~46 Berakhir

740 103 14
                                    

"Hidup terus berjalan, kesedihan dan kebahagiaan akan datang silih bergantiaan. Jika kamu sabar kamu akan menerima keadaan."

~Mengejar Cinta Ukhty Jutek

Bola mata Dalisa melirik kea rah perempuan yang berjarak dengan Ustaz Yuda. Gadis itu terisak pelan menyadari sesuatu. "Dijodohkan ya?" gumamnya merasa pedih.

"In syaa Allah, Dalisa akan mencoba ikhlas, Kak. Semoga Kaka dan calon bahagia ya. Icha cuma mau pesan tolong jangan sakitin perempuan itu seperti Kaka sakitin aku." Mata Gadis itu menyipit tanda tersenyum. "Afwan, permisi."

Gadis itu kemudian berdiri, berlari ke kamarnya dan mengunci pintu. Dia menjerit, menangis sejadi-jadinya di bawah bantal. Dia begitu lelah dengan ini. Mengapa harus terjadi secepat ini? Dalisa baru saja merasakan bahagia.

Dalisa paham posisinya bagaimana, dia dibandingkan dengan sang Umi darinya jelas saja Ustaz Yuda akan memilih seseorang yang telah melahirkannya.

Sebegitu burukkah dia sampai Umi dari Ustaz Yuda tidak memberikan ruang untuk sang putra menunggunya. Dalisa jelas tidak begitu saja menerima. Ini tidak adil!

"Aku sudah menunggu kau menjemput hatiku, memelukku dengan begitu erat dan nyaman, berharap setiap pagi nanti aku akan selalu melihat kau ada di sisiku." gadis itu terus saja meracau, tangannya pun memukul-mukul kasur.

"Kini semuanya sudah pupus."

"Mendapatkan hati anaknya, tapi tidak dengan Ibunya. Ustazah Nilam begitu pandai merebutnya dariku!" Dalisa masih saja kalut.

"Mengapa di sini aku yang selalu mendamba dan terluka. Apakah pendosa sepertiku benar-benar tidak pantas bahagia?" Gadis itu bermonolog.

Semuanya seperti mimpi, memang nyatanya dunia ini bagai sebuah mimpi dan kamu akan terbangun ketika sudah mati. Kejadian ini akan berlalu pergi menyisakan relung yang sepi,

Di sisi lain Ilaina terus saja mencari sahabatnya di pesantren. Namun, dia tidak menemukannya. Kemudian memutuskan mengunjungi bumi Pak Kiai-nya.

Ilaina mengetuk pintu kamar sang sahabat. "Assalamu'alaikum." Gadis itu mengetuk pintu membuat Dalisa segera menghapus air matanya kasar.

"Wa'alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh. Loh, Ukhty Ilaina?" Dalisa terkejut.

Ilaina menatap sang sahabat dengan khawatir, jelas kesenduan di netranya. "Ana mencarimu. Please, jangan ngurung diri terus ya?"

Mendengarnya kepala Dalisa menjadi menunduk merasa bersalah karena membiarkan sahabatnya kelimpungan tanpa teman. Ilaina bergabung dengan Putri Kiai, hal ini membuat santri yang lain menjadi segan mendekatinya.

"Anti baik-baik saja, 'kan Ukhty Cha?" Lantas sebuah pelukan Ilaina dapatkan dari sahabatnya.

"I'm fine." Dalisa menjawab yang memang itu adalah sebuah kebohongan. Ilaina pun tahu itu.

"Mending kita ngaji yuk! Kita dekati Penciptanya dahulu sebeum ciptaan-Nya."

****

Azan Isya telah selesai berkumandang. Setelah berdoa mereka pun mulai melaksanakan shalat sunah qabliyah, sebelum nanti melaksanakan shalat berjama'ah.

Shalat berjama'ah itu lebih baik daripada shalat sendirian, pahalanya pun tentu lebih besar. Setelah shalat mereka pun bubar kembali menuju pondok untuk membawa kitab dan kembali lagi ke tempat pengajian masing-masing.

Tingkat dua, yang terdiri atas kelas sebelas dan kelas dua belas SMA baik santriawati maupun santriyin kini tengah berkumpul untuk melaksanakan rutinitas pengajian.

"Baik, buka kitab Jurumiahnya, kita kali ini teh bakalan belajar tarkiban." Ustaz Ghani yang kali ini membingbing mereka.

"Kita akan bahas kembali dari bab kalam. Siapkan diri kalian, karena diantara kalian akan ada yang akan saya tanya!" Semuanya mengangguk menuruti perintah Ustaz Ghani.

Ilmu nahwu dan sorof adalah kitab-kitab yang paling Dalisa sukai. Ketika yang lainnya tidak menyukai karena membuat otak seakan hendak meledak. Berbeda dengan Dalisa, kedua ilmu itu bagaikan obat untuknya. Ketika penat, dia menenangkan dan justru dunianya ikut teralihkan.

Nahwu dan sorof itu seperti kamu, rumit. Namun, menyenangkan.

"Al kalamu tarkibnya menjadi kalimah apa, Ukhty Icha?"

Dalisa yang sudah siap siaga pun melihat kitabnya dan menjawab, "Menjadi kalimah Isim, Ustaz."

"Apa ciri isimnya?"

"Alif Lam."

"Ciri isim ada berapa?"

"Empat, yaitu jeer tungtung, tanwin, kemasukan alif lam dan harap Jar."

"Kalimah terbagi berapa?" Ustaz Ghani kembali bertanya.

Dalisa yang ditanya mereka yang mendengar yang malah deg-degan. Justru gadis itu malah kesenangan, ketika diuji. Itu artinya Dalisa bisa merujooh sambil mengetahui kapasitas otaknya. "Terbagi tiga yaitu isim, fi'il, haraf."

Ustaz Ghani semakin tertantang. Beliau kembali menanyakan patokan tiga kalimah itu dengan cirinya pula. Ya, dan Dalisa berhasil menjawab itu semua bahkan sampai ke nadom Imri'tinya.

"Masyaa Allah, Calon Ma'mum." Khalifi berteriak menggoda.

"Sudah bisa berapa kitab anta, Khalifi? Sampai berani mengaku seperti itu?" Perkataan Ustaz Ghani membuat mereka menertawakan Khalifi.

"Inget Kang, kata tukang Parkir!"

"Mundur!" Yang lain menyambung.

"Aduh, jangan bikin gue insecure duluan dong!" Khalifi protes.

Serta banyak lagi siulan dari para santri. Dalisa tersenyum miris di balik niqabnya. Apakah Khalifi masih belum menyerah dan masih menyukainya? Mari kita lihat sampai mana rasa penasarannya terhadap Dalisa.

Kehancuran hubungan yang menimpa Dalisa, membuat gadis itu menganggap Para laki-laki sama saja. Mereka tetap akan pergi dan membiarkannya dirundung sepi. Dirinya mungkin tidak akan mendapatlan cinta yang tulus.

Ilaina yang duduk di samping Dalisa pun merasa aneh ketika Dalisa mendongak dengan mata memerah. Dalisa kenapa, apakah ia sedang menahan tangisan?

"Ma dza?" Dalisa pun hanya menjawab dengan gelengan.

"Sudah-sudah. Suka ya, kalian mah caper teh!" tegur Ustaz Ghani yang menyadari kondisinya mulai tidak kondusif. "Lanjut lagi, Ukhty Icha sekarang buat kesimpulan tentang Kalimah Isim."

Mengangguk kepalanya patuh, Dalisa menjelaskan. "Kalimah isim atau nama, sebuah kalimat yang tidak dibarengin waktu. Kalimah isim memiliki empat ciri, jeer tungtung, tanwin, kaasupan alif lam dan haraf jar yang hurufnya ada sembilan jika dalam kitab jurumiah."

"Alamat baris kalimah isim ada tiga yaitu ropa', nasab, hofadz. Sementara itu alamat baris ada empat yang keempatnya adalah jajem." Dalisa pun terus melanjutkan sampai napasnya tidak beraturan saking cepatnya.

Setelah mendengarkan penjelasan Dalisa yang cukup detai, orang-orang bersorak ramai seraya berdecak kagum. Putri Kiai mereka memang tidak lagi diragukan.

"Udah cocok jadi Ibu dari calon anak kita, Ummah!" celetuk Khalifi yang berhasil membungkam mereka.

Di tengah keheningan itu hampir semua mata melihat Khalifi kecuali para santriwati yang hanya mendengarkan karena terhalang hijab pembatas.

"Calon makmumnya pinter dan calon imamnya harus lebih pinter." Ustaz Ghani lagi-lagi menyindir.

"Ganteng doang gak cukup buat bisa ngaji dan dapetin akhwat yang sebaik itu!"

"Lah, iri? Bilang, Bos!" Khalifi menyahut tak santai.

Suara riuh kembali lagi terdengar. Gara-gara celetukan ikhwan tadi membuat Khalifi kembali didera over thinkingnya. Argh, dia pengin marah, tetapi itu kenyataannya. Khalifi bahkan belum bisa satu kitab pun dan pengin sama dia yang sudah tamat beberapa kitab?

"Belajar yang rajin, gak usah cinta-cintaan dulu."


Bersambung ....

Menurutmu part ini bagaimana?👼

Mengejar Cinta Ukhty Jutek (2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang