Diberi waktu untuk beristirahat dahulu sebelum memecahkan segala kerumitan yang terjadi, Seokjin memilih untuk tidur dengan posisi duduk menghadap Jisoo yang sudah tertidur juga.
Sebenarnya ia khawatir tiba-tiba Jisoo merasa sakit lagi pada dadanya, namun rasa kantuknya terlalu berat karena memang ia belum tidur sama sekali semenjak berangkat untuk mencari jalan keluar itu.
Namun, tiba-tiba ia merasakan seluruh tubuhnya berat, seperti tertindih sesuatu yang besar, nafasnya juga tercekat, matanya sulit terbuka. Tak berlangsung lama, hanya beberapa detik, Seokjin berhasil membuka matanya.
Aneh. Yang dilihatnya bukan kamar Jisoo, tetapi sebuah ladang bunga yang sangat indah, dan di depannya terdapat sungai yang sangat jernih. Bahkan ikan-ikan yang berenang kesana-kemari terlihat. Sangat menakjubkan. Dimana ia sebenarnya? Apa ia sendiri? Dimana yang lain?
Seokjin kemudian berjalan menyusuri sungai itu, hendak mencari yang lain. Namun, baru saja beberapa langkah, sebuah suara yang sangat ia kenal memanggil namanya dengan sangat lembut nan lirih.
"Jisoo? Apa itu kau?" Seokjin berbelok ke ladang bunga itu.
"Jisoo?" Benar saja, ada Jisoo yang sedang duduk di tengah ladang bunga itu. Penampilannya benar-benar berbeda.
Jisoo memakai gaun putih dengan rambut panjang yang dibiarkan terurai, tubuhnya seolah bersinar, sangat cantik. Namun, wajahnya terlihat sedih. Tangannya terus memegang dada.
"Seokjin Oppa ...." lirih Jisoo, membuat hati Seokjin terasa tersayat.
"Kau kenapa Jisoo?"
Jisoo menurunkan tangannya yang memegang dada, dan tiba-tiba terlihatlah sebuah panah yang menusuk dada Jisoo.
Mata Seokjin membulat, entah kenapa ia hanya terdiam menatap kekasihnya itu yang sepertinya sangat merasa kesakitan.
"Tolong ... cabut panah ini. Ku mohon ...." Air mata Jisoo turun.
"Kau akan kesakitan, Jisoo ...."
Jisoo berdiri. "Tidak. Justru jika dibiarkan terasa sangat sakit, ku mohon ...."
Melihatnya memohon dengan lirih seperti itu, perasaan tak tega Seokjin mendorongnya untuk mencabut panah itu. Setelah menghela nafas dan menyetujuinya, Seokjin bersiap menarik panah itu.
"Jisoo ... ini pasti akan sakit sekali. Kau siap menahannya? Jika kau akan terjatuh, jatuhlah padaku." Jisoo mengangguk, seperti tak bisa berkata-kata lagi.
Seokjin menghela nafas entah untuk ke-berapa kalinya, ia kemudian memegang panah itu, dan menariknya sekuat tenaga dengan sangat cepat. Dan saat itu juga, tubuh Jisoo terjatuh menubruknya.
"JISOO!" Seokjin berteriak seraya membuka matanya, dan yang pertama ia lihat adalah wajah Jisoo yang sedang menatapnya.
Seokjin memandangi seisi ruangan, ternyata ia berada di kamar Jisoo. Itu berarti, kejadian tadi hanyalah mimpi.
Karena yang ia lihat sekarang, Jisoo yang sudah lebih segar dari tadi, juga sudah berganti baju.
Jisoo menyodorkan segelas air putih pada Seokjin.
"Kau mimpi buruk? Kenapa berteriak memanggil namaku?" tanya Jisoo begitu Seokjin selesai minum.
Seokjin menghela nafas. "Ya, sangat buruk. Aku tidak mau mengingatnya."
Jisoo hanya tersenyum mendengarnya.
"Kau sudah baikan? Dan kemana yang lain?" tanya Seokjin pada Jisoo.
"Ya, sudah. Aku bahkan sudah mandi tadi. Yang lain sedang menyiapkan makan, tapi para laki-laki entahlah."
Seokjin mengangguk kemudian ia berniat mandi terlebih dahulu sebelum menyusul bersama yang lain. Jisoo pun mengiyakan, ia juga akan membantu Rose, Joy, Yeri dan yang lainnya memasak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Is The Black Swan? [The End]
FanfictionLemari berbalut kristal hitam menjadi awal masuknya mereka ke dalam dunia kegelapan. Terjebak bersama, berusaha untuk lepas dan lari, tetapi tak bisa. Hingga tak sadar beberapa dari mereka membentangkan sayap hitam. Sungguh sial, mereka bukan manusi...