~17 Belum dibayar?

942 155 6
                                    

"Apa katamu, mencintaiku? Oh ayolah ini hati bukan warung kopi yang bisa seenaknya engkau singgahi. Kalau kamu dahulu mencintai lantas mengapa memutuskan untuk pergi?"

~Mengejar Cinta Ukhty Jutek~


Sepertinya janji tadi Dalisa akan menjelaskan permasalahan yang ia pikul akhir-akhir ini kepada sahabatnya. Karena jika tidak mereka akan terus menerus menagih sampai Dalisa memberi tahu.

"Jadi bagaimana Ukhty Icha?" desak Sania.

Gadis yang ditanya kini sedang berfikir ia harus mulai dari mana menjelaskan kepada kedua sahabatnya, ia bingung kemudian menggaruk keningnya yang tiba-tiba terasa gatal. "Mulai dari mana ya?" gumamnya terasa heran.

"Dari Ustaz Yuda dulu." Ilaina yang terlalu penasaran dengan hubungan Ustaz Yuda dan Dalisa menimpali.

Menghela napasnya berat, Dalisa mengangguk lesu. "Ingat pas kita mau pulang terus Ustaz Yuda manggil dan mau bicara bi ana?"

Kedua sahabatnya itu mengangguk bersamaan. Dalisa memperbaiki duduknya sejenak kemudian melanjutkan penjelasannya. "Nah, waktu itu Ustaz Yuda ngasih ana surat. Ujarnya dari orang yang mencintaimu gitu." Semburat merah tiba-tiba datang menghiasa wajah Dalisa yang kini untungnya tertutupi cadar hitam.

"Acie sapa tuh?" goda Sania. "Yakin mau balik?"

Mengangkat bahunya tidak tahu Dalisa pun kembali melanjutkan. "Ya, dan barusan Ustaz Yuda ngingetin me jangan lupa baca suratnya gitu. No special."

Ilaina menimbrung kembali, sejenak dahinya berkerut bingung. "Ana jadi penasaran apa isi suratnya."

"Sepertinya tidak akan jauh dari kalimat minta maaf, cinta dan sebagainya." Sania terkekeh pelan, sepertinya gadis ini sudah banyak berpengalaman soal laki-laki.

"Ih sok tau," ledek Ilaina.

Sania mendengkus mendengarnya, "Meskipun omongan abdi teh ceplas-ceplos banyak attu yang suka," ungkapnya terlewat percaya diri.

Mendengarnya Dalisa jadi ingin turut menggoda sahabatnya yang satu ini. "Ah, masa. Hati Akhy Zakaria udah dapat belum?" sindirnya.

Sania menduduk menahan tawa malu yang akan keluar. "Oh kalau itu jangan dibahas."

Gadis bercadar itu memperhatikan mimic wajah sahabatnya, ada rasa malu dan terluka di wajah itu. "Tidak apa-apa, sodiqati. Siapa tahu ngejar santri eh malah dapatnya anak kiai."

Ilaina menyahut paling keras di antara keduanya. "Aamiin Ya Allah aamiin." Kemudian kekehan terdengar dari kedua perempuan di sampingnya.

"Oke-oke lanjut lagi dong Ukhty."

Gadis yang dimintai penjelasan lagi itu terdiam sejenak, haruskah ia menceritakan bagian Khalifi? Menceritakan bagian perjodohan akan sangat membuatnya malas. Sepertinya yang satu itu tidak perlu ia beritahu kepada sahabatnya. Toh, juga belum terjadi.

"Soal Khalifi ya?" Nada Dalisa bertanya, tetapi juga seperti bergumam untuk dirinya sendiri. Matanya menerawang jauh memikirkan kejadian akhir-akhir ini.

"Ana tidak ada hubungan khusus bi huwa." Dalisa memulai. Ia menghela napasnya berat. "Semua terlalu tiba-tiba, dan kalau terlihat dekat ini murni hanya keperluan saja kok. Kita juga baru beberapa kali ketemu saja."

Kini giliran tatapan Ilaina yang menerawang. "Ukhty-Ukhty, sadar gak sih kalau Khalifi ini jamil jiddan, tatapan tajamnya bikin merinding sekaligus menenggelamkan. Auranya terasa usil dan kejam di waktu bersamaan. Kaya badboy-badboy gitu ...." Nada Ilaina memelas di akhir kalimatnya.

Mengejar Cinta Ukhty Jutek (2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang