23. Kandidat?

7K 2K 607
                                    

Vote dulu yuks ✨
Jangan lupa komentarnya yaaah ❤

Ternyata, ponsel Immanuel hilang saat dia di Inggris. Zul tidak menyangka kalau mertuanya itu bisa ceroboh. Ya mau gimanapun juga, Immanuel tetep seorang human bukan mutan.

"Keadaan kamu gimana?" tanya Immanuel pada sang putri.

"Udah lebih baik. Abi gak perlu khawatir."

Kalo boleh Zul angkat suara, "Sebenernya yang merasa gak baik di sini itu saya."

Secara serempak dua pasang mata di ruangan itu beralih pada Zul. Yang ditatap kini menghela napas, merebahkan tubuh lesunya di sofa sedangkan kepalanya mendongak menatap langit-langit ruangan dengan hampa.

"Istri saya yang lagi hamil hampir diculik. Saya diancam mau dibunuh. Tau-tau perempuan yang selama ini hidup satu atap sama saya berubah jadi wonder women. Mertua saya bilang, mereka begal. Istri saya bilang, mereka begal impor. Anak dari mertua saya abis ketembak, tapi si mertua saya malah main ke Inggris."

"Sekarang saya merasa jadi manusia yang paling gak tau apa-apa di kehidupan rumah tangga saya sendiri."

Begitulah kiranya curhat Zul yang seakan-akan sedang bicara dengan dirinya sendiri. Dan rasanya jadi manusia yang gak tau apa-apa itu gak enak. Merasa bodoh sendiri.

"Kadang ada hal-hal dalam hidup yang gak mesti kamu tau supaya kamu tetap baik-baik aja."

Zul maupun Zulfa kini menatap Immanuel yang baru saja bicara.

"Semakin banyak tau, rasanya akan semakin rumit. Cukup jalanin hidup kamu yang apa adanya, Zul. Dan saya janji hal-hal seperti ini gak akan terjadi lagi."

Penerangan Immanuel barusan membuat Zul menipiskan bibirnya. Meski penasaran, tapi sepertinya ia memang harus menahan keingintahuannya untuk sekarang. Dan Zul yakin mertuanya bisa diandalkan.

"Orang tua kamu kemana?" tanya Immanuel. Sebenarnya tadi dia sempat berpapasan dengan kedua orang tua Zul. Immanuel melihat kedua orang itu berboncengan. Idris mengendarai motor maticnya sementara sang istri duduk di belakang memeluk pinggangnya. Mereka terlihat seperti pasangan muda-mudi yang sedang kasmaran. Keharmonisannya tidak dimakan oleh usia.

Jujur saja melihat mereka kadang membuat Immanuel cemburu. Dia iri. Kalau saja istrinya masih hidup, maka dengan sangat senang hati Immanuel akan selalu memperlakukannya seperti seorang ratu.

"Pulang. Bebek sama ayam bapak belum dikasih makan dari kemarin," jawab Zul, membuat Immanuel tersenyum.

"Saya suka sama keluarga kamu," ujarnya sambil berdiri.

"Hm?"

Zul mengangkat kedua alisnya sambil melirik Zulfa yang nampaknya juga tidak mengerti maksud ucapan Immanuel yang ambigu. Tapi sepertinya pria yang terlihat kelelahan itu tidak mau menjelaskan.

"Saya terbang tujuh belas jam. Dateng-dateng dengerin kamu ngoceh tadi, jadi lupa kalo cape."

"Bisa gitu?"

Immanuel tertawa. "Kerja besok, Zul?"

"Iya. Udah kebanyakan ambil cuti."

"Kamu gak mau buka usaha sendiri, Zul?"

"Saya punya bisnis saya sendiri. Tapi saya juga suka jadi sekretaris Pak Hafizh."

"Saya tau alasan kamu. Bos kamu memang orang yang kelewat baik."

Zul tersenyum dan mengangguk sekali. Setelah kepergian Immanuel, Zul mengulurkan tangan mengambil paper bag di atas meja itu.

"Dibeliin apa ya sama abi," ucapnya bertanya-tanya. Zulfa yang duduk di hadapannya tersenyum dan menyuruh untuk membukanya karena dia juga penasaran.

Zul [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang