"Sekeras apapun seseorang bermain peran. Jika dia belum ahlinya maka di depan layar dia tidak lebih sebagai penyandiwara amatir."
~Mengejar Cinta Ukhty Jutek
Apa yang dikatakan Rasya benar, meskipun cara penyampaiannya salah. Para panitia malah terlihat berusaha menahan tawanya. Ini juga bisa dibilang aksi balas dendam mereka dengan apa yang senior dulu pernah lakukan.
"Kalau tebakan aku sih, ini itu pos yang membahas tentang ilmu kepemimpinan." Dalisa bergumam kepada anggotanya.
Mereka semua nampak berpikir. "Kalau tebakan aku sih, apa ya," timpal Ilaina dengan meletakkan telunjuknya di dagu. "Pos agama lain, sih?"
"Waktunya cuma lima menit!" teriak Zeze, yang berdiri beberapa langkah dari mereka.
Terlihat panitia itu tertawa, namun saat calon OSISnya melihat kembali memasang wajah jutek. 'Menyebalkan!' batin Ilaina.
Sementara di sisi itu Khalifi sedang di pos Budiman, ya, mereka berhasil menebak pos itu. Ternyata pos kepemimpinan adalah pos yang sekarang sedang Khalifi berusaha melewati.
"Muhammad Khalifi," panggil Budiman dengan seringaiannya. "Apa yang akan kamu lakukan saat nanti menjadi ketua OSIS?" tanya Budiman, senang sekali rasanya melihat Khalifi yang harus berpikir keras untuk meyakinkan.
"Seberusaha mungkin saya akan melakukan yang terbaik. Saya tidak akan banyak berjanji, karena janji tanpa bukti itu percuma. Saya tidak akan banyak berkata, tanpa tindakan. Karena orang bodoh akan banyak bicara, sedangkan orang berilmu akan membuktikannya dengan tindakan," jawab Khalifi dengan yakin.
"Mungkin saya belum bisa menjadi seperti khalifah Sultan Al-Fatih yang dapat menaklukan konstantinopel, juga atau pemimpin daulah abbasiyah lainya."
"Tapi, In syaa Allah saya akan bertanggung jawab dengan apa yang telah saya mulai!"
Budiman tampak mengangguk lalu duduk di kursi hadapan Khalifi yang sedang berdiri. Mereka kini sedang di dekat, taman belakang sekolah. Lalu, seseorang maju mendekati Khalifi. Tampaknya, sekarang Khalifi adalah sasaran utama.
"Kamu tahu ciri orang munafik?" tanya seseorang itu dengan datar.
Khalifi menghela napasnya lelah. Sesulit inikah untuk mendapatkan kepercayaan? Baiklah, Khalifi akan kembali menjawabnya.
"Ciri orang munafiq itu ada tiga. Jika berbicara dia berbohong, jika berjanji dia ingkar, dan jika diberi amanat dia hianat." Khalifi menjawab.
"Kalau kamu melakukannya, apa yang akan kamu lakukan?" tanyanya.
Khalifi terdiam. "Setiap perbuatan pasti ada yang harus dipertanggung jawabkan bukan? Baik di dunia maupun di akhirat. Begitupun dengan OSIS ini, jika ada peraturannya bagi yang melanggar, bukan jika ada lagi tapi pasti ada. Saya akan menerimanya." Khalifi menjawab.
"Kalian pastinya tahu, manusia tempatnya salah dan hilaf. Apa yang akan Kaka lakukan jika Kaka melanggar peraturan. Sedangkan Kaka yang membuat peraturan itu sendiri?" Khalifi bertanya balik dengan tampang songongnya.
Enak saja dia saja yang diintrogasi, Khalifi juga bisa membalikkan kata-katanya. Khalifi juga ingin tahu apa jawabannya. Enak saja mereka hanya bertanya tanpa ingin berpikir apa jawabannya.
Kaka kelas dihadapannya bangkit dari duduknya, lalu meneguk salivanya berat. Apa ini, Adik kelasnya, berani bertanya kepadanya? Jelas saja, ketua geng.
"Wah berani banget junior kita satu ini!" Dia bertepuk tangan. Kemudian mundur.
Budiman menyahut, "Khalifi. Hmm, sekarang ini yang terakhir. Apakah kamu cinta tanah air?"
"Ya," jawab Khalifi malas.
Sebandel apapun Khalifi, Khalifi tetap mencintai tanah Airnya. Khalifi tidak pernah sedikit pun berniat untuk merusaknya. Apalagi Indonesia mempunyai julukan, 'Bisa membunuh tanpa menyentuh'.
"Jika kamu mencintai tanah air, sekarang cium tanah di bawah kamu sekarang juga!" Dia tidak ingin dibantah.
Khalifi membulatkan matanya tidak percaya. Eh, apa-apaan ini? Memang mencintai harus dicium juga ya? Kalau yang diciumnya Ukhty Jutek ya tidak apa-apa. Justru itu bonus bagi Khalifi.
'Astagfirullah ... gue khilaf.' Baiklah sekarang Khalifi akan menunduk dan menatap nanar ke bawah. Ada batu-batu kecil yang berserakan di bawah. Khalifi tidak mau!
Senyuman smirk tercetak di wajahnya. Menyuruhnya mencium tanah? Oh tidak semudah itu fergosoo. "Tidak semua bukti cinta itu dibuktikan dengan ciuman. Buktinya gue mencintai dia, tapi gue ngejaga dia. Bukan cium dia!"
"Orang yang mencintai sesuatu itu menjaga bukannya merusak. Kaya cinta gue contohnya, gak berani ngajak pacaran sebelum ke pelaminan."
Mereka seketika membulatkan matanya tidak percaya. Tidak ada yang seberani Khalifi dalam menghadapi seniornya saat ini.
Budiman seketika terbungkam dengan jawaban Khalifi yang tidak pernah dia duga. "Jadi, gak mau ngelakuin?"
"Ya, jelas engga dong. Coba lo sendiri dulu yang ngelakuin itu mau gak?!" Khalifi menatap meremehkan kepada seniornya.
Budimana melotot. "Dengan alasan apapun saya tidak suka dibantah! Sekarang kamu saya hukum. Bel, ambil kertas buat surat!" titahnya.
Salah satu Anggota OSIS perempuan yang senior pun menurut, kemudian mulai menuliskan apa yang Budiman bisikkan. Setelahnya dia memberikan kepada Khalifi.
Khalifi pun mengambil surat itu. Budiman pun membentaknya, "Sekarang pergi ke tengah lapanga, dan bacakan surat itu dengan keras!"
"Cih, mentang-menatng ketua OSIS, seenaknya nyuruh." Khalifi mendumel seraya berjalan. Emang ya, pelantikan ketua lebih berat dari pada anggotanya. Sekarang lihatlah teman seperjuangannya yang hanya menonton, tanpa berniat membantu sedikit pun.
Kini para kandidat OSIS dan para panitianya telah berdiri di pinggir lapangan menyaksikannya dengan penasaran. Khalifi menghela napasnya, kemudian mulai membaca satu demi satu kata yang terlampir di sana. Seketika itu juga netranya membulat.
"Baca sekarang!" desak Budiman.
Napasnya tercekat, dia akan malu sekali jika benar-benar membacakan ini. Namun, agar ini cepat selesai, akhirnya Khalifi menurutinya.
"Teruntuk Dalisa Khumairoh Putri, kamu jelek, tapi aku tetep mencintaimu!"
"Jika sembilan itu nine, maka kamu mine. Aku ingin menjadi Fi'il madhi juga fi'il mudhore untumu serta fi'il amar di mana mencintaimu adalah sebuah perintah."
"Tak peduli kau akan mencari jawab yang lain aku akan tetap menjadi syarat yang menyempurnakan." Kala itu netra Khalifi mencari-cari keberadaan ukhty jutek-nya.
Tepat saat ungkapan selanjutnya, netra keduanya bersitatap. "Kamu akan selalu menjadi mubtada penyempurna khobarku. Tenang saja aku tidak akan mendatangkan amil manapun termasuk Kana, Inna, dan Donna."
Khalifi menyunggingkan seulas senyuman. Seketika dia teringat gombalan yang Zakaria tulis di halam belakang bukunya.
"Cintaku padamu bukan seperti harap elat, melainkan harap sohih. Bahkan orang seperti-ku syad di dunia ini. Tenang saja kamu bukan hamzah washal di hatiku, melainkan hamzah qata yang tidak akan pernah terbuang."
Seketika semua orang berteriak, apalagi yang mengetahui apa artinya, mereka telah berjungkrak-jingkrak di tempatnya. Ketus OSIS mereka manis sekali.
Bersambung ....
Assalamualaikum, holaaa. Bagaimana pendapatmu dengan chapter ini?
Jika ada typo, please tandai ya!
Kalau kata"nya kurang mengerti boleh dikomen. Terima kasih buat kalian yang udah komen, vote dan share cerita ini♥️.
Oh iya, aku juga buat spoiler" tentang cerita ini di tiktok loh, kalian boleh banget mampir usernamenya sama Fatmawati2507.
See you
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Cinta Ukhty Jutek (2)
Teen Fiction~🔥sudah end🍂 Baca selagi banyak babnya yaa Tetap komen dan vote ya, walau ceritanya udah tamat💌. Jangan lupa follow juga ya Ini bukan kisah pemuda yang suka mencari masalah dan berkelahi, tetapi ini tentang Khalifi, ketua geng motor yang dimasuk...