3. Kesempatan

12K 2.5K 674
                                    

2200+ kata
Kutunggu komentarnya
🔥🔥🔥

Selamat membaca ✨
Pastikan membaca cerita ini saat sendiri :)







***






"Astaghfirullah, Mas. Itu kenapa keningnya merah?"

Secara otomatis Zul menyentuh keningnya yang emang rasanya nyut-nyutan. "Tadi kejedot meja. Tapi gak papa." Zul celingukan ke kiri dan kanan, bahkan kepalanya sampe muter. Kemudian ia berdehem singkat, agak menundukkan kepala agar bisa berbisik pada Zulfa. "Abi kemana?"

"Pulang."

"Hah?"

Apa ini mimpi? Apa setelah menjedotkan kepalanya di meja Zul jadi koma dan sekarang ia sedang ada dalam mimpi panjang yang indah?

"Sebenernya gak pulang, sih."

Ah, ini kisah nyata. Dia gak koma. Agak menghela napas kecewa, Zul kembali bertanya. "Terus dimana?" Sebenernya Zul deg-degan super gara-gara kejadian tadi. Apa coba yang mau dia omongin sama mertuanya setelah ketahuan ngeghibahin dia sama mpok warteg.

Tapi bukannya menjawab, Zulfa malah menariknya menuju sofa dan memintanya untuk duduk. Mereka pun duduk berhadapan.

"Jadi tadi ada yang telfon abi. Aku gak ngerti abi ngomong apa, tapi bahasanya rusia. Aku cuma ngerti sedikit-sedikit. Abi sempet nanya, apa ini mendesak? Gitu. Abis itu katanya dia mau cari Mas, mau pamit pergi. Terus gak balik lagi ke sini."

Oh tidaaak. Jadi tadi Immanuel sebenarnya ingin pamit pergi tapi Zul mengacaukannya dengan sindiran tidak beradab itu. Ditambah dengan ghibahnya yang bocor. Zul sangat berdosa. Ia menyesaaal.

Zulfa terkejut melihat Zul menjambak-jambak rambutnya sendiri. Mereka baru menikah seminggu, tapi Zul benar-benar sudah menunjukkan tanda-tanda kelainan jiwa. Kasihan.

"Mas kenapa?"

Tapi... Zul mikir sebentar. Pada akhirnya ia tersenyum lebar. Ia baru sadar. Menyesal itu adanya di belakang. Ini masih di pertengahan. Harusnya ia bersyukur karena mertuanya pergi.

"Alhamdulillah."

Zulfa sungguh keheranan. Tadi suaminya terlihat frustasi, sekarang malah senyum lebar sambil ngucap syukur. Sontak saja Zulfa mundur menjaga jarak dari Zul.

"Kamu kenapa mundur-mundur?"

"Mas kaya orang gila."

"What the... Oke, kamu harus dapet hadiah cantik karena udah jadi orang ketiga yang bilang aku orang gila."

Zulfa mengerutkan alisnya. Jadi orang ketiga? Yang pertama Pak Budiman, yang kedua siapa?

Belum sempat menanyakan itu kepada suaminya, Zulfa sudah mendapatkan hadiah cantik yang Zul janjikan.

Gelitik cantik.

"Maaaas, hahahahampuuun."

***

Malam ini Zul sedang berdiri di tepi bangunan lantai tiga. Tinggi sekali ketika melihat ke bawah sana. Kalau jatuh, sepertinya bukan hanya patah tulang, melainkan langsung modyar. Tapi jangan salah paham. Zul bukan mau bunuh diri, kok. Dia masih mau hidup. Baru juga seminggu nikah. Lagian dia masih sayang sama emak bapaknya. Dan lagi, belum sempet bikin Zul junior, ya kali mau bunuh diri.

Jadi tujuan Zul berdiri di tepian atap rumahnya adalah untuk melihat para bodyguard yang betah keliling sekitar rumah tiap tiga jam sekali. Mereka dibayar berapa sih sama Immanuel? Rasanya pengen Zul sogok balik biar mereka pulang aja.

Zul [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang