Don't Like Don't Read.
.
.
.
.
Mata Hiashi terasa berair saat merasakan perih dari wajahnya yang di tampar keras oleh anaknya, "Hinata! Apa yang kau lakukan? Kau menampar Ayahmu sendiri?" tanya Hiashi tak percaya, menatap balik Hinata tak kalah tajamnya, "Begitukah caramu memperlakukan Ayahmu?!" murka Hiashi pada Hinata.
Tak gentar dengan kemurkaan Ayahnya, Hinata malah semakin menatap tajam walau dengan air mata, "Kenapa? Anda ingin manamparku balik? Silahkan lakukan!" tantang Hinata.
"Ada apa denganmu Hinata? Putriku yang aku kenal tidak mungkin menampar Ayahnya sendiri," ujar Hiashi dengan wajah memerah menahan amarah.
"Aku bukan putri mu! Mulai hari ini kau bukan Ayahku!" Hinata meraung dengan racauannya. Hatinya benar-benar terasa sakit saat harus menerima kenyataan yang menyakitkan. Ya, terkadang memang benar, suatu kebenaran yang di tutupi dengan kebohongan itu akan sangat terasa sakit dan mengecewakan saat terungkap.
"Dan tamparan itu, adalah tamparan dari seorang Ibu yang telah anda pisahkan dengan anaknya selama bertahun-tahun. Tamparan dari seorang ibu yang tak bisa memberikan ASI penuh untuk anaknya selama dua tahun. Tamparan seorang Ibu yang telah anda rampas haknya atas anaknya sendiri," papar Hinata.
Sekali lagi wajah renta Hiashi tertoleh ke samping saat Hinata kembali melayangkan tamparannya, "Dan itu, adalah tamparan seorang istri yang telah anda pisahkan dari suaminya. Tamparan dari seorang istri yang telah anda renggut kebahagiaannya dengan siasat jebakan yang direncanakan. Dan anda... Anda telah menghancurkan rumah tangga anakmu sendiri hanya karena status yang anda agungkan!" persetan dengan sopan santun serta tata krama yang keluarganya tanamkan dalam dirinya, saat ini Hinata hanya ingin mengeluarkan rasa kekecewaannya terhadap Ayah yang ia banggakan. Tangannya kemudian mengambil tangan Hiashi lalu menaruh tangan itu di lehernya, "Kenapa tak anda bunuh saja aku sekalian!" imbuhnya memekik keras.
"Hinata, Ayah bisa menjelaskan semuanya."
"Menjelaskan apa? Aku sudah mendengar semuanya! Kebusukan dan kebohongan yang anda sembunyikan dariku," Hinata memalingkan wajahnya lalu berjalan menjauh dari Hiashi.
"Ayah yang aku anggap sebagai dewa, ternyata tak lebih dari iblis tak berperasaan yang tega menghancurkan kebahagiaan anaknya sendiri, hanya karena ambisi dan status semata. Ayah... Sosok tempatku bersandar kala aku terpuruk, ternyata dialah yang menciptakan semua skenario ini, dalang dibalik semua kejadian yang menimpa diriku," Hinata menekan dadanya yang terasa semakin sakit, "Ayahku... Ayahku sendiri lah yang dengan teganya telah melakukan hal sekeji itu. Kenapa? Kenapa Ayah tega melakukan itu padaku Ayah!" pekik Hinata dengan napas yang memburu. Hiashi tak bergeming, lidahnya seakan kelu untuk sekedar memberikan pembelaan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Love
FanfictionMenjadi orang tua tunggal untuk putranya, membuat Naruto berusaha membahagiakan sang putra seorang diri. Setelah berpisah dengan istri tercintanya, karena Hiashi tak merestui hubungan mereka. "Ayah bagaimana wajah ibuku?" "Jangan pisahkan aku dengan...