Bab 25.

678 69 8
                                    

          "Siklus hidup terus berputar. Berjalan sesuai kehendak-Nya. Sebagaimana semestinya semesta bekerja."
            ---

 

          ---

   

      Siklus hidup ya seperti ini. Ada yang pergi ada yang datang. Ada sedih ada yang tertawa. Tak perlu dipikirkan terlalu jauh dijalani saja sesuai porsinya.

   Hari ini Bella mengadakan lamaran resmi yang digelar hanya untuk keluarga dekat saja. Meski baru lamaran suasana sakral sangat terasa.

   Tak perlu ada iri lagi, dia percaya gilirannya akan tiba. Bukankah siklus hidup begitu? Dengan manusia yang diciptkan berpasang-pasangan.

   Melihat kebahagian sahabatnya Dora berdoa semoga gilirannya yang berada di posisi ini. Dilamar seseorang untuk dijadikan teman hidup.

  Meski harus menunggu sedikit terlambat dari yang lain, Dora tidak masalah asal dia menemukan orang yang tepat.

"Step by step terlalui. Selamat ya," Dora memeluk Bella seusai acara.

   Seperti biasa Dora tidak tahan untuk tidak ikut eksis di momen bahagia sahabatnya itu. Photographer yang disewa Rumi sudah mereka seret untuk menjepret pose-pose konyol mereka.

"Mama laper," Kafka menghentikan kegilaan Mama dan sahabatnya dengan rengekannya.

   Tanpa disadari para suami menghembuskan nafas lega akhirnya mereka menyudahi kekonyolan itu. Tak habis pikir karna tidak ada capeknya mereka menampilkan berbagai ekspresi di depan kamera. Mereka aja yang menonton capek sendiri.

"Aku juga,Bun." Dannis ikut merengek.

"Ya,Udah sini sama tante aja." Sameera menggiring kedua bocah tersebut sedang Ara sudah memangku anaknya yang sudah merengek sejak tadi.

     ---

   Dora mengecek cabang gerainya. Memastikan semua aman dan terkendali seperti biasa. Melihat team kewalahan, Dora memutuskan memasuki dapur.

   Dibanding dua cabang lainnya, cabang luar kota ini hanya secara berkala didatanginya. Tapi bukan berarti jarang. Dora ikut terjun langsung seperti untuk urusan resep dan bahan yang digunakan.

   Sehabis ashar, saat memasuki mobilnya seseorang yang familiar lewat mengenderai motor besarnya.

   Dora sampai terdiam di tempat. Meski memakai helm fullface,tapi Dora yakin sekali kalau orang tersebut adalah orang yang dikenalnya. Hafal sekali dengan postur tubuhnya.

"Mbak, nggak pa-pa?" tanya petugas keamanan melihat Dora terbengong di dekat mobilnya.

   Dora tersadar dan tersenyum sebelum menggeleng "Nggak pa-pa kok,pak. Tadi teman saya lewat. Makasih ya pak. Mari!" Dora membuka pintu mobil dan menekan klakson sebelum berlalu.

   Sepanjang sore itu di tengah kemacetan lalu lintas, Dora melaluinya sambil melamun. Hampir dua tahun berlalu ternyata.

     ---

"Ma, kalau semisal jodoh adek terlambat datangnya dari yang lain nggak pa-pa?" tanya Dora yang malam ini sedang bergelung dipangkuan sang ibu. Bermanja-manja.

"Mama sama Papa nggak pernah minta kalian cepat-cepat nikah kalau belum siap. Kami percaya kalau sudah waktunya ya akan datang sendirinya."

   Mama benar. Selama ini sebagai orang tua tak pernah mengekang dan menekan keingannya. Mereka membebaskan pilihan sang anak. Hanya memberi masukan dan bagaimana ke depannya.

   Sebagai anak Doddy Harahap, maka Dora tak ragu kalau dia sangat bahagia dilahirkan dalam keluarga ini. Berkecukupan sejak lahir dan orang tua yang pengertian. Maka nikmat Tuhanmu mana lagi yang kamu dustakan?

"Tak perlu berkecil hati kalau jodoh adek belum datang. Mungkin kalian masih sama-sama memantaskan diri untuk bertemu."

"Mama benar. Adek mungkin masih harus belajar lagi buat jadi istri,"

"Nah, itu tau. Belajar dan memantaskan diri itu penting sebelum adek memulai hidup bersama orang lain."

"Tapi perlu adek ketahui Mama sama Papa sangat bangga dengan perubahan adek. Semoga istiqomah ya nak." Yunita mencium kening anaknya dengan sayang.

   Sekalipun sering berdebat tapi Dora tau Yunita sangat menyayanginya. Ya iyalah cuma dia putri satu-satunya.

"Mulai belajar masak lagi ya nak," yang diiyakan Dora tanpa banyak mikir.

     Sudah seharusnya begitu kan? Kejadian yang sudah-sudah mengajarkannya kalau dia masih harus banyak belajar. Terlebih untuk keputusan barunya.

    ---

    Sehabis ikut kajian bersama Ara, keduanya menyempatkan diri makan bersama di Teman duduk. 

"Kemaren gue liat Athar," Dora membuka suara begitu keduanya menunggu pesanan tiba.

"Dimana?"

"Di gerai two,"

"Bukannya itu nggak jauh dari rumahnya?" Dora mengganggukkan kepalanya. "Terus?" kejar Ara.

"Nggak gimana-gimana. Dia nggak liat gue soalnya di atas motor. Pulang kerja kayaknya," mengingat pria yang dilihatnya itu masih memakai seragam dinasnya.

"Kamu masih mengharapkan dia?" tanya Ara hati-hati pasalnya setelah sekian lama ini pertama Dora membahasa Athar.

   Dora mendesah pelan dan menatap Ara yang menunggu jawabannya. "Dibilang mengharapkan nggak lagi. Tapi kalau  kamu nanya perasaanku, ya, aku masih cinta dia."

   Selama ini Dora tidak pernah mau segamblang itu mengungkapkan perasaannya. Pun dengan keluarganya. Karna dia tau sama sepertinya, keluarganya juga masih menaruh harap atas Athar.

"Gue juga nggak ngerti masih terus mencintai dia sampe sekarang," lirih Dora terlihat hopless sekali.

"Kamu yang tau jawabnya. Tapi kita sebagai sahabat mengakui dia orangnya baik dan tulus. Yang nggak pernah macam-macam sekalipun dia punya kesempatan untuk itu."

   Ara benar. Selama ini Athar selalu menjaganya. Memastikan kenyamannya dibalik sikap diamnya.

   Sabar menghadapi segala tingkah absurd dan manjanya. Bahkan pernah pria itu sudah kelelahan pulang kerja dikarenakan lembur namun tetap menemuinya lantaran seharian Dora merajuk dikarenakan makan siang mereka yang batal.

"Aku pernah ngetes dia dengan you know lah,"

"Reaksinya?"

"Dia cuma bilang gini aku juga pria normal jadi mari kita saling menjaga batasan. Aku nggak mau nyakitin kamu." Dora tersenyum mengingat kejahilannya yang entah ide darimana memeluk Athar yang sedang berdiri di depan lemarinya.

"Sejak pertama kenal dia aku nggak meragukan dia orang baik sih," lihat. Bahkan Ara sekalipun mengakui itu.

"Aku bodoh ya lepasin dia?" tanpa sadar Dora melirihkannya namun masih bisa didengar Ara.

"Nggak juga. Salahnya dia tidak memberi kepastian. Dan salahmu tidak mau bersabar. Pada intinya kalian sama-sama salah." bijak Ara tanpa menghakimi sama sekali.

"Aku selalu percaya apa yang telah digariskan untuk kita akan balik lagi ke kita sekalipun ada halangan di depannya."

"Minta pada pemilik hidup agar di jodohkam dengannya yang berbudi luhur dan takut pada-Nya."

     Sekalipun terkenal blak-blakan tapi berbagi bersama Ara selalu membuat perasaannya lebih ringan.

"Meski masih mengharapkan dia tapi jangan menutup hati untuk lelaki baik yang datang." yang berat hati diangguki Dora

                         

*Senin, 05 Oktober 2020/Rabu, 09 Juni 2021.

Terjalin kembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang