22

2.1K 106 1
                                    

Happy reading
🎶🎶🎶

"Pelan-pelan Ben." ringis Zoya saat Beno mengobati luka di tangannya.

"Kok lu bisa sih di dorong Nara? Nara bukan orang yang gampang loh buat nyakitin orang. " Tanya Beno penasaran.

"Gak tau, gue cuman ngomong baik-baik ehh malah di gituin. " Jawab Zoya berbohong.

"Emang lo ngomongin apa? " Tanya Beno semakin penasaran.

"Hmmm gue ngomongin tentang kita. " Jawab Zoya menatap Beno polos.

"Kita? Ada apa dengan kita? " Tanya Beno tak paham, pasalnya ia merasa tak ada yang penting diantara mereka.

"Hubungan kita, kedekatan kita, masa lalu kita, dan kita yang akan selalu bersama. " Jelas Zoya menatap Beno dalam.

"Maksudnya? "

"Lo gak akan ninggalin gue kan Ben? Yaudah mangkanya gue bilangin ke Nara kalau kita selamanya akan bersama, dan gue minta Nara untuk ngelepasin lo buat gue. " Jawab Zoya tanpa rasa bersalah.

Beno yang mendengar penjelasan Zoya tentu saja terkejut, ia bahkan tak habis pikir kenapa Zoya bisa berbicara seperti itu pada Nara yang notabennya adalah pacarnya.

"Ben apa gue salah?" Tanya Zoya karna Beno hanya diam tak berkutik.

"Gak seharusnya lo ngomong begitu, bagaimana pun juga dia pacar gue, lo ngertiin dong perasaanya. Gue emang prioritasin lo ketimbang dia, tapi dia tetap pacar gue, gue sayang sama dia. " Balas Beno dingin.

"What? Lo sayang sama dia? " Tanya Zoya tak percaya.

Beno menganguk saja, karna memang dia sayang pada Nara, tapi ia belum tau apa ini sayang sebagai pacar atau sayang sebagai abang. Mengingat ia dan Nara sudah kenal semenjak ia bersahabat dengan Zahir.

"Tapi lo gak cinta kan sama dia? Lo cuman mencintai gue kan Ben? Lo ingat janji lo dulu saat kita masih kecil? Lo pernah janji akan mencintai gue dan kita akan berpacaran, terus menikah, terus hidup berdua sampai akhir hayat bersama-sama. " Ujar Zoya mengingatkan lagi janji-janji masa kecil mereka dulu.

"Cinta atau enggaknya gue, itu urusan gue, perasan gue, lo ngak harus tau." Lirih Beno menatap Zoya sendu.

Tangis Zoya pecah saat kata-kata itu keluar dari mulut Beno, apa Beno bilang tadi? Belum mencintai Nara, Kalau belum berarti bisa jadi akan mencintaimu kan. Zoya menutup wajahnya dengan telapak tangannya, dadanya sangat sakit mengigat ucapan yang baru saja dilontarkan Beno.

"Zoya jangan nangis, kita masih bisa sahabatan kayak biasanya. " Ujar Beno berusaha menghibur.

Zoya menghapus air matanya dengan kasar lalu berdiri di hadapan Beno, sembari menatapnya tajam.

"Gue CINTA sama lo Beno! Gue SAYANG! Tapi kenapa lo gak pernah mengingat gue lebih dari sahabat. Gue gak butuh jadi sahabat lo, gue maunya jadi pacar lo, jadi calon istri lo, dan jadi ibu buat anak-anak lo nantinya. " Bentak Zoya mengeluarkan semua yang ia mau.

"Bukan hanya sebatas sahabat. " Sambungnya lirih.

"Zoya duduk lagi. " Beno meraih tangan Zoya pelan, ia membawa Zoya duduk dan kemudian memeluknya yang kembali menangis.

"Gue sayang sama lo, gue cuman punya lo Beno, cuman lo yang gue mau, cuman lo. " Zoya mencengkram baju Beno erat.

"Iyaa maafin gue yaaa, maaf karna belum bisa ngebales perasaan lo. " Lirih Beno pelan.

Tak ada respon dari Zoya, ia hanya diam dan bahkan tangisan yang pun sudah berhenti. Beno mendorong baju Zoya pelan, dan betapa terkejutnya ia saat melihat Zoya yang ternyata tengah pingsan.

Tak Tepat WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang