Vote dulu yuks ✨
Jangan lupa komen, yah ❤Keesokan harinya...
"Terima kasih Mbak Hawa, sudah menjenguk istri saya," ucap Zul sekali lagi setelah mengantar bosnya dan sang istri keluar dari ruangan Zulfa.
Zul lihat istri Hafizh itu tersenyum dan memberikan doa kesembuhan untuk Zulfa. Sebelum pergi, Hafizh merangkul dirinya sesaat, memberikan beberapa kali tepukan pelan di bahunya, menguatkannya.
"Kamu gak perlu pikirin kerjaan. Jaga Zulfa aja di sini."
"Bos mecat saya?"
"Enggak, astaghfirullah."
Zul menghela napas lega. Kadang-kadang sisi su'udzon dan husnudzon nya muncul di waktu yang tidak tepat. Hmmmm.
"Wa'alaikumussalam," jawab Zul setelah mereka mengucapkan salam dan pergi. Zul tersenyum memandangi kedua orang itu. Kedua orang yang sangat baik, yang membuat Zul sampai selalu dengan ikhlas mendoakan kebahagiaan mereka.
Zul berbalik kembali untuk masuk ke dalam ruangan sang istri. Semalam saat Zulfa sudah dipindahkan ke ruang rawat, Immanuel masuk untuk melihat keadaan Zulfa sejenak. Tapi karena Zulfa masih tertidur efek dari obat bius yang dokter berikan, tak lama Immanuel keluar, pamit padanya ingin mengurus sesuatu. Zul tak bertanya lebih banyak dan membiarkan mertuanya itu pergi. Yang jelas sampai siang ini Immanuel belum datang lagi.
Ah, satu lagi. Kata Immanuel, kalau ada yang tanya perihal kejadian ini. Bilang saja kalau dirinya dibegal. Tidak perlu cerita panjang lebar. Dan cukup ceritakan kalau kasusnya sudah diurus polisi. Begitu saja.
Zul nurut. Saat Hafizh bertanya tadi pun, itu yang Zul bilang padanya.
Lagipula, Zul juga tidak menemukan alasan apa selain itu. Kalau hal ini berhubungan dengan masa lalu Immanuel, sepertinya mertuanya itu ingin "memberes"kannya sendiri tanpa melibatkan dirinya. Jadi Zul hanya bisa membantu lewat fitnahnya ke rombongan begal. Padahl belum jelas mereka begal atau bukan.
Ah, mungkin saja mereka begal berkelas yang naiknya mobil mahal dan ngomongnya pake bahasa inggris. Begal kelas kakap. Zul berhusnudzon lagi kali ini. Husnudzon yang gak tepat.
"Masih sakit?" tanya Zul setelah duduk pada kursi di samping brankar itu.
"Dikit."
WOW. Dikit katanya? Apa ditembak peluru rasanya seperti digigit semut? Zul sungguh tidak habis pikir. Istrinya ini sebenarnya wanita sekuat apa?
"Kamu kok gak nangis, sih?"
"Nangis, kok."
"Mana?"
"Gak di depan Mas. Nanti Mas makin sedih."
Zul menatap wajah itu dengan sendu. Ia bangkit dari duduknya, sedikit membungkuk untuk mencium kening Zulfa.
"Kamu jangan kaya gitu lagi, yah. Jangan korbanin diri kamu buat aku."
"Aku gak bisa kehilangan Mas. Kalau Mas yang kena, pasti langsung tembus ke sini." Zulfa menyentuh dada kiri Zul. "Dia udah ngebidik," lanjutnya sambil mengusap bagian yang menutupi jantung itu. "Kalau itu sampe terjadi, aku akan lebih merasa sakit dari sekedar kena timah panas."
"Sayang..." Mata Zul berkaca-kaca. Dilihatnya bibir wanita tercintanya itu menunjukkan senyuman manis. Bibirnya yang tak semerah biasanya membuat hati Zul perih. Kehabisan banyak darah membuat Zulfa terlihat pucat. Tapi wanitanya masih saja terlihat tegar. Dan calon buah hati mereka pun tak terkena dampak apa-apa. Zul yakin anaknya kelak akan setegar sang ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zul [SEGERA TERBIT]
Romance[LENGKAP] Zul dan Zul. Kisah mereka dimulai sejak insiden tabrakan dimana saat itu Zulfan sedang mencari jodoh di pinggir jalan. Karena tidak fokus memperhatikan jalanan, tanpa sengaja Zul menabrak seorang wanita yang sempat menyamarkan namanya menj...