27

140 12 0
                                    

"Boleh gue duduk disini?" izin seseorang dengan suara yang sudah sangat kukenal.

"Kenapa nggak." tanggapku singkat.

Dia langsung menempati tempat duduk Sani saat kupersilakan.
"Kenapa gak jajan?" tanya Rendi, entah itu pertanyaan basa basi atau dia memang benar-benar peduli.

"Mau belajar aja di kelas." Aku menjawab tanpa meliriknya, membuka halaman demi halaman buku paket di hadapanku tanpa tujuan.

"Kenapa cuek? Takut ada yang cemburu ya?"
Pertanyaan Rendi berhasil mendapatkan fokusku.

"Bukannya gue yang harusnya nanya gini?" tukasku dengan nada yang aku sadar memang kurang bersahabat.

"Apa maksud lo, Ami?" Rendi terlihat heran, ekspresinya terlalu mirip seperti orang yang tidak tau apa apa.

"Lo lagi deket sama anak kelas 12 kan?" tanyaku to the point.

"Kata siapa?" Aku mendelik mendengar pertanyaan innocent nya.

"Udah deh lupain, gue juga gak peduli."

"Lo gak cemburu kan?" tanya Rendi yang berhasil membuatku kaget.

Bisa-bisanya dia mikir kayak gitu?

"Dih nggaklah!" sanggahku.

"Syukurkah, soalnya kalau lo cemburu, mau ngerebutnya dosa." Keningku berkerut, dan jantungku otomatis berdetak lebih cepat.

"Mmm.. lo u-udah tau tentang gue dan Mas Bayu.?" tanyaku gugup.

"Menurut lo?" Sepertinya tidak salah lagi, Rendi memang tau.

"Tolong sembunyikan soal ini, Ren." pintaku serius, aku bahkan menyatukan kedua tanganku untuk memohon.

"Oke," tanggapnya singkat, aku membuang nafas lega. "Tapi dengan satu syarat." lanjutnya.

Jantungku kembali berdetak cepat, dia gak akan minta syarat yang aneh-aneh kan?

"Mari berteman lagi..." ucap Rendi.

Syukurlah... kupikir dia akan meminta hal semacam jadi selingkuhan seperti di sinetron di TV.

"Ishh gue kira apaan! Itu sih gampang, cuma gue gak enak sama kakak kelas yang lagi deket sama lo itu." ungkapku.

"Dia bukan siapa siapa, dia juga gak berhak larang-larang gue temanan sama lo."
Aku hanya mengangguk menanggapi ucapan Rendi.

💧💧💧

Aku menepati janjiku pada ibu, setelah pulang sekolah aku langsung ke rumah Ibu.
Jarak dari sekolah ke rumah Ibu lebih jauh dibanding dari sekolah ke apartemen. Untungnya baik rumah maupun apartemen, dua-duanya searah.
Saat menuju rumah Ibu pun aku melewati apartemen.

Setibanya di rumah, aku terkejut melihat mobil Mas Bayu terparkir di depan rumah.

Bukannya dia bilang, di bakal pulang larut malam?

"Assalamualaikum.."  salamku saat memasuki rumah.
Ada Ibu yang sedang duduk di sofa dengan Mas Bayu, posisi mereka berseberangan, terhalang meja kaca yang lumayan lebar.

"Waalaikumussalam.." jawab Ibu dan Mas Bayu kompak.

Aku segera menghampiri Ibu dan memeluknya. Sebelum itu aku mencium punggung tangannya.

"Udah dong meluk ibunya, nanti ada yang cemburu." ujar ibu menggodaku.
Aku hanya menanggapinya dengan senyuman. Dan dari ekor mataku, aku bisa melihat senyuman tipis dari Mas Bayu.

"Sama Masmu gak sun tangan?" Pertanyaan ibu berhasil membuatku terpaku sejenak, lalu mau tak mau aku harus mencium punggung tangan Mas Bayu di hadapan Ibu. Aku gak mau Ibu tau hubunganku yang gak baik sama Mas Bayu.

Siap, Coach! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang