15

160 15 0
                                    

Haiii, saye kambek.

Tolong dipencet dulu tombol starnya.

Happy Reading 💕

.

.

Hari Senin tiba,

aku gak merasakan rasa malas yang berlebihan untuk menjalani kegiatan sekolah hari ini.

Padahal hari ini bakal sibuk banget karena hari ini akan ada gladi bersih untuk acara hari jadi sekolah yang akan dilaksanakan besok.

Mungkin benar kata orang, efek kasmaran itu dahsyat.

Tai kotok ge karasa amis (kotoran ayam juga terasa manis).

"Ibu!!! Teteh berangkat sekarang." pamitku berteriak.

Seperti biasa Ibu lagi berjibaku di dapur.

"Kebiasaan teriak-teriak mulu." sungut Tino yang baru aja keluar dari sangkarnya AKA kamarnya.

"Oi kamu belum mandi, Dek?" tanyaku mengernyit melihat penampilan adekku yang masih kaos-an plus kolor-an.

"Masih terlalu pagi." jawabnya singkat lalu beranjak ke dapur.

Paling dia mau bikin lemon tea di dapur.

Tino emang jarang sarapan, kalau dipaksa sarapan sama Ibu pun gak pernah makan nasi, paling cuma makan roti tanpa selai.

Terus udah gitu, akhir-akhir ini anak itu jadi so-soan bergaya hidup sehat, dan cerahamin aku biar ngikutin healthy life stylenya.

Tapi ucapannya benar sih, aku harus mulai membatasi pola makanku dan mencoba untuk sering olahraga.

Soalnya perutku makin hari makin membuncit. Aku jadi malu, padahal pacarku kan olahragawan yang badannya atletis.

"Lho Teh? Kok tanginas? Udah rapi aja jam segini... " ucap Ibu yang heran sama aku.

"Emang sekarang jam berapa si-what?! Hehehe pantes pada heran, ternyata baru jam 6." pekikku setelah melihat jam yang terlilit indah di pergelangan tangan kiriku.

Bel sekolahku bunyi jam 07.20.

Biasanya aku berangkat jam 7 teng, atau jam 7 lewat beberapa menit.

"Kenapa sih kayaknya excited banget berangkat sekolah?" tanya Ibu.

"Gak apa apa, kan sekarang hari Senin. Kelas aku kebagian jadi petugas upacara jadi harus berangkat lebih pagi hehe."

Hari ini kelasku memang kebagian jadi petugas upacara.

"Bisa aja ngelesnya." Adek berceloteh sambil terus fokus mengaduk lemon teanya.

"Apa sih kamu hah?" tantangku menaikkan dagu.

"Ngomong-ngomong kalung Teteh bagus." pujinya yang sama sekali gak kuharapkan.

Aku melotot, "Diem lo!" geramku tertahan karena Ibu menatap ke arahku.

"Teteh beli kalung?" tanya Ibu memerhatikan kalungku.

"Ah-ini-ngh... iya Bu. Bagus kan seleraku?" tanyaku random.

"Bagus, kayaknya mahal. Syukurlah kamu sekarang udah mau pakai perhiasan. Dulu waktu kecil disuruh pakai anting aja harus dipaksa." kata Ibu bernostalgia ke masa kecilku yang penuh ketidakfeminiman.

Siap, Coach! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang