Bagian 16, Semakin Terbuka

979 213 143
                                    

Ada baiknya kamu memilih bersikap masa bodoh.
***

Dua manusia berjenis kelamin itu keluar dari bioskop. Mereka memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu sebelum kemudian pulang. Ardan memperhatikan cewek di seberangnya yang sedang makan dengan lahap. Cantik.

"Ras," panggilnya membuat cewek itu mendongkak. Laras menyelesaikan kunyahannya dan bertanya, "Apa?"

"Lo ... gimana ceritanya bisa deket sama Savara?"

Laras mengernyit, tak menyangka akan mendapatkan pertanyaan seperti itu. Ia berpikir dalam untuk mencari kalimat yang tepat. Tidak mungkin mengatakan yang sejujurnya kalau kedekatan mereka diawali dengan permohonan Savara atas ketakutannya menghadapi Ardan.

"Lo penasaran banget ya?" tanya cewek itu membuat Ardan terdiam. Perasaan bersalah yang berusaha ia buang dulu kembali muncul. Ia sampai bertanya-tanya, kenapa baru sekarang perkataan Savara terasa menamparnya? Kenapa pula dirinya harus memimpikan hal buruk tentang cewek itu?

"Kalau gue bilang iya, lo mau ngasih tau?" Laras balik melemparkan pertanyaan. Jujur saja, ada perasaan tak suka Ardan membahas hal tersebut saat mereka sedang pergi bersama.

Ah, sadar Ras! Lo ada di sini sama Ardan karena mau bantuin Savara!

Laras menarik kedua sudut bibirnya, menghilangkan perasaan tak nyaman dalam dadanya. "Gue ngerasa kita klop aja. Makanya bisa berteman sampai sekarang."

Ardan menganggukkan kepala, merasa kurang puas dengan jawaban cewek itu. "Dia pernah cerita tentang gue?"

Melihat Ardan yang masih tak berhenti membahas tentang Savara, ia menghembuskan nafasnya. Laras sepertinya tidak perlu berbohong untuk masalah itu. "Iya, dia bilang kalian sempet satu sekolah."

"Udah itu aja?"

Laras hanya balas berdehem dan menyeruput minumannya. Melihat Ardan hendak kembali bicara, ia segera menyela. "Lo ngajak gue jalan bukan buat nyari tau tentang Savara, '
kan?"

Cowok itu tampak terkejut dengan perkataan Laras. Ia menatap sosok di seberangnya yang memaksakan senyum. Seketika Ardan merutuki kebodohannya. Tidak seharusnya ia menanyakan cewek lain di depan cewek yang ia ajak jalan.

Salah kalau Laras menganggapnya seperti itu. Ia sungguh tidak bermaksud membahas Savara. Hanya saja Ardan tak bisa menahan rasa penasarannya tentang bagaimana seorang Savara bisa bermetamorfosa menjadi gadis yang begitu berbeda.

"Sorry, gue-"

"Gak papa," potong Laras lalu terkekeh, "tenang aja, gue tadi cuma bercanda." Lagipula gak seharusnya gue ngerasa gak nyaman kayak gini.
***

Savara berjalan menuju kelasnya sembari mendengarkan musik lewat earphone yang menyantol di telinganya. Ia berusaha menyemangati paginya dengan lagu-lagu ceria.

Saat hendak melewati ruang guru, seseorang keluar dari sana dan hampir menabraknya. Savara sempat kaget mendapati siapa orang tersebut.

Adrian balas menatapnya, tapi saat pandangan cowok itu beralih ke bawah, Savara refleks menyembunyikan tangannya yang dihiasi handband. Padahal bisa saja Adrian tidak bermaksud melihat ke arah sana.

"Nyembunyiin apa?" tanya cowok itu. Sialnya Savara malah tergagu.

"Eng-gak!"

Memicingkan mata, Adrian melangkah maju hingga Savara seketika mundur. "Ma-mau nga-ngapain lo?"

"Gue pernah liat sesuatu dan sekarang gue penasaran," ucap cowok itu menatapnya intens. Savara segera membuang muka. Entah kenapa tatapan Adrian terasa meledakkan dadanya. "Gue cuma mau mastiin sesuatu."

I'M (NOT) THE QUEEN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang