Jangan membenci seseorang terlalu lama. Kamu hanya akan menderita sendirian.
***"Queen!"
Savara baru akan memasuki kelas setelah membuang bekas minumannya. Ia menoleh mendengar seseorang memanggilnya. Namun, bukan satu orang yang didapati melainkam dua.
Savara menghentikan langkah, menunggu Damian yang kini berjalan cepat ke arahnya. Di belakangnya ada Adrian yang mengikuti dengan enggan.
"Nanti sore sibuk?" tanya cowok itu yang ia balas dengan gelengan kepala. Savara biasanya menghabiskan waktu sendirian di rumah, kadang memasak seadanya sembari menunggu sang mama pulang.
"Mau ngajak jalan?" Savara tidak sadar dengan perubahan raut Adrian. Ia terlanjur senang kalau ada yang mengajaknya melewati hari untuk melupakan kesepiannya.
"Lo bisa datang ke gedung Teater? Entar gue kasih alamatnya."
"Mau ada pentas?" tanya Savara. Cowok itu mengangguk cepat.
"Lo tampil gak? Kalau iya gue dateng." Savara hanya berniat menggoda karena walaupun Damian tidak naik panggung, ia akan tetap datang.
"Iyalah!" timpal Damian memegang kerah bajunya dan tersenyum bangga. "Jangan kaget pas liat gue entar."
Savara tertawa dengan tingkah Damian yang begitu percaya diri. Keduanya seolah tak sadar Adrian yang tampak sebal karena merasa diabaikan.
"Gue duluan!" ucap Adrian berjalan menuju koperasi. Menunggu mereka selesai bercerita hanya membuat kakinya pegal.
"Dri tungguin kenapa sih?" teriak Damian, tapi cowok itu tak menoleh sama sekali.
"Dia ... marah?" Savara merasa takut. Salahkan saja dirinya yang terus berbicara dengan Damian tanpa menyapanya tadi.
Damian menggeleng. "Enggak. Drian emang gitu, paling gak suka nunggu lama. Gue duluan deh jangan lupa entar sore jam empat!"
"Oke!" Savara menyatukan ujug jari jempol dan teluunjuknya. "Eh, tapi gue boleh ajak Cia sama Laras?"
"Tentu. Apa sih yang enggak buat elo!" Damian tersenyum lebar kemudian berlari kecil untuk mengejar Adrian yang sudah menghilang.
***Katakan kalau mengajak kedua sahabatnya ke gedung teater milik papa Damian adalah kesalahan. Savara seharusnya tidak merasa menyesal, tapi melihat kecanggungan Ardana dan Laras jelas membuatnya merasa sangat bersalah. Savara bahkan beberapa kali mendapati Ardan mencuri pandang ke arah sahabatnya.
Seharusnya ia menanyakan terlebih dahulu pada Damian siapa saja yang biasa datang. Kalau sudah begini Savara tidak bisa berbuat apa-apa.
Savara mengarahkan tatapan ke sekitar, hanya Adrian yang belum tampak. Apa dia tidak akan datang? Mengingat cowok itu lumayan sibuk dengan kegiatan organisasinya.
Hingga lima menit kemudian sosok yang dicarinya memasuki gedung masih dengan mengenakan seragam sekolahnya.
"Katanya gak bisa dateng," ucap Danish.
Cowok itu hanya mengedikkan bahu dan duduk di sebelah Savara yang kebetulan kosong.
"Dari sekolah langsung ke sini?" tanya Savara berusaha membuka percakapan. Adrian yang sedang membalas chat grup menoleh.
Ia menatapnya beberapa saat sebelum kemudian mengangguk. Savara memperhatikan cowok di sampingnya dan kembali bertanya-tanya dalam hati mengenai perubahan sikap Adrian.
Pencahaayaan tiba-tiba meredup. Pentas akan segera dimulai. Savara segera memposisikan duduknya senyaman mungkin.
Sejak tirai terbuka, selama itu pula Savara tak mampu mengalihkan pandangan melihat betapa memukaunya seorang Damian. Bahkan decakkan kagum tak henti keluar dari bibirnya. Lagi-lagi Savara tak sadar dengan sosok di dekatnya yang hanya bisa mendengar banyaknya pujian yang ia lontarkan terhadap Damian.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M (NOT) THE QUEEN ✔️
Ficção Adolescente(Pemenang dalam event #WWC2020) Aqueena Savara bukanlah seorang ratu selayaknya nama yang ia miliki. Kata sempurna begitu jauh dari jangkauannya. Baik di sekolah, maupun di rumah, ia tak pernah mampu menjadi yang nomor satu. Savara tidak pernah men...