Part 6 : Hello Kalimantan

370 35 3
                                    

Samarinda- Sangatta
23.00 WITA

Dengan sebelah tangan menyeret koper, aku berjalan santai mencari Mozza,supir yang ditugaskan menjemput ku. "Mbak Ashana,"aku menoleh melihat pria paruh baya berbaju perusahaan dengan name tag Mozza.

"Ashana Mahya Ardianti,"

"Mozza,"

"Langsung pulang ke rumah atau keliling dulu,"tanya Mozza. "Pulang aja Pak. Saya sudah lelah di perjalanan,"ucapku. "Oke,"ucap Mozza santai. Aku menatap luar kaca jendela dengan perasaan damai. Iyalah orang hijau semua. Ingat ya aku sekarang di Kalimantan Timur.

Perlahan tampilan yang disuguhkan dengan pemandangan Emas Hitam Nusantara. "Pak perusahaan batu bara yang jadi pengelola nya siapa Pak,"tanyaku. "Daerah ini di ambil alih perusahaan besar Non. Kaltim Prima Coal,"ucap Mozza.

"Wow spectacular,"ucapku melihat warna hitam menutup beberapa bagian disana. Tatapan ku berhenti ketika sebuah terdengar nada dering telepon ku. "Assalamu'alaikum,"

"Waalaikumsalam. Nduk gimana sudah sampai disana,"tanya Anindita. "Belum Bu masih di jalan,"ucapku. "Ohh ya Sudah. Hati-hati,"ucap Anindita sesaat sebelum memutuskan panggilan.

"Pacar ya non,"ucap Mozza. "Mana ada Pak. Mana saya punya pacar. Engineer kalo cowok jadi idaman kalo cewek jadi sindiran. Apalagi tau sendiri gimana orang nilai,"ucapku. "Memang orang hanya bisa berkata,"ucap Mozza.

"Kenapa nggak mau coba aja dulu kenalan non,"tanya Mozza. "Jangan kan coba kenalan. Saya selalu jadi korban ditinggal nikah,"ucapku. "Astaghfirullahaladzim. Siapa tau jodoh nya di tanah Kalimantan,"ucap Mozza.

"Wallahu alam. Saya mau fokus kerja dulu karena capek mikir ditinggalkan mulu,"ucapku. Aku memilih memutar musik dengan headset. Menenangkan pikiran dari lelahnya kehidupan.

hòuhuǐ céng ài guò
zhǐshì tiānyá cóngcǐ jìmò
yuǎnqù de dùkǒu bǐ'àn de dēnghuǒ
rén zài héliú jìxù piāobó

Asem gara-gara lagu ini aku jadi nostalgia dengan masa lalu. Kapan ya aku punya masa depan indah tanpa direndahkan orang lain. Padahal apa ya jangan menilai semua itu dari latar belakang. Sumpah kesel banget kalo orang mikir sempit.

Tapi diantara semua itu yang terakhir ini yang paling menyakitkan. Kenapa? Karena aku nggak diberi waktu buat membenci. Lagi setelah manisnya sikap Raka makin bikin aku kayak ngerasa kehilangan.

Dunia ku dengan dunia nya jelas berbeda. Karena dunianya perkara menjaga perbatasan lain lagi dengan ku yang Stalkerin hartanya Indonesia. 

Apa aku harus jadi pengangguran dulu atau harus berpenampilan anggun dulu baru banyak yang mendekat?

"Non sudah sampai,"aku membuka mata sambil melihat ke kanan kiri. Kawasan perumahan milik Chevron. Kebanyakan nostalgia sampai nggak sadar aku sudah sampai. Saat hendak melangkah, aku berhenti saat melihat seorang wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu.

"Oiya non ini asisten Anda. Yang akan mengurus segala keperluan,"ucap Mozza. "Non saya Bi Mira,"ucapnya. "Hai saya Ashana Mahya Ardianti. Panggil Asha aja,"ucapku santai.

Aku melenggang memasuki rumah yang akan ku tinggali entah sampai kapan. "Oiya Bi. Harap mengerti ya kalo saya memang kurang bisa ramah. Memang tipikal saya yang serius,"ucapku duduk di sofa.

Di rumah sebesar ini aku tinggali berdua. Karena Mozza tinggal di rumahnya pagi baru kemari. "Non mau makan apa,"tanya Mira. "Nanti dulu lah Bi. Saya masih terlalu capek untuk makan,"ucapku santai sambil meluruskan kaki.

Srikandi Lautan Emas Nusantara - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang