31

125 11 0
                                    

"Assalamualaikum, Nduk." salam Bunda dibalik pintu apartemen. Aku segera berlari saat mendengarnya dan membukakan pintu.

Aku benar-benar persiapan untuk menyambut kedatangan Bunda.
Aku beres-beres rumah (ruang tamu, dapur, kamar, sampai toilet pun aku bersihkan). Kalau ditanya capek? banget.

Tapi gapapa sih demi kesan baik dan gak ada salahnya juga nyenengin mertua. Karena itu pun yang dilakukan Mas Bayu pada ibuku.

Mas Bayu selalu lindungin aku dari pertanyaan Ibu tentang bagaimana tingkahku sebagai seorang istri.

Dia selalu bilang kalau pernikahan kami baik baik saja, dan perilakuku juga sangat baik. Padahal mah boro boro.

"Cantik banget menantu Bunda, pantes Bayu jarang berkunjung ke rumah." ujar Bunda Elin.

"Maaf Bun, nanti akan Ami usahakan biar kami sering-sering berkunjung." jawabku gak enak hati.

Aku memang gak pernah berkunjung ke rumah mertuaku lagi setelah pindah kesini. Kukira Mas Bayu sering pulang ke rumah Bunda tapi ternyata nggak.

"Yowis, gak apa apa. Gak usah dipaksakan juga, Bunda tau kamu sebentar lagi naik kelas tiga, pasti sibuk, Bayu juga anaknya agak berlebihan kalau bekerja. Tolong ingetin Masmu iku kalau dia kerjanya terlalu keras. Suka lupa waktu." jelas Bunda Elin sambil menaruh rantang di meja makan mini kami di dapur.

Aku mengangguk saja mendengar petuah dari Bunda. Aku yakin Bunda pasti kecewa padaku kalau tau bagaimana sikapku ke Mas Bayu.

Tapi mungkin Bunda juga akan lebih kecewa pada anaknya kalau kuberitahu apa yang terjadi pada kami sebelum kami menikah.

"Bunda mau lihat-lihat boleh, Nduk?" tanya Bunda sebelum akhirnya mulai mengelilingi rumah.

"Lho foto nikah kalian gak dipajang toh?" Bunda heran tidak melihat satu pun foto pernikahan kami.

Aku tidak kepikiran, Mas Bayu pun begitu, dia sibuk. Apalagi katanya sebelumnya dia habis jalanin misi pembatasan jadi ya gak terpikir hal hal seperti memajang foto nikah.

"Iya Bun, kami gak kepikiran hehe." beoku dengan cengiran sok polos.

"Segera dipajang ya, Nduk. Selain buat ornamen tembok yang kosong, foto pernikahan bisa bikin suasana lebih romantis." nasihat wanita berhijab di depanku ini.

Lagi-lagi aku hanya menanggapi omongan Bunda dengan mengangguk.

"Bunda gapapa toh nginap disini malam ini? Hitung-hitung nemanin kamu, Ayahnya Masmu juga lagi dinas ke luar kota."

"Iya gapapa Bunda." jawabku sambil memamerkan senyum terbaikku.

Bunda berjalan ke arah sofa, aku hanya mengekorinya kayak anak itik.

"Jadi gimana?"

Apanya?

"Gimana apanya, Bunda?" tanyaku bingung.

"Hubungan kamu sama Masmu. Baik baik saja kan?" ucap beliau memperjelas.

"Ya begitu Bun, eum cukup baik tapi kadang kami berbeda pendapat."

Sumpah aku kebingungan menyusun kata kata, dan apa kataku? Jarang? I'm totally lying about that.

Nyatanya setiap kami ada kesempatan buat ngobrol, kami selalu bertengkar.

"Pertengkaran pasti terjadi, itu gak bisa dihindari Nak. Tapi setiap habis bertengkar, merenunglah. Apa yang harus kamu perbaiki ke depannya. Bunda minta tolong sama kamu... jangan langsung tinggalin anak Bunda ya saat nanti Bayu buat kesalahan. Bunda tau, pernikahan ini mengejutkan kalian dan bahkan mungkin mengganggu masa remajamu, tapi jangan takut mencoba ya, Nduk. Anak Bunda itu cukup baik kok, dia sayang sekali sama kamu."

Siap, Coach! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang