~22 Keputusan

798 132 21
                                    

"Kita berhak memilih dengan siapa kita akan bersanding, tetapi Allah sudah menetapkan jodoh kita sendiri dan sesuai janjinya, orang baik hanya untuk yang baik. Bisa disebut juga jodoh itu cerminan diri."

~Mengejar Cinta Ukhty Jutek

.

.

.


Di sini lah sekarang mereka berkumpul, Dalisa masih betah berada di pelukan sang umi, entah karena alasan apa Dalisa tidak bisa bersikap jaim dihadapan Khalifi dan sahabat Uminya. Sementara itu Khalifi menceritakan sebuah tragedy pagi yang menimpa mereka berdua.

Tanpa mereka sadari tadi keduanya tidak seperti orang asing, ada rasa yang selalu dirindukan da nada rindu yang harus segera dituntaskan entah itu dengan pertemuan atau pun dengan kematian.

Terkadang sejauh apapun, selupa apapun kita kepada orang yang pernah hadir dan berpengaruh dalam hidup kita, dia tidak akan benar-benar lupa sampai tidak bisa mengingat kembali. Jika lupanya hanya termakan waktu, bukan niat dilupakan hati.

Memandang Dalisa khawatir dengan penuh hati-hati Bunda Sakinah bertanya. "Ya Allah calon mantu Bunda tak apa 'kan? Kenapa Senior kalian sampai segitunya sih? Yang kaya gitu gak pantes adadi sekolah!"

Bunda Sakinah merasa begitu greget selepas mendengar kejadian itu. Bisa-bisanya mereka memperlakukan tidak baik kepada seseorang yang sedang berhijrah di jalan Allah. Jika mereka belum bisa hijrah seperti Dalisa pdahal 'kan mereka setidaknya menghargai? Coba deh Tanya kenapa tidak mau hijrah?

Mungkin alasan klisenya, susah, cape, males dan masih banyak hal lainnya. Bukankah itu artinya hijrah tidak semudah yang dibayangkan? Ujiannya akan semakin berat pun ketika imannya bertambah. Mengapa begitu? Karena kemampuan diri kita pun semakin meningkat.

Tersenyum getir di balik sorban yang dia coplas menjadi sebuah cadar. "Alhamdulillah Icha fine, Bun."

Ada rasa hangat ketika memandang netra Bunda Sakinah, rasa itu perlahan menyentuh hatinya. Bunda Sakinah terlihat begitu tulus sehingga membuat Dalisa merasa nyaman dan merasa jika dirinya diistimewakan.

"Bun, Khalif gak ditanya? Khalif loh anak Bunda. Tadi Khalif juga kesiksa mentalnya," ungkap laki-laki yang masih berseragam Sma itu.

Bunda terkekeh agak geli mendengar penuturan putranya. "Jadi cemburu ke calon istri sndiri nih. Nanti Icha 'kan bakal jadi anak Bunda juga."

"Lagian cowo 'kan fisiknya harus kuat. Seorang nahkoda tidak boleh manja."

Apa sih, Bundanya kenapa jadi bela-belain Si Ukhty Jutek? Sejenak tatapan keduanya terhubung. Kini pandangan Khalifi kepada Dalisa telah berubah, sejenak ia menerbitkan sebuah senyuman yang mampu membuat jantung Dalisa berdebar.

Bunda Sakinah membawa Dalisa ke dalam dekapannya. "Apapun yang terjadi, Bunda percaya Icha kuat. Jangan pernah menyerah ya, biarkan mereka mau berkata apa karena kita tidak bisa memaksa seseorang untuk terus menyukai kita. Tugas kita hanyalah bersikap baik meskipun tidak diperlakukan dengan baik."

"Hidup itu ujian, orang yang beriman atau pun tidak tetap saja akan ada ujian dari Allah. Ketika kita lebih memilih untuk menghindar, maka masalah itu tidak akan pernah selesai. Namun, ketika kita memilih menghadapinya itu menunjukkan jika kita itu kuat dan masalah pun akan berlalu."

Benar, apa yang dikatakan Bunda. Dalisa yang khilaf kembali mengingat wejangan itu karena motivasi dari Bunda. 'Makasih, Bunda.'

"Akan selalu Icha ingat nasihat Bunda. Jazakillah khair, Bunda."

Bundanya, Uminya, serta Khalifi menyunggikan sebuah senyuman hati mereka menghangat mendengar untaian kalimat tadi.

"Semangat!"

Mengejar Cinta Ukhty Jutek (2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang