, ia tetap saja kembali ke tempat semula.
Sebenarnya cowok itu hendak mengerjakan tugas yang diberikan, tapi melihat buku yang ditemukan tadi membuat atensinya teralih. Ia mengambil diary tersebut, membuka lembar pertama.
Dunia dan segala kekejamannya.
Cowok itu mengernyitkan dahi, merasa aneh dengan satu kalimat pembuka yang tercantum. Ia sebenarnya bukan orang yang kepo seperti ini, tapi tiba-tiba saja penasaran dengan isi curhatan cewek.
"Aneh," gumamnya lanjut membuka lembar kedua. Ia belum sempat menemukan nama si pemilik, tapi saat terlintas ide dalam benaknya, cowok itu memutuskan terus membacanya secara berurutan, sesuai lembar halaman.
Ia kira, tidak penting mengetahui sang pemilik buku, toh tujuannya membaca hanya untuk menghibur diri. Dalam dugaannya ia akan menemukan banyak kalimat galau karena patah hati. Entah sebab perasaannya tak berbalas atau karena putus cinta.
"Oke, mari kita liat selebay apa nih cewek!"
Selamat membaca!
Semoga terhibur, hehe.Lanjut???
Salam hangat,
Pacarnya Jaehyun 😙
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M (NOT) THE QUEEN ✔️
Teen Fiction(Pemenang dalam event #WWC2020) Aqueena Savara bukanlah seorang ratu selayaknya nama yang ia miliki. Kata sempurna begitu jauh dari jangkauannya. Baik di sekolah, maupun di rumah, ia tak pernah mampu menjadi yang nomor satu. Savara tidak pernah men...