9. Sang Penyelamat

5.3K 591 28
                                    

09. Sang Penyelamat

"Dan hari ini, semua pikiran buruk tentangmu telah lenyap berganti rasa aneh yang aku sendiri tidak tau artinya,"-Dara Renata Fransiska.

***

Seperti apa yang di katakan Dara tadi saat di sekolah. Sore ini Angkasa mendatangi kediaman Arya untuk mengajari Dara.

Gerakan tangan Angkasa yang ingin mengetuk pintu terhenti saat mendengar suara benda jatuh dan tangisan seseorang. Spontan dia membuka pintu utama tersebut dan mencari sumber suara itu.

"Dara!" Angkasa berjalan secepat mungkin untuk melindungi tubuh cewek itu saat Arsy ingin melukainya dengan pecahan gelas.

Dara tidak baik-baik saja, kening dan lengannya sudah berdarah. Mungkin Arsy penyebabnya.

"Tante, stop!" Angkasa melepas jaketnya untuk menutupi seluruh tubuh Dara dan memeluk cewek itu erat-erat.

Arsy menggila, dia gencar ingin kembali melukai Dara dengan mencari celah di mana tubuh gadis itu yang tak terlindungi.

"TANTE!" Angkasa berteriak keras saat Arsy berhasil melukai leher belakang Dara.

Tak ada cara lain, Angkasa mendorong wanita itu dan segera membawa Dara untuk menjauh dari sana. Saat menaiki lantai dua, Angkasa terkejut melihat beberapa orang yang Angkasa yakini adalah pelayan rumah ini.

"Kenapa kalian diam aja saat Dara di perlakuin kayak gini?!" marah Angkasa pada keempat wanita itu.

Keempat wanita itu hanya menundukkan kepala mereka. Jujur, mereka ingin membantu Dara. Tapi Arsy mengancam akan memecat mereka jika mereka membantu Dara. Dan mereka tidak punya pilihan lain selain diam.

Angkasa mengabaikan keempat wanita itu saat dia melihat Arsy mengikutinya. Matanya berusaha mencari kira-kira di mana letak kamar Dara.

"Kamar lo yang mana?" tanya Angkasa kepada Dara yang kini tingkat kesadarannya kian menipis.

Dengan sisa tenaga yang dia punya, Dara menunjuk kamarnya yang terletak di samping kamar utama orang tuanya.

Angkasa melangkah cepat memasuki kamar itu, setelah mendudukkan Dara di sofa, Angkasa secepat mungkin mengunci pintu agar Arsy tidak bisa masuk.

"Ra?" Angkasa menepuk pelan pipi Dara agar cewek itu membuka matanya kembali.

Saat Dara tak kunjung membuka matanya, Angkasa mencoba untuk tidak panik. Matanya berusaha mencar di mana letak kotak P3K, saat sudah mengetahui letaknya, dengan cekatan Angkasa mengambil kotak tersebut.

"Dara?" Angkasa masih berusaha membangunkan cewek itu yang tengah pingsan.

Dengan tangan sedikit gemeter setelah melihat insiden tadi, Angkasa berusaha menghentikan darah yang terus mengalir dari kening dan lengan cewek itu dengan perban. Angkasa beralih memeluk Dara dan menyingkirkan rambut cewek itu agar dia bisa mengobati luka yang ada di tengkuknya.

"Om Arya," Angkasa langsung menggeser lingkaran hijau saat pria itu meneleponnya.

"Angkasa, kamu sudah di rumah Om, belum? Om gak tau kenapa tiba-tiba Om ngerasa gelisah sekarang. Dara baik-baik aja, kan?" Arya mulai memberi Angkasa pertanyaan bertubi-tubi saat itu juga.

Angkasa memandang Dara sejenak, "D-Dara ... Tante Arsy ...." Angkasa tidak tahu bagaimana mengatakannya kepada pria itu.

"Sial!" Di seberang sana, Arya mengumpat kesal. Dia spontan memukul meja kerjanya saat tahu apa yang Angkasa maksud. "Tolong kamu jagain Dara, ya. Om pulang sekarang,"

"Iya, Om."

Setelah panggilan terputus, Angkasa kembali menatap wajah Dara. "Apa lo kayak gini tiap hari, Ra?" tanya Angkasa yang tentu tak akan mendapat balasan dari cewek itu.

Angkasa lalu membuka tutup minyak kayu putih untuk di dekatkan ke hidung Dara. Beberapa menit kemudian, bibir pucat Dara mengeluarkan rintihan pelan.

"A-Angka?" Dara berusaha untuk tidak menangis saat rasa sakit di sekujur tubuhnya terasa. Dia tidak ingin terlihat lemah di depan orang lain.

"Lo gak aduin ini ke Papa gue, kan?" tanya Dara pelan.

"Gue udah bilang sama Om Arya," ucap Angkasa tenang.

"KENAPA LO BILANGIN?!" tanya Dara lalu memukul cowok itu. "KALAU ORANG TUA GUE BERANTEM LAGI GIMANA?!"

Dara menangis detik itu juga. Bukan menangis karena sakit pada lukanya, tapi menangis saat membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya jika papanya tahu kejadian ini.

Dara sedang berusaha memahami Arsy. Dia selalu diam saat Arsy memarahinya karena dia tahu, itu cara Arsy memberikan rasa sayang kepadanya. Bukankah jika orang marah itu tandanya sayang? Jadi, tidak apa, Dara suka setiap kali Arsy marah kepadanya karena itu bentuk kasih sayang wanita itu untuknya.

Namun jika Arya tahu hal itu, maka pria itu akan marah besar dan memarahi Arsy habis-habisan. Dara tidak suka hal itu.

"H-harusnya lo rahasiain ini dari Papa," tangis Dara makin pecah seiring dengan pikiran buruk bersarang di kepalanya.

Angkasa terdiam menyaksikan cewek itu menangis. Dia heran kenapa cewek itu menangis sebab tahu jika dia mengatakan yang sebenarnya kepada papanya, harusnya dia senang, kan?

Melihat itu, Angkasa jadi penasaran dengan kehidupan seorang Dara Renata Fransiska ini.








----------------------------to be continued, baby KaRa

ANGKASADARA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang