Part 32

1.6K 167 52
                                    

Thor, niat nulis gak sih? Janji update hari Rabu, tapi uda lewat seminggu juga belum update. Makanya jangan buat janji2 kalo gak bisa tepati 😠

I know. Semua itu ungkapan kekecewaan kala aku juga sebagai pembaca.

Maaf ya, Gaeess 🙏🙏🙏

Semoga kalian masih bisa menikmati bacaan ini.

Happy Reading 💞💞💞

Flashback

“LAGI, LAGI, DAN LAGI! Sampai kapan kau akan terus mempermalukan ayahmu, Abey?”

Bentakan Morgan menggelegar tepat setelah pintu ruangan kepala sekolah tertutup menyisakan Abigail dan Morgan yang berdiri di lorong depan ruangan itu. Suasana lorong yang sepi akibat jam pelajaran sedang berlangsung seakan mendukung Morgan untuk meluapkan kemarahan yang sejak tadi ditahannya selama berada di dalam ruangan kepala sekolah.

“Sebenarnya apa yang ada di kepalamu, huh? Kenapa yang bisa kau lakukan hanya membuat kekacauan?”

Abigail menatap pergelangan tangannya yang terasa perih akibat cengkeraman tangan Morgan yang menariknya keluar sebelum mengangkat wajahnya memandang Morgan. Ada amarah sekaligus kekecewaan yang terpancar jelas dari sepasang mata hijau yang memiliki kemiripan dengannya itu.

“Bulan ini belum berakhir, tapi kau sudah mengirim surat panggilan orang tua sebanyak tiga kali. Sebenarnya apa yang kau inginkan? Apa kau memang tidak ingin sekolah lagi?”

Abigail bergeming, tampak tidak acuh dan tidak berniat memberikan jawaban apapun. Tidak ada tanda-tanda penyesalan ataupun ketakutan yang terpancar dari sorot mata Abigail. Hal itupun membuat Morgan semakin geram.

“Jawab, Abey! Apa kau bisu?” hardik Morgan sembari mengguncang kedua bahu Abigail.

“Oh, Tuhan, aku merasa tidak mengenalimu sebagai putriku,” erang Morgan frustrasi saat mendapati Abigail masih bergeming. “Kenapa kau tidak bisa meniru sedikit saja sikap kakakmu? Apa kau pernah melihat Ashley membuat ulah sepertimu? Apa kau pernah melihatnya membantah ucapanku seperti yang selalu kau lakukan? Apa kau pernah melihatnya mendapatkan prestasi buruk seperti yang selalu kau dapatkan?”

Tubuh Abigail menegang. Saat nama Ashley terucap dari bibir Morgan, saat itu pula amarah perlahan menggerogotinya. Abigail mengangkat dagunya angkuh membalas tatapan tajam Morgan.

“Lihat! Setelah membuat masalah, kau bahkan tidak memiliki sedikitpun penyesalan. Apa kau bangga dengan julukan pembuat kekacauan seperti yang guru dan teman-temanmu berikan padamu?”

Masih tak ada jawaban dari bibir Abigail yang seakan sengaja dibuatnya terkunci. Abigail bahkan berani membuang pandangannya dengan tangan bersedekap dan kaki yang mengetuk-ngetuk lantai menunjukkan keengganan dengan orang yang berada di depannya.

“Ini terakhir kalinya kau membuat kekacauan, Abey. Jika kau sampai melakukannya lagi, maka jangan harap Daddy akan memenuhi panggilan dari sekolahmu. Jangan harap Daddy akan peduli lagi dengan apapun yang kau lakukan! Terserah kau mau belajar ataupun tidak, kerugiannya hanya akan berdampak pada dirimu sendiri.”

Setelah mengucapkan kalimat penuh ancaman itu, Morgan beranjak pergi meninggalkan Abigail yang mematung dengan rasa perih yang menjalari dadanya. Sungguh bukan respon itu yang diharapkannya dari Morgan.

Abigail tahu jika ia bersalah karena sudah merampas kacamata teman sekelasnya dan menginjaknya dengan sengaja. Abigail tahu jika ia bersalah karena sudah merobek kertas ujian teman-temannya yang akan dikumpulkan ke guru. Abigail juga tahu jika ia bersalah karena telah sengaja menjegalkan kakinya hingga membuat gurunya terjatuh saat berjalan di depannya.

Hello, Miss.A!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang