~47 Udah jangan nangis

768 105 17
                                    

"Hati yang kembali sepi, tujuan yang tak lagi pasti. Kini hanya kamu yang bisa menguatkan dirimu sendiri."

~Mengejar Cinta Ukhty Jutek

Hari ini sekolah dikejutkan dengan kedatangan Pak Yuda bersama seorang perempuan cantik di sebelahnya dan ada Ustaz Ghani juga diantara mereka. Dalisa melihat ke arah lapangan. Kelasnya yang kebetulan ada di lantai dua memudahkannya untuk melihat.

Banyak sorotan yang memuja mereka penuh kagum. Apalagi kepada Ustaz Yuda, padahal beliau belum lama mengajar di sekolah ini. Dilihatnya, mereka bertiga berjalan ke ruang guru. Perempuan cantik itu dialah Ustazah Nilam.

Tanpa sadar Dalisa membandingkan dirinya dengan Ustazah Nilam. Kecantikannya begitu bersinar, banyak para laki-laki yang menyukainya. Berbeda halnya dengan dirinya yang menyembunyikan wajah cantik itu hanya untuk suaminya kelak.

Dalisa ingin dicintai dengan tulus, dirinya takut ketika dia menunjukkan wajahnya dia akan kembali dipermainkan dan ditinggal pergi. Apakah di dunia ini benar-benar ada laki-laki tulus?

Di sisi lain, Kedua Ustaz dan satu Ustazah telah tiba di kantor para guru. Mereka meraplakn salam seraya menebar senyuman hangat.

Terlihat di sana Bu Yasmin–wali kelas XI IPS 1 yang sedang duduk seraya melihat berkas-berkas untuk ulangan. Beliau mengalihkan atensinya seraya menjawab salam, kemudian mereka pun mendapat balasan senyum hangat.

Bu Yasmin bangkit dan menyambut ketiganya. "Masyaa Allah, Ustazah Nilam apa kabar?"

Ustazah Nilam menempelkan pipinya, melakukan ritual sapaan ala wanita. "Alhamdulllah, bi khair. Ibu sendiri?"

Bu Yasmin terkekeh, lalu berjalan menuju meja baru khusus untuk Ustazah Nilam. "Jadi, sekarang jadi guru bahasa Indonesia, nih?" godanya, lalu keduanya pun berbincang-bincang ria.

"Alhamdulillah, senang bisa bekerja di sini."

Mengetahui Ustazah Nilam disambut baik, kedua laki-laki itu pun merasa lega. Akhirnya, kembali ke tugas masing-masing. Datangnya Ustaz Ghani kemari dikarenakan ada kepentingan dengan kepala sekolah.

Sementara Pak Yuda memasuki ruangan kepala sekolah, beliau hendak meminta izin cuti untuk menjaga Uminya yang sedang sakit. Ustaz Ghani pun membantu menjelaskannya.

"Baik, saya izinkan. Tolong sampaikan salam saya kepada Uminya, semoga lekas sembuh."

Menganggukkan kepalanya sembari mengaminkan. Pak Yuda pun keluar setelah mengucapkan salam. Ustaz Ghani pun izin mengantarkan Pak Yuda keluar ruangan.

"Yud, inget. Jaga kesehatan, hari ini jangan lupa chek up lagi kondisinya. Saya gak mau kehilangan Adek satu-satunya."

Pak Yuda terkekeh. "Siap, Bos! Lagian penyakitnya pun gak parah," sahutnya.

"Gak parah dari mana kanker-."

Segera saja Pak Yuda membekap mulut sang Kaka sembari melirik ke sana kemari dengan gelisah. Tidak ada yang boleh tahu tentang hal ini!

****

Dalisa mematung ketika melihat Ustaz Yuda dan Ustazah Nilam sedang berjalan berdampingan memasuki kantin sekolah sembari tertawa. Mereka terlihat seperti pasangan yang begitu bahagia. Relungnya sesak, napasnya sedikit memburu, sorotnya pun tidak sanggup untuk menangkap lagi siluet itu.

Gadis itu bergeming. Ketika berbicara tentang Ustazah Nilam, dirinya selalu merasakan insecure. Ustazah Nilam itu sudah cantik, shalihah, lemah lembut, tidak gampang marah juga ramah. Berbeda jauh sekali dengan dirinya.

Kebetulan kini Dalisa sedang sendiri karena Ilaina masih mengerjakan soal di kelas. Gadis itu kini bergeming, dia melamun seraya memegang sedotan teh pucuknya. Sampai tidak menyadari ada seseorang yang duduk dihadapannya.

Khalifi menghela napasnya. Kabar kandasnya hubungan Dalisa memang telah menyebar di sepenjuru pesantren. Pasti gadis itu sangat begitu sedih, makanya Khalifi mengorbankan uangnya hanya untuk membelikan hal yang Dalisa suka.

"Udah, jangan nangis." Dia berkata seraya menyodorkan dua buah buku yang pertama berjudul, 'Siti Khadijah' dan yang kedua 'Mengejar Cinta Ukhty Jutek.'

Nampak gadis di depannya tersentak. Dia memandang kearah Khalifi dengan tatapan juteknya. Kemudian tidak sengaja matanya menemukan sebuah benda dekat teh pucuknya.

Laki-laki itu melihat ada sebuah binary di netra Dalisa yang mampu membuat seulas senyum tipis pun tercetak di bibirnya. "Buat lo." Informasinya.

Gadis it tersenyum meskipun kain hitam membantu menyembunyikan kebahagiaannya. "Kok judulnya kaya nyindir sih yang ini?" celetuknya seraya mendengkus.

Khalifi tertawa. "Jadi, calon makmum ngerasa jutek? Ngerasa dikejar juga?"

Seketika Dalisa menyesali pertanyaannya. Khalifi pandai sekali menjebak dirinya. "Nggak!" jawabnya tegas.

Lagi-lagi Khalifi tertawa ini hal yang lucu baginya. "Udah, ambil aja. Belinya penuh perjuangan."

Menimpalinya dengan ketus, "Kalau gak ikhlas jangan beli."

Menggelengkan kepalanya Khalifi menghela napas. "Ya, ikhlas. Makanya diterima."

"Ini maksudnya apa dulu?" gadis itu memicing curiga.

Khalifi menggoda, "Menyogok gadis yang lagi patah hati."

"Astaghfirullah." Dalisa hendak bangkit meninggalkan Khalifi. Namun, pernyataan yang Khalifi ungkapkan membuatnya bergeming.

"Emang ya hati kalau salah letak akan retak."

"Makanya jangan asal mainin hati apalagi kalau cuma mampir kaya ke warung kopi." Dalisa membalasnya serius.

"Lagian nalar kadang aneh, ada yang mau menatap malah milih yang cuma mampir sekejap. Ada yang mau serius mengisi hati dan menghangatkan sepi malah ditinggal pergi."

Ini Khalifi sedang menyindir dirinya atau bagaimana? Dalisa memandang sinis Khalifi. "Lagian Alif lam malah dipaksa bersama dengan tanwin."

Khalifi kicep, otaknya ngelag. Kemudian dia baru paham ketika teringat pelajaran di pesantren. Alif lam dan tanwin adalah musuh bebuyutan yang artinya tidak akan pernah bisa disatukan.

"Sayangnya lo bukan tanwin dan gue juga bukan alif lam yang artinya kita masih bisa disatukan." Khalifi menyeringai.

"Dahlah cape ngomong sama kamu!" Kemudian Dalisa pergi sembari membawa novelnya, dia tidak akan menolak rezeki apalagi jika berkaitan dengan novel. "Karena tadi anta maksa, jadi saya bawa!" celetuknya.

Khalifi tertawa seraya memandang kepergiaan Dalisa. "Dasar sok malu-malu kucing lo. Padahal mau!" teriak Khalifi mengejek.

Tanpa keduanya sadari ada dua pasang mata yang memperhatikan mereka sedari tadi. Pak Yuda dan Ustazah Nilam. "Semoga bahagia, Adek kecilnya Kaka Da," gumam Pak Yuda.

Meskipun sesak, Ustazah Nilam ikut tersenyum. Dia sadar posisi, apalah daya hanya menjadi perempuan yang dipaksa memenuhi hati, yang padahal relungnya sudah diisi.

"Kita juga harus bahagia." Ustazah Nilam menyambung. Pak Yuda pun hanya meiliriknya sebentar tanpa bersuara.

Keduanya sama-sama terluka baik Dalisa maupunPak Yuda. Mereka saling mencitai, bahkan tak sampai hati melepasnya pergi.Namun, rasa cinta yang besar tetap akan kalah dengan keadaan.

Bersambung ....

Ini masih mau lanjut atau berhenti di sini aja? :')

Mengejar Cinta Ukhty Jutek (2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang