8. Orang seperti apa?

8.2K 2K 319
                                    

"Apa aku harus pamerin kamu biar dia insecure?"

-ZULFAN-

🐊🐊🐊

"Kamu harus inget sama Zulfa, dia mungkin nunggu kamu pulang di depan pintu rumah, pasang senyuman paling bahagia, terus kasih laporan kalau dia udah masak makan malem. Mungkin akan sedikit ngomelin kamu karena kamu bau apek dan nyuruh kamu cepet mandi biar bisa makan malem sama-sama."

Entah kenapa, tiba-tiba saja ucapan Hafizh berputar di ingatannya. Mobil hitam yang ia kendarai perlahan memasuki pagar kediamannya. Senyuman Zul mengembang membayangkan Zulfa berdiri di depan pintu rumah, menunggunya. Namun, semakin dekat penglihatan Zul dengan pintu rumahnya, semakin luntur senyum tampan di wajahnya.

Kenapa?

Itulah pertanyaan Zul.

KENAPA MALAH MERTUANYA YANG MENYAMBUTNYAAAA?

Menghela napas kasar, Zul menghentikan mobilnya di depan garasi. Apa lagi yang kali ini Immanuel inginkan? Kenapa sore-sore begini sudah nongkrong di kursi terasnya sambil minum kopi serasa tuan rumah?

Oke, Zul gak keberatan. Mau bagaimanapun, orang tua Zulfa adalah orang tuanya juga. Hm, tumben pikirannya bener.

"Assalamu'alaikum," salam Zul, menghampiri Immanuel dan mencium punggung tangannya, sementara pria itu membalas salamnya sambil memandangi Zul.

"Kenapa gak masuk, Abi?" tanyanya, jelas sekali kalau dia basa-basi.

"Nungguin kamu pulang."

Kening Zul langsung berkerut. Apa ini? Kenapa kelakuan Immanuel sulit sekali ditebak oleh pikiran jeniusnya?

"Abi ada perlu sama saya?"

Immanuel menghela napas sambil berdiri. "Gak ada."

Lah?

Apa hanya Zul yang merasakan keanehan ini?

"Saya ngelakuin ini buat Zulfa, karena dia ngotot nungguin kamu pulang di luar, makanya saya gantiin tempatnya. Udah masuk sana. Langsung mandi, kamu bau matahari. Zulfa udah masak, nanti kita makan sama-sama."

Zul menganga, cukup lebar sampai Immanuel terang-terangan menatapnya jijik. Setelah pria itu nampak bergidik, ia berbalik dan masuk lebih dulu, meninggalkan Zul yang memilih duduk pada kursi yang tadi Immanuel duduki.

Sungguh ironis. Harusnya kalimat yang tadi Immanuel ucapkan terdengar romantis. Ya, akan romantis kalau saja suara lembut Zulfa yang Zul dengar. Tapi ini? Kenapa harus Immanuel? Mertuanya itu benar-benar menghancurkan khayalan indahnya.

***

Pukul delapan, di meja makan bersama pencuci mulut berupa makanan manis. Tidak seperti biasanya, malam ini tidak ada pertengkaran antara Zul dan mertuanya. Sejujurnya Zulfa agak heran, tapi juga bahagia karena mereka tidak lagi terlihat seperti Tom and Jerry.

"Abi mau tidur di sini kan. Aku udah siapin kamarnya."

Immanuel tersenyum pada putrinya lalu menggeleng. "Abis ini Abi langsung pergi. Masih ada urusan."

Wanita berjilbab coklat itu menghela napas lalu menopang dagunya sembari menatap sang ayah. "Abi, jaga kesehatan, jangan kerja terus."

"Abi masih sehat," ujarnya, sambil minum teh hangat yang Zulfa buatkan.

"Abi gak mau menikah lagi?"

"Uhuk."

"Uhuk uhuk."

Zul [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang