"Banyak orang yang tahu jika kepercayaan itu adalah kunci dari semua hubungan. Namun, tidak sedikit orang juga yang meremehkan arti kepercyaan yang sebenarnya."
~Mengejar Cinta Ukhty Jutek~
"Jangan yang aneh-aneh ya, Bun," celetuk Khalifi bernegosiasi setelah mendengar ungkapan Bundanya tadi.
"Terserah Bunda dong," sangkal Bundanya dengan raut tidak bersahabat.
Melirik kea rah Bundanya sekilas Khalifi membatin, "Tuh kan cewe itu ribet penginnya dingertiin terus tapi gak mau ngertiin juga. Untung sayang Bunda."
"Jangan ngutuk Bunda kamu, Khalif."
Khalifi menjadi gelagapan mendengarnya tadi Khalifi tidak mengutuk Bundanya, 'kan? "Enggalah, Bun. Khalifi anak baik." Laki-laki itu membalas diikuti cengirannya.
Bundanya memutar bola mata sinis. "Anak baik kok gak betah di pesantren terus kabur?" Jleb! Omongan Bundanya emang pedas kalau sedang kesal. "Jujur kamu kapan lagi kamu nyoba kabur kaya gini? Di pesantren belum ada sepekan."
Khalifi meringis bingung haruskah ia menjawab pertanyaan Bundanya? Dijawab bakal kena marah tidak dijawab dapat ceramah lagi. Akhirya Khalifi merespon juga, "Malamnya baru ke pesantren juga, Bun."
"Astaghfirullah anakmu Yah keturunan kamu banget kayaknya."
Ayahnya sedari tadi hanya pokus menyetir dan menyimak kini menegur BUnda Sakinah dengan telinganya yang memerah. "Sayang, jangan diungkit-ungkit dong ...."
Lagi-lagi sehabis ini Khalifi akan kembali menjadi obat nyamuk. Sudahmah duduk sendirian di belakang, lihat kemesraan lagi di depan. Laki-laki itu mencibir pelan Ayahnya, dengan kepala yang dipalingkan ke jendela mobil.
"Siying, jingin diingkit-ingkit ding. Jijik banget."
Khalifi kira cibirannya tidak akan didengar oleh sang Ayah. Namun, ternyata ia salah besar karena kini Bunda dan Ayahnya menatap dirinya seakan-akan ingin membunuh.
"Jangan gitu kamu, Lif. Ayah yakin kamu bakal lebih bucin dari Ayah lihat aja nanti."
"Awas aja kalau Bunda denger kamu pengin nikah muda apalagi sama santriwati di sana."
Santriwati di sana? Ah, Khalifi tiba-tiba teringat Dalisa, Ukhty Juteknya itu sedang apa ya? Belum juga genap satu hari ia meninggalkan kota Bandung itu. Kota kembang, Khalifi merindukan salah satu penghunimu. Eh, benarkah Khalifi rindu? No no itu tidak mungkin.
"Tuh Yah lihat. Kemakan omongan sendiri kayaknya. Senyum-senyum sendiri. Sadar Nak, sadar."
Khalifi berdecak. "Bundaku yang terhormat. Anakmu ini masih sadar dan inget Khalifi tidak akan sebucin itu kaya yang Ayah bilang."
Ayah Fatur justru menyeringai. "Ayah tunggu kabar baiknya."
Kecepatan mobil pun sedikit naik mempercepat laju mobil untuk mencapai kediaman keluarga Khalifi. Khalifi sekarang binggung harus bersikap apa, pasti sekarang Bunda dan Ayahnya akan tetap mengirim kembali dirinya ke pesantren.
Jangan ditanya lagi, sudah jelas akan terjadi. "Sekarang kamu mandi, nanti Zuhur kita ke pesantren lagi!" titah sang Ayah dengan tegas.
"Siap, Bos!" tanggap Khalifi sedikit lesu sebenarya. Oke, sekarang lebih baik ia tidur dahulu.
"Anakmu itu, Bun."
"Anakmu juga, Yah."
"Haha, iya deh sayang anak kita masa anak tetangga 'kan kita yang buatnya." Ayah Fatur mengoodanya lantas merangkul pundak sang istri membawanya ke dalam dekapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Cinta Ukhty Jutek (2)
Teen Fiction~🔥sudah end🍂 Baca selagi banyak babnya yaa Tetap komen dan vote ya, walau ceritanya udah tamat💌. Jangan lupa follow juga ya Ini bukan kisah pemuda yang suka mencari masalah dan berkelahi, tetapi ini tentang Khalifi, ketua geng motor yang dimasuk...