Part 36 : Gejolak Di Ujung Waktu

310 24 4
                                    

Suasana baru namun tak asing terasa begitu nyata nan menyayat. Hari ku sekarang jadi istri komandan batalyon infanteri ngga lagi kayak dulu karena ada anggota. Sama kayak di Gold Empire. Tapi bukan itu problem nya. Ada hal lain yang masih berbekas tentang kenangan di pulau ini.

Nggak bisa bohong kalo aku masih trauma dengan setiap detail di pulau ini. Sembari menikmati teh melati bersama sebuah buku namun entah mengapa fokus ku entah kemana. Hanya ada tulisan namun tak tau arti dan garis besarnya.

Padahal sudah dua mingguan datang kembali ke pulau ini tapi masih aja rasa sesak ngga bisa terurai. Untung nya Raka di tempatkan di Samarinda bukan di Kutai Timur. Jadi nggak begitu menyayat nan pilu. Kemana lagi otak penuh bahagia ku.

"Dek,"

"Hah iya,"ucapku langsung memasang wajah senyum maksimal padahal kayak serangan jantung lagi ngga tau kemana pikiran ku malah ngelayap. "Ngelamun ya,"ucap Raka memicingkan mata penuh tanda tanya. "Mana ada orang lagi baca buku kok,"ucapku dengan mata kesana kemari.

So look me in the eyes
Tell me what you see
Perfect paradise

"Masih mau bohong,"tanya Raka selepas bernyanyi. "Hmm sedikit aja tadi,"ucapku. "Mikir berat terus ya kamu,"ucap Raka mengajak ku duduk di teras selagi beristirahat. "Nggak cuma pening biasa. Pasti besok juga sembuh sendiri,"ucapku berusaha meyakinkan Raka.

"Ulangi tapi fokus kan pandangan mata mu. Kamu nggak suka ya kalo di pindah tugas ke Kalimantan,"ucap Raka menatap ku lekat. "Nggaklah. Nggak mungkin aku nggak suka sedangkan masa SMA sama kuliah ku di habiskan di pulau ini,"ucapku jujur. "Aruna?,"ucap Raka membuat ku membisu.

"Nggak lah aku cuma pening biasa,"ucapku mengelak sambil berlalu masuk ke dalam rumah. Sudah banyak cara ku lakukan biar tetap nyaman tapi nyatanya tiap hari selalu terpikir gimana kalo insiden itu terulang lagi di Raka.

Ku cuci wajahku di kamar mandi sembari mengucap istighfar berkali-kali. Trauma itu terlalu membuat kondisi ku memburuk total. Setiap malam ngga pernah sekalipun ku lewati tanpa terbangun dengan air mata berlelehan. Selalu ada aja mimpi buruk yang menggenangi membuat ku larut.

Lama-lama aku kayak pasien gangguan jiwa kalo gini. Semua konsultasi yang ku lakukan di balik Raka itu bilang supaya tetap berusaha nyaman. Tapi nggak mungkin kan aku tahan Raka seharian di rumah. Aku sadar ada negara yang memanggil nya selalu.

Sesuai sumpahnya seumur hidup nya untuk menjaga negara. Harusnya aku nggak boleh manja gini. Berulang kali ku katakan namun nyatanya akan ada satu momen membuat ku merasa resah saat Raka sedang di kantornya. Kecemasan berlebih ku juga kadang membuat banyak melamun.

"Sha,"aku menatap Raka yang menunggu ku di pintu kamar mandi dari cermin. "Iya Mas ada apa,"ucap ku berusaha menampilkan senyum termanis kembali. "Besok aku ikut jaga keamanan daerah sekitar batalyon. Karena ada demonstrasi mahasiswa besar besok,"ucap Raka.

Deg

"Ehm iy.. ya,"ucapku dengan keringat dingin mengucur deras menuruni pelipis ku. "Kamu sakit?,"tanya Raka menyentuh kening dan kedua pipi ku. "Paling cuma keringat biasa aja,"ucapku berusaha yakin baik-baik saja. Padahal gejolak baru saja di mulai.

"Buna,"ucap Aswa mendatangi ku membuat perhatian teralihkan. "Ayah dah puang,"ucap Aswa mencium tangan Raka. "Heh habis ngapain aja kamu hari ini Wa,"tanya Raka. "Belajal,"ucap Aswa dengan mengedipkan mata nya lucu.

Raka asyik bercengkrama dengan Aswa di atas ranjang sedangkan aku sendiri duduk di atas sofa kamar memperhatikan mereka. Selayang pandang guratan mimpi buruk dan kalimat Raka barusan membuat ku tak kuasa menitikkan air mata.

Srikandi Lautan Emas Nusantara - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang