Mereka tak perlu tahu seberapa dalam luka yang kau rasa
***Suasana perpustakaan begitu hening. Cewek itu duduk dengan anteng dan fokus membaca novel di tangannya. Terlihat aneh sebenarnya salah satu dayang dari seorang Larasati terlihat berada di perpustakaan. Namun, itulah Savara.
Mereka tak tahu bahwa sebenarnya Savara tidak suka keramaian. Ia selalu merasa pusing dan ingin marah-marah jika mendengar suara bising di sekitarnya. Makanya, mengetahui guru Bahasa Inggrianya tidak bisa masuk dan hanya memberikan tugas, Savara memilih pergi ke perpustakaan. Sedangkan kedua temannya? Mereka memilih berdiam diri di kelas sambil bergosip ria.
Sejak dulu, membaca memang hobi Savara. Ia bahkan kerap kali meminjam novel daripada buku pelajaran. Namun, setelah peristiwa itu terjadi, ia mulai mengurangi aktivitasnya.
"Waw, amazing!"
Suara seseorang membuat atensinya teralih. Savara menoleh kemudian mendengkus kecil, kembali melanjutkan kegiatannya. Sedangkan seseorang yang tadi berbicara kini mendekat dan menyandarkan pinggang ke meja, menghadap ke arahnya.
"Gue kira salah liat," ucapanya lagi. Melihat Savara di perpustakaan seperti sebuah kemustahilan baginya.
"Lo salah minum obat? Kemapa bisa nyasar ke sini?" pertanyaan cowok itu terdengar seperti sebuah ledekkan. Savara yang awalnya berniat abai jadi terpancing.
"Bisa diem gak?" jengkelnya. Fokusnya kini terganggu.
"Enggak."
Jawaban singkat tersebut membuat Savara memutar bola matanya. Mengabaikan cowok itu, ia berdiri menuju rak buku untuk menyimpan novelnya. Sebelum berlalu Savara melemparkan tatapan penuh kebencian. "Berhenti ganggu gue, Adrian Akbar!"
Savara keluar dari perpustakaan dengan perasaan dongkol. Seharusnya ia bisa memprediksi kalau dirinya akan bertemu dengan sahabat Ardana yang satu itu. Hh, perpustakaan sepertinya bukan tempat yang nyaman lagi untuknya.
Selain untuk mencari ketenangan, Savara menjadikan perpustakaan sebagai tempat untuk menghindari teman-temannya. Ia tak suka bergosip dan membicarakan banyak hal hingga terkadang tak ada lagi rahasia yang ditutupi.
Baginya dekat dan akrab dengan banyak orang bukan hal yang baik. Tidak ada yang tahu, siapa yang benar-benar bisa menjaga rahasia. Perjalanan hidup mengajarkannya untuk tidak bersikap gegabah.
"Que- Savara!"
Suara tak asing menghentikan langkahnya. Savara berbalik, tatapannya berubah dingin mendapati siapa yang berjalan ke arahnya. Berbeda halnya dengan cewek itu yang tampak takut-takut menghampirinya.
"Ada ap-" Savara tak melanjutkan ucapannya saat Kayla menyodorkan sebuah buku bersampul biru. Matanya membeliak, ia segera mengambil buku tersebut.
"Ta-tadi lo ninggalin itu di perpustakaan," ucapnya tergagu. Raut takut cewek itu membuatnya berdecak. Anindita Kayla tak pernah berubah, masih saja menjadi sosok lemah.
"Thank's." Savara kemudian berbalik meninggalkan Kayla yang mengangguk.
Menatap bukunya, Savara menghembuskan nafas lega. Lagi-lagi dirinya bersikap ceroboh. Savara tidak tahu akan bagaimana jadinya jika ada orang tak bertanggungjawab mengambil bukunya.
Savara memasuki kelas dan berjalan ke arah kursinya yang terletak di banjaran paling belakang. Ia membuka LKS-nya untuk mengerjakan tugas, tapi kedatangan Larasati membuatnya mengalihkan atensi.
"Tadi anak-anak pada nanyain, kenapa lo gak pernah ikut kumpul," ujar Laras dengan nada dingin. Mungkin merasa jengah dengan dirinya yang terus menghindari orang-orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M (NOT) THE QUEEN ✔️
Teen Fiction(Pemenang dalam event #WWC2020) Aqueena Savara bukanlah seorang ratu selayaknya nama yang ia miliki. Kata sempurna begitu jauh dari jangkauannya. Baik di sekolah, maupun di rumah, ia tak pernah mampu menjadi yang nomor satu. Savara tidak pernah men...