~19 Belajar ngaji

865 140 7
                                    

"Terkadang ketika kamu merasa baik-baik saja, kamu akan lupa kepada-Nya. Namun, ketika Dia memberikanmu keresahan, cobaan dan ujian barulah kamu datang kepada-Nya. Artinya kamu datang kepada-Nya saat ada butuhnya saja?"

~Mengejar Cinta Ukhty Jutek


Setelah shalat tahajud sebenarnya Khalifi ingin tidur matanya terasa masih sangat berat untuk terus dibuka, tetapi Khalifi sudah berniat untuk berubah dan belajar agar tidak mengecewakan orang lain terutama bundanya. Khalifi tetap akan menolak perjodohan itu, Khalifi percaya tanpa Dalisa pun Khalifi bisa berubah!

Memangnya Dalisa siapa? Memangnya yang membolak-balikkan hatinya, Dalisa? Dan hal yang harus diingat adalah Dalisa bukanlah siapa-siapa di hidup Khalifi? Pernyataan yang mungkin terdengar menohok, tetapi memang beginilah nyatanya.

Saat Khalifi hendak akan menghafal Pak Kiai mencegahnya, dengan tersenyum lembut membuat Khalifi binggung. Apakah ada kesalahan yang ia lakukan?

"Khalif, afwan Pak Kiai mau tanya dulu sama anta sebelum mulai menghafal," imbuh Pak Kiai yang diangguki Khalifi. Telinganya sudah focus mendengarkan, Khalifi sangat suka bagaimana cara Pak Kiai menegur, menasihati sehingga membingbingnya.

"Boleh, Pak Kiai," jawab Khalifi menampilkan senyuman tipisnya.

"Khalifi niat menghafal semata-mata karena Allah atau karena manusia dan jabatan? Pak Kiai hanya ingin memastikan jawaban niat Khalif. Takut nantinya malah salah jalan." Pak Kiai mulai bertanya.

Memandang Pak Kiai yang murah senyum mengingatkan kepada Ustaz Yuda. Keduanya memiliki persamaan, murah senyum, berbicara lembut sekaligus hangat. Kenyataan itu entah kenapa membuat sebagian hati Khalifi merasa tidak terima. Apakah dirinya iri? Sepertinya tidak.

"Sebenarnya saya melakukan ini yang pertama untuk membuat Bunda membatalkan perjodohan, yang kedua untuk hafal surat An-Naba agar jadi ketua OSIS, dan yang ketiga saya tidak ingin mengecewakan Bunda dan menyaingi Dalisa," jawab Khalifi menunduk, sebenarnya tadi ia tidak ingin menjawab jujur.

Namun, sepertinya Khalifi tidak akan bisa membohongi Pak Kiai. Sekarang saja Pak Kiainya tahu bahkan tanpa ia beritahu. Maka pilihan Khalifi hanya bisa menjawab jujur.

Pak Kiai tersenyum, tanpa Khalifi ketahui dalam hati Pak Kiai merapalkan istighfar mendengarnya. Niat Khalifi kurang sesuai. Niatnya bukan karena Allah.

"Niat, sesuatu yang direncanakan dan siap untuk dilaksanakan. Berbicara tentang niat, tidak semuanya baik dan buruk, tetapi di sini niat Khalifi salah. Khalifi tahu letak kesalahannya?" jelas saja Khalifi menggelengkan kepalanya.

"Mendengar penjelasan Khalifi barusan, Khalifi menghafal bukan karena Allah. Namun, karena manusia. Di sana letak kesalahannya, seharusnya Khalifi meniatkan ini semua karena Allah bukan karena manusia ya, Nak."

Ucapan itu menohok, cukup membuat Khalifi merasakan dadanya seperti di tusuk lantas ia terdiam beberapa saat. Namun, tidak ada tujuan lain menghaal Al-Qur'an selain itu. Kemudian Khalifi sekarang harus bagaimana?

Kepala Khalifi kini terasa berat seperti netranya yang dipaksakan terbuka padahal ingin sekali terpejam. Sebodoh itu ya, Khalifi? Sampai apa yang ia lakukan selalu saja di mata orang lain?

"Mengapa manusia tidak bisa dijadikan niat, padahal manusia itu pun yang kedudukannya sebagai Bunda saya sendiri, pak Kiai?" pertanyaan Khalifi membuat Pak Kiai diam, lalu tersenyum lembut kembali.

"Dengar Nak Khalif, sesuatu balasan itu tergantung amal apa yang kita perbuat, dan amal yang kita perbuat itu tergantung niat. Jika kamu berharap kepada mahluk dan Allah cemburu maka kamu akan merasakan kecewa. Beda halnya dengan kamu yang berharap kepada Allah meskipun apa yang kamu inginkan tidak tercapai, tetapi Allah akan melapangkan hatimu dengan keikhlasan dan memberi kabar baik yang lebih baik dari yang kamu impikan itu."

Mengejar Cinta Ukhty Jutek (2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang