***
Nathan dan bagas sudah sampai disalah satu restoran yang cukup dekat dengan rumah sakit tempat vania dirawat.Kedua pria itu menunggu pesanannya yang memang cukup banyak, Terlebih kelima gadis yang doyan makan itu meminta untuk sekalian dibelikan dessert dan juga coklat panas.
"Gue kemini market dulu ya, lo tunggu sini" ucap nathan
Bagas mengangguk lalu melanjutkan gamenya sedangkan nathan berjalan keluar dari restoran. ia tau kalau sahabatnya dan sahabat kekasihnya itu sudah pasti akan bosan itulah mengapa nathan sengaja membelikan mereka cemilan dan juga minuman untuk mereka.
Nathan melihat kekiri dan kanannya yang cukup sepi padahal malam belum terlalu larut, ia menyebrang dengan santainya menuju mini market yang ada diseberang jalan.
Tanpa nathan sadari seseorang yang sudah memantau kesehariannya kini tersenyum misterius saat target yang sudah dinantinya kini sudah ada dihadapannya.
"Kalau gue gak bisa milikin nathan, itu artinya lo sama" gumam seorang gadis ditengah sepinya jalan
Selena, gadis itu terlihat sama seperti nara dengan mata yang memerah dan sayatan dilengan kirinya. Nyatanya selena lah yang menjebak nara hingga masuk kedalam dunia hitamnya. Selena candu akan narkoba begitupun nara.
Cengkraman tangannya pada stir mobil begitu kuat hingga urat nadinya tercetak jelas, terlihat raut wajah frustasi pada wajah cantiknya, Cinta yang berujung obsesi membuatnya tak dapat berpikir jernih, hingga masuk kedalam dunia gelap yang membawanya sampai pada titik ini.
Saat mereka SMA selena selalu menganggap nathan kekasihnya, namun saat mereka memasuki dunia perkuliahan, vania datang dan merebut segalanya.
Segalanya, yang bahkan belum pernah ia miliki, vania merebutnya!, nathan bahkan belum tau bahwa selena mencintainya, nathan belum tau bahwa selena selalu menganggap pria itu kekasihnya, dan saat mereka jadian selena menganggap ia dan nathan hanya putus sementara.
Ia, dia gila karena nathan, dia terobsesi akan nathan dan jika selena tak bisa mendapatkan nathan maka vania pun tidak!.
Senyum gadis itu mengembang tatkala nathan yang ditunggunya kini keluar dengan dua kantong kresek ditangannya.
Kejadian itu begitu cepat, nathan kini sudah terlentang diatas aspal setelah terpental karena kerasnya benturan mobil itu saat menabraknya. Vania, nama itu yang kini digumamkannya sembari menahan sakit disekujur tubuhnya.
Mobil yang menabrakanya juga menabrakan dirinya pada pohon yang tak jauh dari tempatnya terbaring sekarang, satu harapannya, ia hanya tak ingin vania bersedih.
Nathan masih bisa melihat beberapa orang mulai mengerubuni dirinya dan mobil yang menabraknya, namun bukan itu yang ingin nathan lihat, nathan ingin melihat wajah vania jika memang ini adalah hari terakhirnya menatap dunia.
Ia ingin mengucapkan selamat tinggal dan meminta maaf pada sahabatnya karena pergi lebih dulu, namun hal itu tak bisa ia lakukan hingga matanya tertutup sempurna, kegelapan menjemputnya, dan vania tak ada disaat ia menutup mata.
Bagas, pria yang awalnya memasang wajah kesalnya karena nathan yang tak kunjung kembali, kini rasanya tubuhnya tak bisa ia gerakkan melihat sahabat yang sedari kecil menemaninya terbaring tak berdaya dengan darah disekujur tubuhnya.
Tubuhnya ambruk disamping sahabatnya, air matanya mengalir tak bisa ditahannya, lidahnya kelu, hanya isak tangis yang terdengar bersama dengan dua datangnya ambulance yang sudah pasti ditelpon oleh salah satu warga yang berkerumun didekatnya.
Bagas memegangi dadanya yang terasa sesak, ia mengikuti nathan yang dibawa naik keatas ambulance.
Ia bahkan tak tau harus bersikap bagaimana, untuk pertama kalinya ia melihat nathan dalam keadaan seperti ini, nathan yang dingin namun begitu perhatian, peduli dan kini bagas harus melihat sahabatnya itu diambang hidup dan mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vania [Completed]
Teen FictionDikhianati oleh orang yang kita cintai? Tak pernah ada di benak vania bahwa ia akan ada diposisi itu. Dikhianati oleh pria yang begitu dicintainya meninggalkan kesan trauma mendalam bagi vania. Butuh waktu untuk menyembuhkan semua luka, namun siapa...