Bagian 23, Meledak

1.1K 227 192
                                    

Mari kita akhiri semuanya dengan indah.
***

Savara menerima ajakan Kian untuk makan di kantin. Ia sedang tidak ingin berdekatan dengan Laras. Lagipula cewek itu beberapa hari ini lebih banyak diam, bahkan ia tidak sengaja melihat Laras mengabaikan panggilan Ardan.

Penasaran, tapi Savara memilih tak acuh. Sekarang ia malah bingung bagaimana mengambil langkah ke depannya. Ia jelas tahu semua tidak akan berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

Savara menatap makanannya dengan tak semangat. Kiandra izin ke toilet dan belum juga kembali. Ia jadi merasa makan sendirian di kantin. Mengenaskan!

"Lo kalau jalan liat-liat dong!"

Savara seketika mengarahkan tatapan ke sumber suara. Didapatinya Nagita sedang memarahi seseorang yang ia kenali.

"Ma-maaf, Gi." Cewek itu menunduk takut.

"Maaf? Lo tuh hampir numpahin jus ke baju gue!"

Hanya hampir dan Nagita segitu marahnya. Melihat itu Savara menjadi kesal pada cewek di depan Nagita. Harusnya dia tidak memperlihatkan kelemahan dengan bersikap seperti itu atau Nagita semakin di atas angin.

"Lo tuh ya emang gak berguna!"

Savara hampir berdiri mendengar bentakan Nagita. Namun, seseorang terlebih dahulu berada di sana. Danish dengan gentle-nya menggenggam tangan cewek itu dan menatap tajam Nagita.

"Gue udah sering bilang, jangan bersikap seenaknya." Hanya itu, karena setelahnya Danish membawa cewek dengan raut wajah pucat itu pergi. Ada perasaan lega, tapi Savara tak bisa menyampingkan rasa kesalnya. Anindita Kayla tidak pernah berubah. Masih saja selemah dulu.

Savara bangkit dari duduknya, mengikuti langkah kedua manusia berbeda jenis kelamin itu. Biar saja jika Kiandra mencarinya, salah siapa tak kunjung kembali. Ia merasa sangat penasaran melihat bagaimana Danish tampak begitu melindungi Kayla.

Selama ini ia melewatkan banyak hal. Savara menutup telinga dengan keadaan sekitar. Termasuk tentang mantan sahabatnya itu.

Mereka berhenti di dekat ruang tata usaha. Danish berdiri di depan cewek itu dengan raut wajah tak enak. "Udah berapa kali gue bilang, lawan! Lo tuh bisa gak sih jangan perlihatin ketakutan lo?"

Kayla meremas jemarinya. Menunduk dalam.

"Sekarang kita gak sekelas lagi dan gue gak bisa bantuin lo. Kita juga udah jarang ketemu, jadi bisa gak sih lo berusaha bela diri lo?" Danish berbicara dengan nada kesal.

Savara tidak tahu kalau cewek itu sering diperlakukan tak baik. Ia baru ingat kalau Kayla dan Nagita merupakan teman sekelas.

"Maaf," ucap Kayla dengan nada bergetar, "maaf karena sering nyusahin lo."

"Bukan gitu, lo-"

"Nanti, kalau lo denger atau liat gue dikerjain, pura-pura aja gak tau apa pun," potong Kayla dengan mata berkaca-kaca.

"Bukan gitu Kay, gue cuma-"

"Udah Nish. Lagi pula lo gak ada kewajiban buat tolongin gue terus." Kayla berusaha tetap tersenyum sebelum kemudian melangkah pergi.

Danish sendiri kini memukuli kepalanya. "Bego!"

Savara yang melihat dari jarak tak terlalu jauh hanya bisa mematung. Seharusnya ia tidak mempedulikan cewek itu. Biarkan saja Kayla menderita seperti apa yang dialaminya dulu, tapi kenapa sesuatu dalam hatinya merasa tak terima mengetahui perlakuan Nagita?

"Lo perhatian banget ya sama dia," ucap Savara yang sudah berdiri di dekatnya.

Danish hanya menatapnya sekilas, beralih pada koridor kosong yang dilewati Kayla tadi. "Dia temen gue."

I'M (NOT) THE QUEEN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang