10. Si Cantik Kesayangan Angkasa
"Mungkin benar apa kata orang jika cinta itu datang karena terbiasa,"-Angkasa Frederick.
***
Dua bulan berlalu begitu saja meninggalkan kenangan indah yang tak kan pernah bisa di lupakan. Selama dua bulan terakhir, Angkasa dan Dara sering terlihat jalan berdua. Bahkan tak jarang Angkasa menemani Dara ke tempat pemotretan.
Seperti saat ini, keduanya sedang berada di ruangan pemotretan tempat Dara bekerja. Selebgram cantik itu mulai melakukan pekerjaannya. Sedangkan Angkasa, dia hanya fokus memandangi wajah cantik cewek itu.
"Oke, cut! Bagus sekali Dara. Sekarang kamu istirahat dulu sebelum kita lanjut,"
Dara mengangguk lalu meletakkan skincare yang akan dia iklankan itu sebelum menghampiri Angkasa yang senantiasa menunggunya.
"Masih lama?" tanya Angkasa seraya menyeka keringat di dahi Dara.
"Kenapa? Lo mau pulang?" Dara balik bertanya.
Angkasa menggelengkan kepalanya. "Lo gak lupa kalau hari ini kita harus belajar, kan? Inget, tiga bulan lagi kita UAS,"
"Astaga, masih tiga bulan lagi, Angkasa.." Dara berdecak pelan karena lelah menghadapi Angkasa yang gila belajar itu. Tapi ada untungnya juga, semenjak belajar bersama Angkasa nilai Dara mengalami perubahan. Seperti nilai UAS beberapa bulan yang lalu.
"Katanya mau jadi anak pinter," cibir Angkasa.
Ternyata, Dara adalah orang yang sangat menyenangkan menurut Angkasa. Meskipun berisik, tapi tidak seperti Aluna yang ... ah sudahlah lupakan.
"Iya tapi enggak kayak gitu juga Angkaaa! Gue gak bisa kalo belajar dari sekarang, nanti pas UAS pasti lupa," kata Dara.
"Ya, udah terserah lo," Angkasa lebih baik mengalah daripada berdebat dengan cewek itu.
***
"Iqbal, gue duluan yang mau beli!" Dania berusaha merebut bungkus keripik pisang kesukaannya dari tangan Iqbal.
"Tapi gue duluan yang dapet," kata Iqbal tetap mempertahankan bungkus tersebut.
"Ngalah sama cewek kenapa, sih? Jangan egois!" kata Dania dramatis.
"Halah drama lo udah kayak si Jaenab aja!" ujar Iqbal menghujat si Jaenab anaknya pak Jamal dan bu Marpuah.
"Apa lo bawa-bawa gue?!" tanya Jaenab songong.
"Apaan dih baperan lo Nab," ucap Iqbal.
"Untung ganteng, coba kalo enggak, udah gue lempar ke kandang buaya lo!" ujar Jaenab.
"Gue ganteng, gue diem," kata Iqbal bangga.
Selagi Iqbal dan Jaenab ribut, Dania langsung menarik bungkus keripik pisang di tangan Iqbal dan segera membayarnya.
"Tengkyu Jaenab! Berkat lo gue bisa dapetin ini, sebagai ungkapan terimakasih gue, lo boleh pesen apapun sepuasnya biar gue yang bayar." Dania mengeluarkan uang berwarna merah sebanyak dua kembar lalu di berikan kepada Jaenab.
"Tengkyu balik Dania, lo emang baik banget dah gak kayak si Iqbal," kata Jaenab sembari menatap Iqbal sinis.
Tak terima di banding-bandingkan, Iqbal mengeluarkan uang berwarna merah sebanyak tiga lembar lalu di berikan kepada Jaenab.
"Siapa yang lebih baik? Gue atau si Curut?" tanya Iqbal sombong.
"Tetep Dania, lah! Soalnya dia ngasihnya ikhlas," ujar Jaenab yang bikin Dania menambah tiga lembar uang merah kepada dia.
Merasa terhina, Iqbal mengeluarkan uang berwarna merah itu sebanyak lima lembar lalu di berikan kepada Jaenab.
"Ikhlas gue, Nab. Ikhlas."
Jaenab tersenyum bangga sebab sudah banyak uang seratus ribuan di tangannya. Ada ada saja kelakuan Dania dan Iqbal ini, kalau tahu begini, kenapa tidak dari dulu saja Jaenab membandingkan keduanya? Sehari sudah dapat satu juta tiga ratus ribu, bayangkan kalau sebulan?! Bisa kaya mendadak si Jaenab!
Di sisi lain, Angkasa dan Dara sedang berada di perpustakaan untuk membaca buku. Keduanya fokus membaca hingga tidak sadar jika Aluna memperhatikan mereka sejak tadi.
"Mereka keliatan makin deket, ya. Gue sih dukung mereka sampe jadian!" ucap seseorang di samping Aluna.
"I-iya," balas Aluna. Padahal jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, dia ingin dia dan Angkasa sama-sama seperti dulu. Dekat. Tanpa adanya Dara.
"Harusnya aku yang ada di posisi itu, Ra. Bukan kamu." Aluna berucap sangat pelan hingga seseorang di sampingnya tadi tak mendengarnya.
"Kira-kira, menurut lo kalo mereka jadian bakal kayak gimana?"
"Aku gak tau," ujar Aluna lalu pergi dari sana dengan perasaan hancur setelah melihat bagaimana kedekatan Angkasa dan Dara.
"Aku bahagia kalau kamu bahagia, Angkasa. Tapi apa boleh kalau aku egois? Aku mau kamu jadi milik aku!" gumam Aluna.
***
"Angkasa, jadi nganterin aku pulang, kan?" Aluna menarik lengan Angkasa saat cowok itu keluar dari kelas.
"Kita duluan." Iqbal menepuk pundak Angkasa dua kali, lalu menyeret ketiga curutnya.
"Gue pulang sama Dara," ucap Angkasa seraya melepaskan tangan Aluna dari lengannya.
Aluna mengejar Angkasa sampai ke parkiran yang ternyata sudah ada Dara di sana. Bahu Aluna menurun saat merasa bahwa Angkasa benar-benar ingin menjauhinya. Tak ada cara lain, Aluna kembali menghentikan langkah Angkasa.
"Papa mau kamu nikahin aku," ucap Aluna yang sanggup membuat Angkasa menghentikan langkahnya.
Angkasa membalikkan badannya lalu menatap Aluna dengan datar. "Segitu obsesinya lo sama gue?" tanya Angkasa terkekeh sinis.
Aluna menggelengkan kepalanya. "Enggak, aku beneran cinta sama kamu. Bukan obsesi," ucap Aluna.
Angkasa membalikkan badannya mendekati Dara, lalu membawa cewek itu ke hadapan Aluna.
"Lo liat," Angkasa menggenggam erat jemari Dara membuat Aluna terdiam, sedangkan Dara menatap Angkasa bingung.
"Dia cewek gue, lo paham?"
"Lah? Ki-"
"Sayang?" Angkasa memanggil Dara dengan sebutan sayang membuat Dara menghentikan ucapannya.
"Jadi kamu sama dia pacaran?" tanya Aluna mengundang perhatian orang-orang yang sedang lewat.
"Iya."
"Ini gue di tembak gitu ceritanya?" Dara bertanya pada dirinya sendiri. "Gak ada romantis-romantisnya astaga.." gumam Dara.
"Kamu sayang sama dia?" tanya Aluna lagi.
"Iya."
Mendengar jawaban Angkasa, Aluna terdiam lagi. Sedangkan orang-orang yang menyaksikan itu semua, memekik senang sebab mereka sudah lama menantikan kabar gembira ini. Akhirnya, Angkasa dan Dara jadian!
----------------------------to be continued, baby KaRa❤
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKASADARA [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[SEKUEL BISA DIBACA TERPISAH] [NEW VERSION] Kisahnya singkat, sesingkat pertemuan mereka. Kisahnya juga telah usai, sebelum waktunya. Sesungguhnya, kebahagiaan hanyalah pemanis dalam cerita ini karena sebenarnya kesedihan lah yang menjadi dasar a...