Kamu hanya perlu membuka mata bahwa di dunia ini masih banyak yang peduli
***Savara berlari kecil melewati gerbang sekolah. Ia hampir terlambat karena gojek yang dipesannya tak kunjung datang. Savara mengembuskan nafas lega. Setidaknya ia lolos dari hukuman.
"Adrian!"
Langkah Savara terhenti mendengar panggilan tersebut. Ia refleks mengarahkan pandangan ke sumber suara. Didapatinya Adrian sedang berdiri di depan mading, disusul dengan kedatangan sosok berbandana merah yang tadi memanggilnya.
Mereka tampak asik membicarakan sesuatu hingga tertawa. Savara yang memang harus melewati mereka sempat ragu. Dengan langkah pelan ia berusaha tidak menarik perhatian cowok itu.
Namun, siapa sangka cewek di sebelah Adrian malah mundur hingga menabrak Savara yang berada di belakang keduanya.
"Eh sorry, gue gak sengaja," Cewek itu menatapnya penuh rasa bersalah.
Savara berdecak dalam hati, padahal hampir saja.
"Hm gak papa." Savara memaksakan senyum kemudian berjalan cepat meninggalkan mereka.
Langkah kaki di belakangnya tak membuat Savara tertarik. Tujuannya saat ini adalah menuju kelasnya yang berada di lantai dua. Savara sempat terkejut melihat Adrian yang berjalan mendahuluinya begitu saja.
Berhubung Savara fokus menatap punggung cowok itu sembari menaiki undakan tangga, ia malah tak mendaratkan kakinya dengan benar hingga hampir terjatuh kalau saja tak meraih sesuatu di dekatnya.
Adrian refleks berbalik merasakan tarikan pada lengannya, beruntung ia dapat menyeimbangkan diri sehingga tidak terhuyung ke belakang. Savara sendiri wajahnya sudah pucat saking terkejutnya. Satu tangannya memegangi pagar pembatas.
Cewek itu segera menegakkan badan, melirik Adrian sekilas sebelum menunduk. "S-sorry."
"Lain kali hati-hati," ucap Adrian dan berlalu. Savara merasa tidak suka mendengar nada dingin tersebut. Ia menyentuh kakinya yang terasa sakit, sepertinya keseleo. Savara berusaha melangkah, tapi sulit.
Hingga kemudian sebuah tangan terulur padanya. Savara mendongak, matanya membeliak. Kenyataan bahwa Adrian kembali membuat sesuatu dalam dadanya membuncah. Cowok itu masih peduli padanya.
Adrian menggerakkan tangannya, menunggu tak sabar. Dengan ragu, Savara menerima uluran tangan tersebut dan berdiri atas bantuan cowok itu.
"Mau ke UKS?" tanya Adrian yang ia balas dengan gelengan. Ruang kesehatan berada di lantai dasar dan letaknya dekat perpustakaan. Lebih jauh daripada jarak ke kelasnya. Rasanya Savara tidak sanggup berjalan lebih jauh lagi.
"Kelas aja," cicitnya saat Adrian menatap tepat ke matanya. Savara segera memalingkan muka dan meringis merasakan ngilu di pergelangan kakinya.
"Beb!"
"Queen!"
Teriakkan kedua cowok membuat mereka menoleh. Di belakang Danish dan Damian ada Ardan yang segera mundur dan memasuki kelas. Cowok itu cukup menepati janjinya untuk tidak menampakkan diri di depan Savara.
"Lo kenapa kok dipapah gini?" tanya Damian yang diangguki cowok di sebelahnya.
Melihat kehebohan keduanya, Adrian berdecak. "Kalian bisa diem dulu gak?"
Mereka mengangguk bersamaan. Damian dengan sigap berlari ke UKS untuk mengambil salep anti nyeri.
"Udah sampe sini aja," ucap Savara karena merasa tidak nyaman menjadi pusat perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M (NOT) THE QUEEN ✔️
Teen Fiction(Pemenang dalam event #WWC2020) Aqueena Savara bukanlah seorang ratu selayaknya nama yang ia miliki. Kata sempurna begitu jauh dari jangkauannya. Baik di sekolah, maupun di rumah, ia tak pernah mampu menjadi yang nomor satu. Savara tidak pernah men...