Tak ada yang bisa menebak, kapan seseorang akan berubah.
***"Lo deket sama Aqueena?"
Cowok yang sedang menyeruput teh kotak itu tersendak seketika. Ia tak menyangka akan mendapatkan pertanyaan seperti itu. Dengan raut yang dibuat sesantai mungkin, ia mengambil tisu yang disediakan di meja kantin dan mengeringkan dagunya.
Danish sedikit bersyukur karena dua sahabatnya tidak ikut. Jelas, sekarang masih jam pelajaran. Adrian yang memang murid panutan sudah pasti tidak mau diajak mabal, berbeda dengan Ardan yang lebih pendiam akhir-akhir ini dan memilih tidur di kelas karena guru matematikanya sedang sakit.
"Lo ngomong apaan sih? Masa gue deket sama dia," elaknya mengambil tisu lagi dan melipatnya sembarang.
Damian yang duduk di seberangnya bersedekap dada sembari memperhatikan tingkah sahabatnya yang aneh. Danish jelas sedang menyembunyikan kebenaran. Tangan cowok itu tak bisa diam, pula tatapannya yang mengarah ke bawah.
"Gak usah bohong deh! Pas abis pingsan waktu itu, gue denger obrolan kalian, akrab banget!" ucap Damian yakin. Sebenarnya ia ingin menanyakan dari beberapa hari lalu, hanya saja waktunya selalu tidak tepat. Kehadiran Ardana dan Adrian membuatnya berpikir ulang.
Tadinya Danish hendak kembali mengelak, tapi ia kembali mengatupkan bibir dan menatap Damian beberapa saat.
"Kenapa gak jawab?" tanya Damian mulai tak sabaran.
Danish menyeruput minumannya lagi sebelum membalas, "Kalau gue bilang iya, lo mau ikut gabung?"
Cowok itu tampak terkejut meski kemudian tertawa. Pantas saja Danish selalu diam saat dirinya dan yang lain menjahili Savara bahkan berkali-kali meminta mereka berhenti.
Damian menghentikan tawanya. Raut wajahnya kembali serius. "Apa yang buat lo mutusin berteman sama dia?"
Bungkam, hanya itu yang Danish lakukan. Ia tidak mungkin mengatakan kronologisnya.
"Gue gak bisa ceritain." Danish menatap sahabatnya yang menganggukkan kepala. Damian sepertinya tidak masalah dengan keengganannya. Ia malah memamerkan senyum membuat Danish curiga. "Mau ngapain lo? Jangan macem-macem atau gue gak bakal diem aja kali ini, Dam!"
Peringatan tersebut semakin menambah keyakinan Damian untuk menjalankan rencananya. Tenang saja, dirinya orang baik. "Gue udah tobat, jadi gak usah khawatir!"
Danish memicing tak percaya. Sedangkan Damian malah berdiri dari duduknya. "Mau ke mana lo?"
Cowok itu mengedikkan bahunya tak acuh kemudian berjalan keluar kantin, meninggalkan Danish yang tak tertarik mengikuti. Ia hendak kembali ke kelas ketika mendapati sosok yang tadi dibicarakan keluar dari kelas seorang diri.
Damian menunggu cewek itu mendekat. Ia segera menghalangi langkahnya hingga Savara berdecak.
"Minggir gak?"
Menggelengkan kepala, Damian malah mengikuti cewek di depannya yang melakukan gerakan untuk mengambil jalan lain.
"Damian! Lo gak ada kapoknya ya? Mau gue kun-"
Savara tak melanjutkan perkataannya, ia malah memandangi Damian yang melambaikan tangan ke arahnya dan mengatakan hal yang membuat rahangnya terasa akan jatuh. "Lo mau gak jadi temen gue?"
Mulut Savara terbuka lebar. Pasti jebakan, pikirnya.
"Gue gak lagi sandiwara, beneran deh!" Damian mengangkat dua jarinya membentuk huruf V. "Gue beneran udah tobat, kalau jail juga paling cuma ngejitak aja udah."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M (NOT) THE QUEEN ✔️
Teen Fiction(Pemenang dalam event #WWC2020) Aqueena Savara bukanlah seorang ratu selayaknya nama yang ia miliki. Kata sempurna begitu jauh dari jangkauannya. Baik di sekolah, maupun di rumah, ia tak pernah mampu menjadi yang nomor satu. Savara tidak pernah men...