Part 9 : Engineer

303 33 2
                                    

"Foto yang ini yang kamu maksud,"aku menoleh bersama Samuel menatap suara di belakang. "Aruna kok kamu bisa dapat foto itu,"tanyaku. "Makanya jangan ceroboh. Kamu tadi kan sempat taruh koper di luar tapi nggak dirapikan dengan benar.

Tuh beberapa benda punya kamu juga ikut tercecer makanya saya kesini,"ucap Aruna. "Err iya terimakasih pak,"ucapku malu. Iya lah sepanjang hidup baru kali ini aku ditegur cowok gara-gara berantakan. Meskipun harusnya wajar tapi bagi ku namanya teguran berarti buruk.

"Ganteng, gagah, begini pantes kamu susah move on,"ucap Aruna membuat ku keluar dari pemikiran aneh ku. "Ya biar gitu kalo sudah jadi suami orang masa saya harus jadi pelakor buat pertahankan,"ucapku. "Good Job. Mari saya antar pulang,"ajak Aruna.

"Ehem aduhhh kacang mulai mahal ya,"ucap Samuel membuat memelototi nya tajam. "Pak Mozza,"tanyaku. "Mozza kan jemput siang. Kamu mau jadi ikan asing di dermaga?,"tanya Aruna. "Nggak juga sih. Ya udah deh bisa apa,"ucapku.

"Sok bisa apa atau seneng banget nih,"tanya Rocky. "Kalian ini jadi anggota agak kamv*3t banget ya. Emang kalian mau antar saya pulang,"tanyaku. "Ehm bercanda Bos jangan gitu Bos seram,"ucap Razaq membuat ku mengangguk.

"Ayo masuk,"ajak Aruna mengajak ku masuk di sebuah Great Wall Hover Pi Limousine hitam. "Bapak ini banyak sekali koleksi mobil,"ucapku. "Iyalah daripada koleksi istri,"ucap Aruna yang kelewat santai membuat ku tersedak ludah sendiri.

"Iya nggak istri juga pak. Bisa mungkin jam tangan,"ucapku. "Ada sih cuma kalo mobil memang saya cari yang model ya bisa dikatakan lumayan luas. Bisa dipakai jalan sama istri. Tapi karena belum ada istrinya sama calonnya aja,"ucap Aruna.

"Nggak lucu pak,"ucapku duduk santai. "Kamu juga dari tadi panggil pak Mulu. Saya bukan bapak mu dan emangnya kamu mau jadi ibunya,"tanya Aruna. "Ehm katanya kamu mau ajak ke Teluk Lombok loh,"ucapku mengalihkan.

"Cara yang bagus Miss. Satyadewata. Boleh asal ngga mengganggu jadwal masing-masing,"ucap Aruna. "Ya sudah kalo gitu gimana Sabtu ini,"ucapku. "Kamu nggak capek kerja siang malam terus pulang perjalanan panjang. Sabtu pergi lagi traveling,"tanya Aruna.

"Kamu tau kan setiap gabut yang terpikir justru masa lalu yang ngga perlu. Lagian juga saya sudah terbiasa bekerja keras,"ucapku. "Jangan bekerja terlalu keras jaga kesehatan Sha,"ucap Aruna.

"Iya aku tau cuma memang darah yang mengalir di tubuh ku memang darah pekerja keras,"ucapku menahan diri untuk menguap. "Tidur aja aku bisa menjamin tidak ada yang hilang selama kamu tidur,"ucap Aruna. Nggak butuh 5 menit kepala ku sandarkan ke jok mobil.

Ngantuk, lelah, letih. Semoga Aruna memang laki-laki yang memegang ucapannya ya Allah.

---

"Sha... Sha udah sampai,"aku membuka mata perlahan untuk melihat kondisi sekitar. "Ehh astaghfirullah. Maaf Pak itu kenapa nggak bilang,"ucapku tak enak sendiri karena sepanjang jalan sudah menumpang di bahu Aruna.

"Sekali lagi kamu panggil saya Pak. Saya bawa kamu ke KUA,"ucap Aruna sebal. "Ya maaf. Lagian kenapa nggak bilang,"ucapku. "Kamu aja aku geser sudah ditarik lagi. Tuh kamera kalo ngga percaya,"ucap Aruna membuat pipi ku memanas.

"Ehm makasih ya P.. eh Ru,"ucapku bergegas masuk ke rumah. Segera ku tarik koper besar dan duduk di atas sofa sambil sesekali mengintip keluar. Karena terlalu fokus aku sampai terkejut bukan main ketika Mira menepuk pundak ku.

"Astaghfirullahaladzim Bi,"ucapku mengusap dada. "Ada apa non. Kok kayak dikejar maling,"tanya Mira. "Engh ngga kok. Perasaan bibi aja kali,"ucapku santai sebelum masuk ke kamar. Baru aja mau lanjutin tidur, terdengar notifikasi dari HP.

Kapan free. Saya besok free kalo mau ayo berangkat ke Teluk Lombok.

Aruna Candrakanta Brata Wijaya,
Bukan Bapak mu

Srikandi Lautan Emas Nusantara - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang