Athar Prayoga Nasution.

894 57 7
                                    

Athar POV

   

      Dora Ayudia, pertama kali aku mengenalnya aku pikir dia gadis arogan nan manja. Tidak salah aku berpikiran begitu mengingat dia merupakan putri satu-satunya Grup Harahap yang sudah punya nama sejak bertahun-tahun lalu. Dan penilaian ku itu didasarkan sikapnya yang terkesan judes saat datang ke kantor.

   Saat itu Dora datang untuk mengurus KTP-nya yang hilang. Kebetulan rekanku yang bertugas siang itu sedang keluar dan ku gantikan.

   Awalnya dia terdengar basi-basi dengan pertanyaan-pertanyaan remeh. Aku yang merasa tidak nyaman lantas menjawab seadanya. Tidak ku sangka dia meradang mendengar jawabanku. Aku ingat betul apa yang dia sampaikan saat itu. Lo emang sopan tapi kurang ajar. Aku memilih mengabaikan rasa kesalnya dengan menutup mulut. Membiarkannya mengoceh sesukanya.

    Sejak itu dia sering merecoki ku. Aku yang tidak nyaman jadi pusat perhatian di kantor dikarenakan reputasinya yang mentereng memilih mendatanginya tiap makan siang.

   Awalnya aku tidak peduli dengan bisik-bisik di sekelilingku. Namun makin hari makin mengganggu rasanya. Maka ku putuskan untuk mengikuti kemauannya.

   Karna kalau tidak,selama aku nggak datang dia nggak akan diam dan akan terus merongrong ku tanpa henti. Jadi ku putuskan mendatanginya. Yang jadi awal mula kedekatan kami selanjutnya.

    Disitu aku menyadari kalau penilaian awal terhadapnya salah besar. Meski terkesan manja dan arogan ternyata itu hanya pembawaan dirinya saja. Aslinya Dora mandiri dan baik dibalik sikap manjanya.

   Kalau dipikir ulang, aku juga bingung kapan tepatnya jatuh cinta pada Dora. Semua terjadi begitu saja. Tau-tau aku sudah nyaman bersamanya.

   Aku yang nggak pernah dekat dengan perempuan sebelumnya justru memintanya menjadi pacarku. Awalnya memang rasanya aneh begitu punya pacar apalagi di tengah kondisiku yang mengharuskan ku jadi tulang punggung keluarga sekaligus orang tua bagi kedua adikku.

    Melihat bagaimana manjanya Dora aku bahkan tidak menyangka dia sepengertian itu akan kondisiku. Bahkan tidak pernah protes walau aku sibuk kerja dan tidak ada waktu untuknya. Meski sesekali ngambek tapi cuma sebatas itu.

    Tanpa aku sadari seiring waktu kebersamaan kami perasaanku semakin besar untuknya. Dora yang kelihatan manja dan sesukanya ternyata bisa dekat dengan kedua adikku bahkan bisa merangkul mereka. Malah kedua adikku sudah menganggapnya bagai kakak sendiri.

   Membuatku sadar tidak ingin jauh darinya. Bahkan aku ingin dia selalu ada di dekatku. Tapi lebih dulu hubungan kami harus di sahkan agar aku selalu bisa bersamanya. Meski aku sadar diri akan kondisiku. Masih ada adik yang harus ku nafkahi.

   Pembahasan mengenai pernikahan sering di singgungnya. Namun aku bergeming. Bukan karna tak ingin menikahinya tapi aku bingung menjelaskan kondisiku.

  Bagaimana bisa aku membawa gadis yang kucintai hidup susah. Sementara dia sejak lahir hidup berkecukupan. Bagaimana bisa aku egois seperti itu?

   Aku menyayanginya bahkan teramat menyayanginya. Hingga tidak tega membawanya ikut menanggung semua beban ku. Meski aku tau dia tidak keberatan dengan semua itu. Tapi aku yang keberatan dan tidak rela.

  Alhasil setiap membahas pernikahan aku selalu diam. Tak mampu mengungkapkan alasanku. Karna aku tau sekali aku ungkapkan maka Dora akan punya sejuta alasan dan aku akan mengikuti kemauannya. Seperti biasa.

   Aku pikir Dora akan mengerti akan sikap diam aku. Faham alasanku. Namun perkiraan ku salah. Hingga akhirnya dia berpikir aku tidak ingin menikah dengannya. Dan berakhir lelah dengan segala pertengkaran yang terjadi di antara kami.

Terjalin kembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang