Part 4 : Anti Galau

448 46 17
                                    

"Cieee yang habis ketemuan tadi malam,"ucap Arum menyenggol lengan ku. "Mana ada. Orang aku duluan yang kesana. Dianya aja yang ikut,"ucapku ngga mau kalah. "Udah lah. Jujur aja Sha ngga rugi juga,"ucap Bava. "Ish ngga. Serius ya nggak ada,"ucapku.

"Ada Nona Ashana Mahya Ardianti," kami melihat ke arah sumber suara. Aku mengangkat tangan kanan ku. "Ikut saya,"ucap nya tegas. "Langsung aja,"bisik Tasya. Aku hanya menutup telinga ku biar nggak makin terbawa perasaan. Ngga enak kalo udah kebawa perasaan ehh ternyata sudah ada yang punya.

Aku mengikuti langkahnya yang berakhir di sebuah pasar tradisional. "Tunggu sini ya,"ucap nya. Aku hanya mengangguk mengiyakan. Tak lama kemudian dia menyerahkan bungkusan kresek hitam. "Kamu juga perlu ganti baju kan,"ucap nya. "Haaa iya terimakasih. Tapi aku nggak bisa ganti uang,"

"Ajak saya keluar saat sampai di Surabaya,"ucap nya menyela. Aku tersenyum dan mengangguk mengiyakan. Dia mengajak ku ke sebuah masjid dan meminta ku ganti baju di kamar mandi masjid.

Untuk seorang laki-laki, pilihan baju yang dipilihkan cantik juga ya. Jilbab soft pink yang menjuntai menutup dada, rok bewarna soft pink dan kemeja bermotif bunga. "Lebih baik dari kemarin,"ucap nya mengomentari penampilan ku. Aku hanya mengangguk mengiyakan.

Malas terlalu banyak interaksi. Saat sedang asyik menikmati suasana pantai yang dilalui sepanjang jalan menuju tenda-tenda diisi dengan obrolan ringan. Caraka Purwa Cakrawangsa, nama tentara yang membawa ku dari maut waktu itu. Pangkatnya Letnan Satu. Udah itu aja yang ku tau. Soalnya aku nggak begitu kepo dengan hidupnya.

Tapi sepanjang obrolan ringan ada satu hal yang menyangkut di hati ku. Nyaman. Kok aku nyaman sampai begini ya. Biasanya juga nggak kalo sama orang baru. "Jadi karena itu kamu nggak makan sampai pagi,"ucap ku membuat kita tergelak bersama.

"Raka,"seorang gadis cantik memeluk erat tubuh Raka. "Ardila,"ucap Raka seperti terkejut. Wait wait jangan bilang kalo Raka selingkuh lagi dari gadis ini. "Iya aku tunangan mu. Oiya siapa gadis ini,"tanya Ardila menunjuk wajah ku sinis. "Ehem turunkan jari anda Anda nona. Saya hanya orang yang diselamatkan oleh tunangan Anda dari maut,"ucapku.

"Ohh ku kira kamu pelakor,"ucapnya sinis. Ardila menyerahkan sebuah undangan pernikahan bewarna putih biru. "Jangan lupa datang ya,"ucap Ardila sebelum meninggalkan ku sendiri. Aku tersenyum lebar hingga mereka menghilang dari penglihatan ku.

Baru saja kenal dengan kata nyaman sudah ditampar dengan kenyataan. Aku berjalan ke tenda tanpa ekspresi. "Assalamu'alaikum,"

"Waalaikumsalam,"

"Dihh habis dibelikan baju nih,"

"Wahh mantap nih,"

"Cerita dulu,"ucap Arum menarik ku duduk. Aku mengeluarkan selembar kertas putih biru yang diberikan Ardila tadi. "Ooo pancen jan... Astaghfirullahaladzim,"ucap Arum frontal. "Jeru rek. Jeruuu,"ucap Bella. "Waduh ambyar ambyar. 41 rek dudu 40 maning,"ucap Keira.

"Udah lah. Kan kita perempuan kuat,"ucapku tegar. Kan nggak pertama kali begini. Tinggal datang dan ucapkan selamat menempuh hidup baru. Apa susahnya sih. "Kudu teko iki,"ucap Arum semangat. "Harus,"ucap yang lainnya.

Aku terkekeh geli sendiri dengan tingkah laku mereka. Memang sobat ambyar biar dimana pun tempatnya jadi begini ceritanya. "Dia ke pelaminan kita ke pengasihan,"ucap Arum mengundang gelak tawa. Kiera memetik gitarnya bahagia.

Lara ati iki
Tak mbarno kanggo latihan
Sok wes oleh ganti mu
Ra kajok aku mergo wes tau
Wes tau jeru

Kartonyono ning Ngawi
Medot janji mu
Metu kono belok kiri lurus wae
Rasah nyawang sepion mu
Sing marai ati
Tansah Bebani

Srikandi Lautan Emas Nusantara - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang