~25 Tajwid

771 118 12
                                    

"Ukhty jutek itu bagaikan coklat bagi Khalifi, manis dan bisa mengembalikan mood dengan cara membuatnya kesal."

~Mengejar Cinta Ukhty Jutek~



Khalifi senyam-senyum sendiri setelah kejadian di mana dia di traktir kembali oleh Dalisa, mata teduh Dalisa seperti hiburan untuk Khalifi. Khalifi yang tadinya kesal kepada Dalisa semenjak membahas perjodohan pun kini malah senang memikirkan Dalisa yang pastinya akan terlihat kesal setelah tahu kalau Khalifi menyuruhnya untuk membayar jajanan lagi.

"Seneng bangetgue bisa bikin lo kesel. Dalisa Khumairoh Putri," sebutnya seraya menundukkan kepalanya kemudian terkekeh kecil.

"Putri." Seakan tersadar dengan nama terakhir Dalisa, Khalifi terdiam, iya nama itu yang selalu Khalifi harapkan dalam setiap pertemuannya.

Nama, wajah, perempuan itu seperti orang yang sama. Namun, Khalifi harus memastikan kembali hal ini dikarenakan dirinya juga ingat-ingat lupa.

Kali ini Khalifi sedang berada di dalam masjid yang ukurannya begitu besar, padahal waktu baru saja menunjukkan pukul sepuluh malam kurang sepuluh menit. Bukan tanpa alasan Khalifi duduk di dalam masjid, hanya saja dia sedang menunggu Pak Kiai Ahmad yang berjanji akan mengajarkan ilmu tajwid kepadanya, agar pembacaan Al-Quran yang Khalifi bacakan sesuai ilmunya hukumnya.

"Assalamualaikum," salam Pak Kiai. Wajah Pak Kiai Ahmad kini ternampak basah, sepertinya beliau baru saja selesaikan melaksanakan wudhu, menyejukkan sekali ketika dipandang.

Khalifi masih bergeming dengan khayalan yang masih sama. Pak Kiai menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Khalifi yang melamunkan sesuatu.

"Khalif." Pak Kiai menepuk pundak santrinya itu.

"Eh iya Tek, tenang aja pasti nanti gue ganti kok pas kita udah nikah," jawab Khalifi latah, dia terkejut bukan main, kini tangannya mengusap-usap dadanya.

"Astagfirullah Khalifi, mikirin apa atuh, Nak? Tidak boleh loh memikirkan seseorang yang bukan mahram untuk kita dosa, Nak." Pak Kiai mulai memberi wejangan.

Meringis pelan, karena malu terpergok. Khalifi menatap Pak Kiai Ahmad dengan menggaruk tengkuk yang tidak gatal. "Eh engga kok Kiai, saya cuma mikiran putri Kiai saja, eh." Khalifi sontak mengatupkan bibirnya.

'Lif, lo gimana sih? kok malah bilang orangnya!' batin Khalifi merasa frustasi. "Kenapa bisa keceplosan sih?" gumamnya.

Sementara itu, Pak Kiai memandang Khalifi dengan gelengan kepala.

"Eh engga kok, Pak Kiai tadi saya cuma bercanda." Khalifi membela dengan ucapannya sendiri yang tidak bisa menyelamatkannya.

Pak Kiai menggeleng-gelengkan kepalanya kembali lalu berkata, "Ya sudah yuk kita mulai saja takut kemalaman." Percuma saja bukan memerdebatkan hal yang tidak terlalu penting?

Khalifi dan Pak Kiai Ahmad duduk berhadapan dengan sebuah buku di tangan keduanya. Khalifi benar-benar ingin mulai berubah sekarang, meskipun niatnya belum sepenuhnya karena Allah, ingin melanjutkan perjuangan belajar ngaji yang sempat tertunda karena kemalasannya beberapa tahun lalu.

"Bismilahirrahmaanirrahim. Kita bahas dulu tentang hukum belajar Ilmu Tajwid, hukum membaca basmallah dan yang lainnya, tetapi sebelum itu kita jangan lupa niatkan dulu karena Allah, berdoa kepada Allah semoga Allah memberi kita ilmu yang bermanfaat dunia akhirat, dan memudahkan kita dalam segala urusan, bismillahirrahmaa nirrahim," jelas Pak Kiai mulai mengawali.

Menganggukkan kepalanya patuh, laki-laki itu pun menuruti Pak Kiai. Tidak lupa juga Pak Kiai juga mendoakan penulis kitab tajwid yang ia bawa.

"Khalifi tau hukumnya mengaji ilmu tajwid?" tanya Pak Kiai, memandang Khalifi dengan senyuman lembutnya.

Mengejar Cinta Ukhty Jutek (2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang