~ 24 Kesal

855 122 21
                                    

"Allah akan mempermudah segala urusan kita, jika kita bergantung hanya kepada-Nya. Jadi, untuk apa lagi mengharapkan mahluk yang tidak akan pernah memberimu apapun?"

~Mengejar Cinta Ukhty Jutek~



Setelah perdebatan di rumah Pak Kiai, Bunda Sakinah pun pulang dengan hati yang berusaha ikhlas karena tidak jadi mendapatkan calon menantu dalam waktu dekat. Tidak lupa, Bunda juga menasihati sang Putra.

"Jangan nakal, jangan kabur, jangan jailin sama nyakitin anak orang!" Begitu pesannya. "Kalau cinta langsung kenalin, kita akad di tempat!" tambah Bundanya membuat Khalifi memutar bola matanya.

"Iya Bunda, iya." Hanya itu jawaban Khalifi dari sekian banyaknya jawaban.

Khalifi tampak kesal setelah perdebatan itu, entah kenapa hatinya membenci Dalisa. "Ngapain sih gue kaya gini, harusnya 'kan gue seneng perjodohannya batal!" marah Khalifi kepada dirinya sendiri.

Setelah mengantar Dalisa yang bersikap ramah kepadanya walau sebentar, Khalifi tidak kembali lagi ke sekolah dan otomatis pertemuannya dengan Pak Yuda pun batal. Khalifi tidak sadar dan ingat itu.

Setelah puas kesal Khalifi bangkit dari duduknya yang kini berada di kamar, ia akan pergi ke warung dekat pesantren untuk mengisi kekosongan perutnya yang terasa perih karena belum diiisi.

Khalifi berjalan santai dengan raut wajah senyum-senyum sendiri, mengingat bagaimana wajah temannya yang sedih, bagaimana dia tadi membujuk Ukhty Juteknya, terus bagaimana Khalifi dijadikan tempat berlindung. Akh rasanya manis sekali kejadian tadi di sekolah. Khalifi tidak menyangka ia menjadi penyalamat gadis juteknya.

"Ekh kang, ku naon seri-seri sorangan?" tanya salah satu santri yang lewat dan melihatnya bergidik ngeri.

(Eh Kang kenapa senyum-senyum sendiri?)

Khalifi memutar bola matanya malas. "Apa sih lo ganggu aja!" hardik Khalifi tidak suka lamunannya dibuyarkan. Tidak tahu apa orang lagi senang?

"Emang dasar orang Jakarta kadang mah bageur kadang galak," ujar si akang santri itu tidak terima dibentak Khalifi.

Sebenarnya Khalifi tidak mengerti basa sunda, ia hanya menebak artinnya, dan ia harus juga belajar. "Bodo! Lagian pada risih!" jawabnya tidak ingin kalah.

Si akang santri tadi pun geleng-geleng kepala. "Wih, padahal Cuma nanya hungkul. Untung sabar." Setelah mengucapkan itu dia pun langsung berlalu tanpa ingin mendapatkan jawaban atau menyapanya lagi.

Begitulah Khalifi sifatnya memang susah untuk ditebak, kadang bobrok, kadang tukang goda dan nyebelin, kadang juga marah-marah tidak jelas. Semua itu tergantung suasana hati Khalifi sendiri, memang seperti perempuan yang mudah badmood sikap Khalifi itu.

Tidak terasa Khalifi sudah sampai di warung dekat gerbang utama, gerbang yang jarang dikunjungi. Jadi, tempatnya pun tidak terlalu ramai.

Khalifi tersenyum ketika melihat Dalisa ada di sana, Khalifi kali ini ingin membuatnya kesal lagi. Membuat Dalisa kesal adalah candu bagi Khalifi. Rasanya menggemaskan.

"Oyy Adek berjilbab biru, tahukah kamu aku mencintamu, kalau kamu begitu mau ayolah otw ke penghulu." Khalifi bernyanyi, suaranya begitu sopan masuk ke telinga pendengarnya. Namun, penilaian itu buyar kala satu netra Khalifi berkedip menggoda.

Sementara itu gadis yang harus menghadapi sifat usilnya bersikap tak acuh. Padahal seabdainya jika para gadis Jakarta melihat hal itu pasti mereka akan begitu hiseteris. Apalagi di kota kelahirannya Khalifi dikenal dengan siswa yang susah digapai.

Mengejar Cinta Ukhty Jutek (2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang