Don't Like Don't Read
.
.
.
.
.
Takdir dan kehendak Tuhan memang tidak ada yang pernah tahu kemana arusnya berjalan. Sebagai mahkluk-Nya, kita hanya mampu berpasrah diri setelah apa yang coba kita lakukan.Begitupun dengan Naruto, tak pernah terbayang dan terpikirkan dalam hidupnya bisa merasa sebahagia ini. Dulu dirinya bak orang tua renta yang kehilangan tongkatnya. Saat di mana belahan jiwanya tak berada di sisinya selama 9 tahun terakhir. Tempat seharusnya di mana ia menopangkan tubuh lelahnya, ketika ia pulang dari bekerja. Tempat sandaran hatinya, kala lara merundung jiwa.
Semua itu Naruto lalui dalam kesendirian. Beruntung, buah cintanya yang kini sudah beranjak menjadi bocah aktif selalu ada di sampingnya. Setidaknya, karena putra satu-satunya lah alasan ia mampu bertahan hidup selama ini.
Meski keadaannya seperti sekarang, tetap saja Naruto memanjatkan syukur yang teramat dalam pada sang pencipta. Karena berkatnya, kehidupan dan jiwanya yang selama ini kosong kembali terisi oleh satu-satunya wanita yang amat ia cintai.
Wanita yang tak pernah tergantikan dalam hatinya, kendati diluar sana banyak gadis muda yang mengagumi dirinya, bahkan terang-terangan menyatakan perasaan mereka. Namun sayang, mereka harus menelan kekecewaan saat Naruto menolak dengan halus. Bagi Naruto, hatinya telah terkunci oleh satu-satunya wanita pemilik manik seindah rembulan itu.
Ya. Siapa lagi kalau bukan Hinata-nya, tulang rusuknya.
Dan ini adalah hari ke dua Hinata tinggal bersama dirinya kembali. Semua kebutuhan dan keperluannya di urus dengan baik oleh Hinata.
Seperti saat ini, iris samudera milik Naruto tak pernah lepas pandangan dari sosok istri tercinta yang kini tengah berkutat di dapur kecil mereka. Memasak menu hidangan untuk makan siang, sebelum Boruto pulang dari sekolah.
"Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Hinata malu, saat matanya menangkap persensi sang suami yang duduk tenang, menatap dirinya. "Mau ku buatkan kopi?" tawarnya kemudian.
"Boleh, jika tidak merepotkan mu," jawab Naruto tenang.
"Tentu saja tidak merepotkan," timpal Hinata dengan senyum yang merekah indah di bibirnya.
"Tapi kau terlihat masih sibuk?"
"Tidak kok, ini sudah hampir selesai," tuturnya lembut dengan tangan yang begitu cekatan membuatkan Naruto kopi. "Lagipula sudah menjadi kewajiban ku untuk melayani suamiku, 'kan?" imbuhnya kemudian, seraya membawa nampan berisi 2 cangkir kopi untuk suami tercinta dan untuk dirinya. Sebelumnya tak lupa Hinata mematikan kompor terlebih dulu, sebelum beranjak menuju kursi yang Naruto duduki. Karena masakan yang ia buat telah matang sempurna semuanya, dan tinggal disajikan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Love
FanfictionMenjadi orang tua tunggal untuk putranya, membuat Naruto berusaha membahagiakan sang putra seorang diri. Setelah berpisah dengan istri tercintanya, karena Hiashi tak merestui hubungan mereka. "Ayah bagaimana wajah ibuku?" "Jangan pisahkan aku dengan...