"Hey bangun, maafin saya. Apa aja yang terasa sakit?" Suara cowok berkemeja biru ini adalah suara yang terakhir kudengar sebelum pandanganku mengabur dan aku pun kehilangan kesadaran.
💧💧💧
"Alhamdulillah, udah bangun? Gimana? Masih pusing?" tanya seorang cowok saat aku baru saja mencoba membuka mataku.
Kepalaku terasa pening. Tapi aku memaksakan mataku untuk terbuka dan mencoba untuk mengubah posisiku dari berbaring menjadi duduk.
"Ami ... Gimana kondisimu?" ucap cowok tersebut menyebut namaku, aku langsung menoleh ke arahnya.
Sial! Pantas aja dari sebelum aku pingsan tadi aku seperti kenal suara tegas ini.
Cowok dengan kemeja biru ini ternyata Mas Coach!!!
"Eum, aku gapapa kok Mas." ujarku singkat supaya Mas Bayu gak terlalu khawatir.
"Syukurlah... saya teledor tadi pakai lampu jauh. Maafin saya ya?" Dari nada bicaranya Mas Bayu kedengaran cemas sama aku.
Emang kondisiku seiba itu ya?
"Gapapa kali Mas. Aku juga salah tadi bawa motornya kurang hati-hati hehe." Sekali lagi aku meyakinkan kalau kondisiku gak seburuk itu.
"Lagipula kamu keluar waktu magrib emangnya mau kemana?" tanya Mas Bayu dengan air muka yang--entahlah gak bisa dijabarkan pokoknya.
Aku memandang ke arahnya dengan tatapan kikuk.
Serius aku bingung mau nanggapin apaan.
Ucapannya emang masih formal tapi nadanya kedengaran santai. Aku kayak dikasih perhatian sama doi.
Aih sok tau juga aku! Kayak pernah ngerasain punya doi aja.
Pernah sih pas SMP. Hadeuh.
"Anu, Mas. Eum-mau ke indomaret." jawabku gugup.
Aku mengalihkan pandangan darinya, dan memilih melihat ke arah ubin di ruangan klinik ini.
Ah sebenarnya aku udah gak asing sama tempat ini. Karena klinik ini adalah klinik terdekat dari rumahku. Aku beberapa kali pernah dibawa kesini waktu sakit.
"Mau beli apa? Saya belikan sekarang ya? Kamu tunggu disini dul-"
"Gak usah Mas." tolakku saat dia menawarkan bantuan, gak peduli dia merasa bersalah atau nggak.
Tapi dia gak seharusnya beliin jajanan yang kumau kan? Kewajibannya cuma memastikan aku gak kenapa-kenapa dan membayar jasa dokter klinik.
"Kenapa?" tanya Mas Bayu dengan kerutan di dahinya.
"Ya gapapa, kewajiban Mas cuma mastiin aku gak kenapa-kenapa dan aku emang gak kenapa-kenapa. Lagian aku gak minta ganti rugi juga. Lukaku gak separah itu." jelasku lalu segera turun dari brankar.
"Yakin gak mau ganti rugi?" tanya dia meyakinkan.
Emang apanya yang perlu diragukan? Aku baik-baik saja.
"Motormu masuk bengkel lho..." ungkapnya terdengar seperti ucapan bangga.
Hah? Dia senang motorku masuk bengkel? Kenapa Mas Bayu terkesan pengin banget ganti rugi?
"Se-serius?" tanyaku gugup. Bukan tanpa alasan aku gugup. Habisnya Mas Bayu ngelihatin aku dengan tatapan gak slow!
"Kaca spion dan lampunya pecah. Belum lagi ban motormu perlu ditambal." jelasnya yang berhasil membuat mataku melotot.
Kecelakaan tadi kalau dibayangin lagi emang ngeri sih. Tapi kukira motorku bakal baik baik aja. Soalnya motorku keitung masih baru!
"Terus Mas bawa ke bengkel?" tanyaku lemah. Egoku untuk menolak tindakan ganti ruginya menciut drastis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siap, Coach! (Completed)
RomanceMasa Pertengahan Putih-Abuku banyak melewati rintangan, ketambah lagi sama Pelatih ekskul volley yang akhir-akhir ini gencar ngechat aku via WhatsApp. Dia kenapa sih? Start : 29 Maret 2020 End : 10 Januari 2021