13. Titik menyedihkan

9.4K 2.1K 410
                                    

Mau sekejam apapun manusia, dia pasti pernah berada di titik paling menyedihkan dalam hidupnya.

Menangisi kesedihan hidup bukanlah suatu kesalahan atau kejahatan.

-Zulfan-

🌹

Brugh

Tiga kali sudah Zul dibanting seringan bulu. Kalau dilihat-lihat, hasil pertarungan di atas ring itu sungguh tidak seimbang. Ya, Immanuel menang telak. Beberapa kali memukul dan membanting Zul. Rupanya dia tidak main-main.

Zul berusaha mengunci pergerakan sang mertua. Tapi yang terjadi Immanuel selalu bisa bergerak lagi dan membalik posisi. Immanuel menjatuhkannya kembali, dan kali ini di atas ring itu ia tak membiarkan Zul bangun dengan mengunci lengannya. Ia menarik satu tangan Zul dan membelitnya dengan kaki. Zul menepuk-nepuk lantai dengan tangannya yang lain sehingga membuat Immanuel langsung melepasnya. Posisi Zul yang tadinya tengkurap langsung terlentang dan mengambil napas sebanyak-banyaknya. Duel tidak seimbang ini benar-benar menguras tenaga Zul.

Sial, niatnya mau balas dendam, malah dia yang babak belur. Sekarang Zul sadar kalau Immanuel memang bukan tandingannya dalam segala bidang. Sekali lagi, Zul hanya remahan rengginang.

Immanuel berdiri lalu mengulurkan tangan, mengajak menantunya untuk bangkit. Dengan hela napas panjang Zul meraih uluran tangan itu. Seluruh badannya rasanya remuk.

"Kamu harus banyak belajar, Zul. Gimana mau ngelindungin Zulfa kalau ngelawan saya aja kamu gak bisa."

"Asal Abi tau, saya pernah berantem sama dua bodyguard nya Zulfa."

"Ah, iya iya. Anak buah saya juga pernah cerita. Katanya ada orang gila yang bawa Zulfa lari."

"Sembwarangan. Siapa yang bilang itu?"

"Mau apa? Mau kamu hajar? Kalau boleh saya ingetin, kamu udah jatuh empat kali tadi."

Tanpa bisa berkata lagi, Zul hanya mendengus.

Immanuel berbalik dan berjalan menjauh hendak turun dari ring. Sambil mengambil jasnya yang tersampir, ia kembali bicara pada Zul.

"Kamu sabtu sama minggu libur kan yah. Nanti setiap sabtu kamu dateng ke sini!"

"Ha, ngapain?"

"Latihan bela diri. Sama saya."

"Gak ah."

"Saya bukan meminta, tapi memerintah!"

Glek. Aura pemaksa dari Immanuel langsung terpancar.

Setelah itu Zul tidak membuka suara lagi. Langkahnya ia bawa ke sofa dan segera merebah di sana. Sekarang sakitnya memang belum terasa. Tapi besok pasti badannya ngilu-ngilu semua. Zul tahu Immanuel sengaja tidak menyentuh wajahnya karena di sana pasti akan meninggalkan bekas yang terlihat. Untuk itu mertuanya menyerang bagian tubuh sampai kaki.

"Lawan Zulfa pun pasti kamu kalah."

Tatap Zul langsung tertuju ke arah Immanuel yang baru saja meletakkan sebotol air dingin di atas meja. Sementara pria itu meminum airnya sendiri. Zul terkekeh mendengar apa yang Immanuel bilang tadi.

"Kenapa ketawa?"

"Saya bisa terima kalau saya kalah sama Abi. Tapi itu bukan berati saya bahkan bisa kalah dari Zulfa."

Kali ini Immanuel yang tergelak. Tawa kerasnya terdengar sangat meledek Zul. "Kamu gak tau apa-apa ya, Zul. Kamu lupa Zulfa itu putrinya siapa."

"Saya tau. Ya tapi tetep aja."

Zul [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang