"Selamat siang, Tuan Immanuel. Senang bertemu dengan Anda."
Salam dari Hafizh diberi senyuman ramah yang jaraaaaang sekali Zulfan lihat. Rasa-rasanya, mertuanya tidak pernah tersenyum sebaik itu pada dirinya. Huh, dasar pilih kasih. Batinnya dengan bibir cemberut.
Mari melupakan sifat dengki Zul.
Kini mereka bertiga duduk dalam satu meja. Hafizh bersebelahan dengan Zulfan, sedangkan di hadapan mereka ada Immanuel yang nampaknya sudah memesan kopi lebih dulu.
"Maaf, sepertinya Anda sudah menunggu lama," ujar Hafizh ketika melirik cangkir putih itu isinya sudah hampir habis.
"Tidak masalah. Saya memang sengaja datang lebih dulu."
Mereka mengobrol ringan setelah memesan makan siang. 'Mereka' yang dimaksud adalah Hafizh dan Immanuel. Zul sendiri mendadak jadi manusia tidak terlihat. Tapi dia senang. Setidaknya dia bisa menghindari bicara dengan Immanuel yang kerap kali membuatnya darah tinggi.
"Zulfan, bagaimana kabar putri saya?"
Ah, ternyata ada masanya Zul ditanya.
"Baik dan makin cantik," jujur Zul, membuat Immanuel mengulum senyum.
"Kado untuk saya, bagaimana?"
Zul berdehem sebelum menjawab, "Masih proses."
Hafizh yang tadi pagi sempat mendengar keluh kesah Zul mengenai 'kado' yang Immanuel minta kini tersenyum geli.
"Zulfan laki-laki yang baik, Tuan Immanuel. Anda bisa memegang kata-kata saya."
Aduh, rasanya Zul mau gendong Hafizh setelah ini. Di arak keliling kampung sekalian.
"Meski niat awalnya menikah memang kurang baik, tapi alhamdulillah dia akhirnya serius."
"Niat awalnya kurang baik?"
Nada bertanya dari Immanuel dapat Hafizh tangkap dengan jelas. Hafizh pikir, mungkin Immanuel lupa alasan awal Zul menikah itu apa. Zul sendiri sedang merapalkan do'a sembari sesekali menyenggol sepatu Hafizh agar tak bicara lebih banyak.
"Iya."
Jawaban itu seperti tanda-tanda sebuah akhir yang buruk bagi Zul.
Senggolan Zul semakin keras. Hafizh sampai menoleh padanya, namun sepertinya dia pikir Zul tidak sengaja menyenggol sepatunya.
"Waktu itu saya akan kasih dia apartemen dan mobil kalau bisa menikah tahun itu juga. Eh, pulangnya dia nabrak Zulfa, terus langsung ngajak dia nikah."
"APA?"
Semua orang terkejut. Sedangkan Zul merasa ajalnya semakin dekat ketika mendengar suara Immanuel yang menggelegar. Padahal, restoran siang ini lumayan ramai. Tapi nampaknya Immanuel tidak peduli.
Hafizh yang merasa salah bicara ikut panik sendiri. Ia melihat ke arah Zul seakan bertanya, jadi mertua kamu belum tau, Zul?
Dengan ekspresi pasrah, Zul menggelengkan kepala.
Immanuel berdiri. Raut wajahnya lebih menyeramkan dibanding saat Zul melihat Sierra. Kalau diibaratkan, Immanuel seperti singa jantan yang merajai seluruh hutan di dunia. Dan singa jantan itu terlihat ingin menerkam seluruh penghuni hutan. Namun sayangnya yang bisa dia temui hanya seorang Zulfan.
"Zulfan, saya perlu berbicara empat mata dengan kamu."
Tamatlah sudah riwayat Zul.
"Tuan Immanuel, sepertinya ada salah paham di sini," kata Hafizh setelah ia bangkit juga dari duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zul [SEGERA TERBIT]
Romance[LENGKAP] Zul dan Zul. Kisah mereka dimulai sejak insiden tabrakan dimana saat itu Zulfan sedang mencari jodoh di pinggir jalan. Karena tidak fokus memperhatikan jalanan, tanpa sengaja Zul menabrak seorang wanita yang sempat menyamarkan namanya menj...