4

349 27 2
                                    

Don't forget to tap the start after reading :-)

Btw, kasih tau amatiran ini kalau ada typo...

Happy Reading 💘

.

.

Besoknya ...

Adek baru pulang dari rumah Budhe sore hari.

Aku lihat sendiri Adek baru masuk rumah dengan ransel corak army yang biasa dipakai sekolah.

Tadinya aku mau langsung nyamperin dia, mau nyemprot dia pake ocehan yang udah numpuk di pikiran.

Karena gara-gara dia otakku harus berpikir keras menyusun kata-kata untuk menjelaskan kelakuannya kemarin ke Ibu. Untungnya yang nanya cuman Ibu. Jadi aku bisa jelasin kronologisnya dengan santai.
Kalau Bapak yang nanya, aku akan lebih deg-deg-an mungkin.

Karena Bapak auranya bikin segan, walaupun sebenarnya Bapak nyaris gak pernah marahin aku.

Aura Bapak itu nurun ke Adek. Mungkin itu sebabnya bocah itu no-life. Kerjaannya main PS mulu di kamar. Boro-boro ada yang deketin, temen-temennya aja udah takut duluan pas ngelihat dia.

Makanya cewek-cewek di sekolahnya juga gak ada yang berani minta nomornya langsung. Malah minta ke aku waktu aku jemput dia ke sekolah.

Tapi dia sih emang sok cakep juga kalau masalah itu. Sok cool! jual mahal!

Karena aku iba ngeliat muka lelahnya, aku biarin Adek masuk kamar dan biarin dia istirahat dulu.

Well, dia harus punya tenaga walau sekadar dengerin ocehanku.

Setelah 1 jam, aku mengetuk pintu kamarnya. Selain aku pengin ngomelin dia, aku juga udah gak bisa nahan rasa kepoku soal urusannya sama Budhe di Bogor.

"Dek, lagi ngapain?" Aku nunggu beberapa detik tapi gak ada sahutan.

"Woi, dek keur naon didinya?" ulangku pake bahasa Sunda.
(*keur naon didinya = lagi apa disitu)

"Punten!!!" ucapku sedikit berteriak.

"Apaan sih, Teh?" sungutnya sambil membuka pintu.

"Dipanggil titadi gak nyahut!" omelku. Lalu tanpa izin darinya, aku langsung masuk ke kamarnya yang cukup berantakan dengan buku-buku, makanan ringan, dan ada stik PS juga.

"Dasar cowok! Kamar aja gak keurus." nyinyirku lalu duduk di karpet yang menghadap ke TV yang terhubung sama PSnya.

"Ck! Nyadar!" Dia berdecak sambil melihatku dengan muka datarnya.

"Nyadar apaan?" ucapku dengan gaya menantang.

"Teteh juga jarang bersihin kamar kalau gak diomelin dulu sama ibu ." ungkapnya.

"Tapi pada akhirnya Teteh tetep beresin kamar kan? Gak kayak kamu. Pala batu! Gak mempan dibilangin." Ocehku tanpa aling-aling.

"Ck!" lagi-lagi bocah di hadapanku ini cuma bisa berdecak.

Dia keliatan sibuk nyalain PS.

Siap, Coach! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang