~29 Hujan

650 114 4
                                    

"Hujan adalah salah satu nikmat yang terkadang sering dikeluhkan kedatangannya, dan terkadang juga sering dinantikan saat ia tak kunjung datang."

~Mengejar Cinta Ukhty Jutek~


Allah mengerti perasaan Dalisa, Dalisa pun beriman kepada takdirnya, apapun yang Allah berikan kepadanya, Dalisa percaya semua itu adalah yang terbaik. Meskipun terkadang manusia menganggap sebuah takdir itu buruk dan menyalahkan Allah, dan perlakuan itu sangat tidak dibenarkan.

Semua takdir itu baik, tergantung bagaimana kita menyikapinya, sesuatu yang kita sangka adalah kekurangan kita, bisa jadi itulah menjadi kelebihan kita dan begitupun sebaliknya.

Turunnya salah satu nikmat Allah berupa air membuat suhu bumi mendingin. Hujan turun, seakan dia tahu jika ada seseorang yang hatinya sedang diliputi duka. Kabut hitam ini begitu gulita meliputi batinnya. Genangan air di pelupuk mata seperti berlomba-lomba hendak turun. Luka yang baru saja tercipta seakan tidak hentinya menusuk jiwa.

Dalisa terisak pelan seraya menundukkan kepalanya dengan bertumpuan kedua tangan. Hal ini begitu sulit untuk dia lakukan.

"La tahzan ukhty." Ilaina yang setia berada di samping Dalisa pun, terus menerus menenangkan. Tidak ada yang bisa gadis itu katakan selain mengingatkan sahabatnya kepada Allah. Tidak ada yang lebih menenangkan selain mengingat-Nya bukan?

Kini kelas sepi, guru tidak ada yang masuk satu pun setelah Bu Lila tadi, kata kelas sebelah katanya ada rapat guru dadakan sehingga siswa-siswi pun menggunakan kesempatan ini dengan dominan tidur.

Ketika diri dan hati merasa lelah keadaan sekitar pun tidak lagi diatensikan bahkan untuk sekadar sadar pun tidak ingin. Tubuhnya perlahan bergetar, hidungnya pun sedah terasa menyumbat.

"Di ... ngin ...," keluhnya.

Lagi-lagi Dalisa ceroboh karena tidak membawa sweaternya apalagi bajunya pun tidak terlalu tebal untuk digunakan di musim seperti ini.

Gigi yang bergemurutuk seolah-olah menjadi kode jika gadis itu sudah sangat kedinginan dan keberuntungan pun datang menyapa Dalisa.

'Allah,' batinnya bergumam tersentak.

"Dingin ya? Sama kaya sikap lo ke gue." Khalifi bergumam seraya menyematkan sweater berwarna navy ke tubuh Dalisa.

Meskipun begitu Khalifi tetap menjaga agar tangannya tidak sedikitpun menyentuh kulit Dalisa, dan sweater besar plus panjang itu pun membungkus tubuh Dalisa. Dalisa bergeming tidak melakukan apapun ia menikmati sweater hangat dengan aroma wangi yang mungkin sejak saat ini akan Dalisa sukai.

"Maaf kalau gue lancing. Gue khawatir sama lo Putri, gue gak mau kehilangan lo lagi." katanya dengan tersenyum hangat.

Meskipun mendengarnya gadis itu memilih diam. Tubuhnya kini stabil kembali, tidak ada lagi kedinginan yang Dalisa rasakan.

"Makasih, Khalifi." Ilaina yang sedari tadi memperhatikan kini bersuara.

Khalifi menganggukan kepalanya, dia masih saja setia berdiri di samping Dalisa. "Ternyata lo masih jadi orang yang suka pelupa ya, Put, kalau soal barang."

"Juga soal gue," lanjutnya lirih.

'Putri? Nama yang sama yang kemarin khalifi panggil saat nolongin hamba Ya Allah.' Pikiran Dalisa seketika berseru gelisah. Putri siapa?

"Kenapa anta memanggil Ukhty Icha dengan sebutan Putri?" Ternyata Ilaina pun ikut penasaran.

Khalifi malah tertawa kemudian kepalanya menggelng. "Gak, gue cuma ingat sahabat kecil gue."

Mengejar Cinta Ukhty Jutek (2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang