Bab 32.

1K 99 4
                                    

          "Nilai seorang lelaki itu tidak terletak pada wajahnya, tapi caranya menghormati kehormatan wanita"

           ---

   Dora terdiam memandangi jalanan di depannya. Dulu jalanan ini pernah familiar untuknya. Tapi diperpisahan mereka, Dora menolak melewati jalan ini.

    Dia pasti mencari jalan lain meski dengan resiko lebih jauh bahkan lebih macet. Karna jalanan ini punya kenangan untuknya.

   Bagaimana saat dia mengejar-ngejar Athar, main ke rumah pria itu. Bahkan mengantarkan Athar pulang usai kencan mereka.

    Dora melirik pria di sampingnya yang tatapannya lurus ke depan namun menggenggam hangat tangannya. Bibirnya mengulas senyum begitu mendapati kehangatan dari tangan yang melingkupinya.

    Jika dulu Athar tak terlalu suka kontak fisik dengannya, sekarang pria itu tak segan untuk menggenggam tangannya.

   Rahang kokoh dan hidungnya yang mancung selalu menarik perhatiannya. Tak ketinggalan alisnya yang tebal. Kalau mengernyit kedua alisnya seakan menyatu.

"Kenapa? Haus?" sepasang mata teduh itu menyorotinya. Dora sempat gelagapan ketahuan memandangi Athar dari samping.

"Boleh," singkatnya menerima botol minum yang telah dibuka segelnya.

    Mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah Athar usai syukuran pernikahan mereka. Keduanya sudah sepakat untuk tinggal di runah keluarga Athar.

    Tidak berapa lama kemudian, mobil yang dikemudikan sepupu Athar berhenti. Athar membuka pintu dan keluar lebih dulu sebelum meraih tangan Dora.

   Perlahan matanya memandangi sekeliling. Rumah ini tidak banyak berubah sejak dulu. Hanya saja semakin asri dengan pohon jambu dan mangga yang sudah semakin tinggi.

    Kios sembako dulunya sudah diubah menjadi tempat garasi. Yang kata Aisyah dulu tidak ada yang menjaganya lagi makanya di tutup.

    Well, Dora juga baru tau kalau suaminya sudah berstatus PNS sejak dua tahun lalu. Disusul Aisyah yang bekerja di perusahaan multinasional sebelum menikah dan resign.

   Annisah sendiri selain kuliah mengajar di sebuah lembaga bimbingan belajar terkenal di kota mereka. Tidak mengherankan mengingat keluarga mereka punya kecerdasan di atas rata-rata.

"Ayo masuk nak," tante Mia, istri om Ham langsung menyambut mereka dan menggandeng Dora memasuki rumah.

     Setelah berbasa-basi sama keluarga, kedua pengantin itu disarankan membersihkan diri lantaran sudah larut malam.

   Dora mendudukkan dirinya di ranjang berseprei coklat muda itu dan memandangi Athar yang sibuk sejak tadi. Mengangkat koper dan meletakkan handbag Dora di atas meja belajarnya dan meletakkan sepatunya di rak sepatu dalam kamar Athar.

   See,suaminya memang serapi itu. Hidupnya tertata. Beda sama Dora yang terkadang melemparkan tasnya asal ke dalam lemari dan berakhir diomelin Mama. "Dek, beli tasnya itu pake duit bukan daon." gitu kata Mama setiap Dora acuh pada barang-barangnya.

    
   Athar membuka lemari dan menarik handuk biru muda dari sana sebelum berbalik dan menyerahkannya pada Dora.
"Nggak usah mandi cukup bersih-bersih aja."

"Gerah." jawab Dora yang sudah ingin mandi sejak tadi. Namun tertahan lantaran beramah tamah dengan keluarga.

"Kalau gitu sebentar," Athar sudah beranjak membuka pintu sebelum dihentikan Dora.

Terjalin kembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang