54

11K 566 52
                                    

"M-mmaksud Mba Wening apa ya?" Fani jalan ke arah Wening yang lagi nangis di tengah tengah pintu ruang rawatnya Rafa.

"Ibu saya Mba hikss.... Ibu saya meninggal." Wening bersimpuh dilantai karena saking gak kuatnya buat berdiri.

Fani sontak menutup mulut dengan telapak tangannya. Gak percaya apa yang diomongin Wening.

"Ibu saya... Hikss.. " keadaan Wening begitu menyedihkan saat ini. Fani bisa ngerasain itu. Fani berjongkok lalu meluk Wening.

"Ibu saya Mba hiks... Ibu saya meninggal."

Fani dah gak bisa nahan air matanya lagi, dia juga nangis. Bagaimana pun juga Bi Irah udah Fani anggap kayak Ibu sendiri.

"Mba berdiri.. Duduk situ yuk." Fani memapah tubuh Wening dan menuntun Wening buat duduk di sofa.

"Mba gak bohong kan?" Fani

"Buat apa saya bohong Mba hiks..Gak ada gunanya saat ini buat bohong."

"Fan-heh ada apa ini.. " Gladis yang baru dateng mo manggil Fani tapi ga jadi, karena keknya dia rasa suasana di ruang rawatnya Rafa lagi gak beres.

"Siapa Fan? Kok lo nangis? Kenapa?" Gladis.

"Anaknya Bibi."

"Jin ada apa?" Bagas.

"Bi Irah meninggal."

"Hah.. Astaga turut berduka cita Mba." Gladis.

"Ibu... Hiks.."

"Mba Wening tenang dulu, Fani juga ikut sedih. Fani gak percaya ini.. Fani mau ketemu Bibi. Fani pergi dulu." Fani meninggalkan ruangan. Dia berjalan cepat buat ke lantai atas, dia mau melihat Bi Irahnya itu. Dia udah gak tahan buat nangis lebih keras. Dia gak mau nangis berlebihan didepan Wening sama temen temennya.

Ray? Pikirannya kosong gitu aja. Rasa sedih sekaligus bersalah menghantui pikirannya saat ini.

Dia nginget lagi saat dia ngajak Bi Irah buat kerja lagi dirumahnya, kalo Ray tau bakal kejadian kek gini mending Ray gak usah ajak Bi Irah buat kerja dirumahnya lagi.

"Mba... " Ray duduk disamping Wening.

"Mba.. Ray minta maaf. Ray minta maaf Mba.." Ray.

"Udah takdir Mas hiks.. "

"Ini salah Ray, Mba. Ray bener bener minta maaf." Ray nangis lagi. Dia ngerasa kek masalah dateng sekaligus. Satu sisi di pikirannya dia ada Rafa yang masih setia meremin matanya itu, satu sisi ada Fani yang harus dia jaga, gak boleh lengah, sisi lain Bi Irah meninggal.

"Ray.. udah Ray ini bukan sepenuhnya salah lo, lebih baik kita urus pemakamannya Bibi." Jino.

"Tidak! Jangan Mas...saya masih mau liat Ibu saya hiksss..." Wening.

"Mba.. Relain Ibu ya, saya tau ini berat banget, saya bisa ngerasain. Mungkin ini yang terbaik buat Mba." Gladis.


















"Bibii!! Bibi bangun Bi!" dan apa sekarang? Fani benar benar nangis keras.

"Bibi jangan tinggalin Fani! Bibi, Fani minta maaf hiks.. Fani yang udah minta Ray buat ajak Bibi kerja bareng Fani lagi. Bibi.. " Fani meluk tubuh Bi Irah yang udah gak bergerak sama sekali.

"Bi.. Siapa yang bakal bantuin Fani lagi dirumah, siapa yang bakal bantuin Fani jagain Rafa lagi Bi..  Bibi, Fani bener bener minta maaf.. Bibi!!" Fani terus menggoyang goyangkan tubuh Bi Irah.

"Fani udah!"

"Rayhan.. Bibi." Fani berlari ke arah Ray dia langsung meluk Ray erat banget.

"Ini salah gue Ray ini salah gue.. "

Nikah Muda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang