Chapter - 22

38 1 0
                                    

Serasa ingin meledak kepalanya begitu sakit di pagi ini, mendapat firasat buruk, hari ini ayahnya mengirimkan pesan, ia ingin berbicara langsung dengan Kim, ia benar-benar merasa aneh saat ini, seperti sesuatu yang buruk akan terjadi, sudah lama sekali ia tidak pernah mengobrol dan kontak dengan ayahnya. Kenapa setelah sekian lama ia kembali menghubungi dirinya, apakah ini ada hubungan dengan Mamanya, sudah dua minggu sejak perpisahannya dengan Maria, apa ada sesuatu yang buruk terjadi.

"Kau terlihat pucat Kim, kau tak apa?" Tanya Luis sambil menyetir mobilnya.

"Aku tak apa, aku hanya kurang tidur" Ucap Kim mengelak, rasanya begitu tegang, ia ingin segera menyelesaikan ini saja, ia berharap ini berlalu, inginnya ia tak berbicara dengan ayahnya tapi, ia merasa tak mampu untuk menolak atau tidak menghiraukan masalah ini.

"Kamu bahkan belum sempat sarapan, apa ini masalah tentang ayahmu lagi?" Tanya Luis.

"Tentu ini masalah tentang ayahku!" Bentak Kim meledak.

"Kim, relax" Ucap Luis mencoba menenangkan masalah.

"Jangan suruh gue Relax!" Ucap Kim makin menggebu-gebu.

"Kim" Ucap Luis mencoba menarik perhatianya. "Lu kenapa sih, kalau masalah Ayahmu kamu pasti seperti ini!"

"Shut up, berapa lama lagi kita akan sampai" Ucap Kim mengalihkan pertanyaan.

"Sekarang kita sampai" Ucap Luis menjadi sedikit tegang karena Kim.

"Tunggu aku disini, jangan keluar dari mobil jangan ikuti aku, mereka tidak memperbolehkan orang lain masuk selain Warga negara vermont" Ucap Kim menutup pintu mobil meninggalkan Luis yang bahkan belum sempat berbicara apa-apa.

Ia merapikan pakaian formalnya sebelum berjalan masuk kedalam Kedutaan besar Republik Vermont, ia sudah memberitahukan orang kedutaan tentang kedatangannya, ayahnya bisa menghubugi dirinya hanya lewat sini, Vermont memiliki jalur komunikasi khusus yang tak terlacak.

"My lord" Ucap para tentara yang berjaga di kedutaan besar, mereka langsung berlutut dan menundukan kepalanya.

"Demi tuhan ini lagi" Ucap Kim dalam hati, ia sangat-sangat tidak menyukai yang namanya di sembah. Namun ia tak punya waktu, jadinya ia harus mengabaikannya. Segera masuk kedalam kedutaan Kim langsung di sambut oleh Duta besar Oliver.

"Yang Mulia" Ucapnya berlutut.

"Rise" Perintah Kim. "Aku harus berbicara dengan ayahku!" Ucap Kim.

"Tentu yang mulia"

"Dan berhenti memanggil ku yang mulia" Perintah Kim. "Panggil namaku"

"Tapi kami tak bisa" Ucapnya hendak menolak.

"Itu perintah ku" Ucap Kim mengikuti Duta besar menuju ruangan intelijen.

"baiklah Nona muda" Ucap Oliver membukakan pintu menuju keruang intelijen, puluhan orang sedang bekerja di depan komputer. Dan sebuah layar besar untuk berkomunikasi.

"Jangan berdiri kerjakan lagi pekerjaan kalian" Ucap Kim memerintahkan orang-orang ini ketika hendak menghentikan pekerjaanya sejenak dan berlutut. Mereka akhirnya kembali duduk dan melanjutkan pekerjaanya.

"Hubungi Harvey" Perintah Kim, ia mulai tidak sabaran, walau orang-orang ini bekerja dengan cepat. Tapi tetap saja tidak lebih cepat dari yang Kim inginkan, dadanya terus menerus berdebar-debar tiada henti. Serasa mau mampus saja dirinya. Kim menyalakan rokoknya menatap kelayar, layar ini dari tadi tidak berubah, masih saja bertuliskan menghubungi.

Tak lama layarpun berubah, seorang pria paruh baya terduduk di sofa, ruanganya begitu berantakan tak terurus, namun ini bukan terlihat seperti rumahnya, sepertinya ia sedang berada di zona perang. Dan ini adalah salah satu rumah yang di tinggalkan penghuninya, dari mana Kim tau, ia mendengarkan suara tembakan samar-samar. Ia mengenakan seragam militer lengkap, pakaianya terlihat lusuh dan kotor.

(18+) Digital LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang