48 menit - 10

1.4K 128 30
                                    


=====================================================

=====================================================

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

==================

====================================


Malam ini, Jakarta sedang hujan.
Tidak deras juga tidak lemah, sedang-sedang saja.
Gue di dalam mobil bersama Thalya untuk mengantarnya pulang ke rumah.

Ya, Thalya..

Hanya gue yang memanggilnya dengan Thalya alih-alih Nathalya atau Nath seperti orang-orang lain ataupun Kai sekalipun.

Dan mereka tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut, begitu juga dengan perempuan yang sedang duduk di kursi sisi kiri gue ini.

Bukan..

Itu bukan panggilan sayang atau apa, tapi memanggilnya dengan Thalya membuat gue nyaman saja.

Se-nyaman gue bisa jauh lebih lama dengannya karena kemacetan malam ini.

Se-nyaman indra penciuman gue yang bisa menghirup wangi parfum nya dengan puas, dimana selama ini hanya sepintas-sepintas yang bisa gue kenang untuk ingatan gue sendiri.

Se-nyaman perasaan gue yang bisa melihatnya jauh lebih dekat, lebih jelas meski dalam keadaan yang tidak terlalu terang.

Entah, meski keadaan di dalam mobil tidak jelas dan tidak terang namun dia seolah-olah bercahaya dengan sendirinya, helaian rambutnya, bentuk hidung mancung nya dari arah samping, warna bibirnya, tahi lalat nya yang somehow membuatnya bertambah manis malah semakin jelas dan semakin nyata untuk mata gue.

Karena seharusnya memang dari awal dia sudah se-jelas itu, namun gue sebagai pemain figuran buram hanya bisa mencari kejelasaan nya di sedikit kesempatan.

Dia merebahkan kepala di jendela, memandang lurus kearah jalanan depan, tanpa suara sedikitpun.

Hanya untuk malam ini gue ingin jadi lebih egois atas dirinya, atas perempuan yang 4 tahun ini tidak bisa keluar dari pikiran gue dan tidak akan pernah untuk gue ijin kan dia keluar.

Gue memberanikan diri untuk memulai percakapan dengan Thalya.

"Sudah, berapa?"

Dia menoleh malas ke arah gue

"Apanya?"
Balasnya tidak terlalu antusias.

"Ehem, umur janin.." se-grogi itu gue hingga serak suara gue masih terdengar meski gue sudah mencoba menjelaskan nya.

"Oh, udah 6 minggu.. Oaaheeeemm!"
Jawabnya sembari menguap, dia lelah.

"Kok? Bisa 6 minggu?"
Jujur gue bingung.

"Ya bisa-lah, di hitung nya dari terakhir kali gue dapet, bukan dari kapan kita HS!
Nanti deh kalo ketemu sama Wendy buat control lo tanya-tanya sendiri"

The Sweetest Sin. (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang